CHAPTER 3
(Perempatan jalan samping sekolah )
"Rangga ? apa kamu ingin... hmm anu "
Dengan rasa ragu dan malu.
"Tidak jadi".
Rangga yang cuek setengah mati tidak mempedulikan ocehan Rani.
"Apa kau tidak lapar setelah rapat OSIS tadi ?" Rani yang gugup tak karuan.
"Apa itu penting sekarang ? "
Dengan Nada dingin Rangga menolak ajakan Rani, namun dengan bersikeras Rani lagi-lagi bertanya.
"Jadi mengapa kamu masih disamping Ku ? apa kamu akan seperti ini sampai matahari tenggelam ?". Rani yang masih saja mengoceh pada Rangga.
(Dibalik itu)
Dari kejauhan.
"Sepertinya itu Rangga namun siapa wanita yang bersamanya itu ? apa dia pacarnya ? tidak mungkin seorang Rangga Suka dengan gadis." Ucapan yang dilontarkan Olivia membuat anggota OSIS lainnya heran dan bertanya tanya mengapa ketua OSIS itu berbicara sendiri.
(Dari kejauhan perempatan jalan dekat sekolah)
"Ya, aku akan menemani mu pulang".
Ucapan Rangga ini membuat wajah Rani memerah, yang tadinya cemberut karena menolak ajakan makan seketika semangat.
"Yaudah pasti kamu berpikir kalo seorang gadis tidak baik berjalan sendiri kan ?". Rangga yang mendengar perkataan tersebut hanya diam dan cuek.
" itu tidak penting."
Ucap Rangga dengan wajah yang datar.
(Perkarangan rumah Rani)
"Terima kasih, kamu tidak ingin singgah sebentar"
Rani yang bahagia di antar oleh Rangga namun lagi-lagi Rangga menghiraukan perkataannya itu.
Ia pergi tanpa pamit bahkan tidak menoleh sama sekali.
"Ada apa dengannya, sikap dingin yang berlebihan dan aku masih tidak mengerti dengan tingkah laku yang ia lakukan. Dia orang yang baik, ah sudahlah mungkin seperti itu sosok Rangga"
Sambil bergumam Rani masuk tanpa menoleh apapun.
(Rumah Rangga)
"Aku pulang"
Dengan nada datar, adiknya yang bungsu tiba-tiba datang dan memeluk Rangga.
Rangga yang melihat adiknya merasa kahwatir akan hal-hal yang ia lalui.
"Seharusnya aku tidak melakukannya hari ini, seharusnya aku tidak mempedulikan apapun, seharusnya aku seperti mendung yang tidak di harapkan orang lain, seharusnya seperti hujan yang mengguyur orang-orang yang kerja di luar sana, seharusnya aku seperti monster mengerikan. Aku tidak ingin di pedulikan, aku sudah lelah akan hal ini, hidupku tidak lama lagi,seharusnya aku tidak terlahir di dunia ini. Mengecewakan tapi aku senang dan bersyukur walaupun sekolah itu mengatakan bahwa sosok sepertiku tidak layak dan pemalas, meski begitu masih saja ada yang peduli diriku yang lemah dan suram ini. Aku lelah. Esok atau lusa, aku tidak ingin membuat sebuah ingatan lagi, itu sangat sangat melelahkan. Kuharap begitu"
Suara hati Rangga yang tidak ingin mengenang apapun, tidak ingin melihat, peduli, tahu, bahkan membuat ingatan orang agar mengenal nya lebih jauh. Rangga melawan takdir itu sendiri tanpa sepengetahuan orang lain bahkan sahabat kecilnya.
(Selasa 21 Januari 2020,sekolah langit biru)
Pagi yang cerah, seperti biasa suasana sekolah tentram. Di depan gerbang para siswa masuk berbondong-bondong, waktu sudah sempit untuk menutup pagar. Hingga beberapa menit dari (08.30) jam pertama sudah dimulai namun dari kejauhan terlihat siswa yang aura nya sangat suram tapi menakutkan.
"Ah seperti biasa selalu tertutup"
mengoceh sendiri.
"Lagi-lagi aduh apa kau tidak bosan bocah ! setiap hari seperti ini. Apa jadwalmu begitu padat seperti layaknya orang tua punya anak 3 ? ah ? "
Satpam yang sudah bingung dan bosan melihat tingkah laku Rangga yang setiap harinya terlambat, seketika wali kelas Rangga menghampir situasi tersebut.
"Tolong biarkan dia masuk, ia memang seperti ini.Dia menjaga tokoh setiap malam menggantikan ayahnya, dia anak pertama dan juga anak baik".
Satpam yang mendengar perkataan guru itu kemudian beranjak untuk membuka gerbang. "Ternyata ocehanku ada gunanya, kuharap kau bisa memberiku pekerjaan tambahan di tokoh mu " Dengan gaya bicara sedikit melucu satpam itu juga kagum dengan tindakan yang dilakukan Rangga, namun lagi dan lagi Rangga menghiraukan hal itu serta berterima kasih kepada gurunya hari ini membiarkannya masuk sekolah.
"Anak itu benar-benar tidak tahu diri sudah di selamatin masih aja sok cool depan gw bocah tidak tahu malu"
Ocehan demi ocehan di lontarkan si satpam ketika Rangga beranjak pergi menuju kelas.
(Kelas 2-3)
Hentakan kaki, ketukan pintu, wajah yang datar. "Maaf terlambat" Dengan dampingan wali kelas.
"Oh Rangga, aku sudah bosan menanyakan alasanmu dan untung wali kelas kalian dapat menjemputmu,silahkan masuk dan duduk".
Guru piket hari ini yang sudah lelah melihat Rangga setiap mapelnya yang terlambat. Para siswa menatap Rangga dengan tatapan mengecewakan.
Lagi-lagi Rangga merasa bahwa itu tidak penting, semua hal itu tidak di pedulikannya. Ia melakukan aktivitas nya setiap hari, ketika jam pelajaran duduk di belakang sambil tiduran. Guru matematika jam pertama di kelas 2-3 itu sudah muak, hingga memanggil Rangga menjawab soal di depan tanpa di beri keterangan bahkan contoh satupun.
"Rangga ! berdiri di depan ! kerjakan soal ini ! kalau kau bisa kau boleh sepuasnya baring di tempat mu itu, tapi jika gagal kamu harus berdiri depan para siswa selama mata jam pertama selesai."
Dengan nada mengacam guru itu berharap bahwa siswa ini tidak bisa menjawabnya.
Para murid mulai fokus di meja Rangga di tengah-tengah para siswa yang menatapnya, Rangga terbangun dan menuju kedepan.
Ketika hendak mengerjakan tugas yang di berikan tepat di papan tulis yang disaksikan para murid, guru nya terkejut tak karuan.
"Bagaimana mungkin seorang Rangga yang pemalas mampu menyelesaikan materi ini (persaamaan linear 2 variabel). Bukan kah itu mustahil" ucap guru matematika tersebut.
semua siswa seketika kaget melihat gurunya yang terkejut.
" Wah ia sudah benar, kau pemalas tapi mengerti soal yang bahkan belum aku beri contoh dan rumusnya padamu".
Mendengar hal itu Rangga menghiraukan ocehan yang tidak penting dan beranjak ke tempat duduknya terbaring seolah gak bersalah. Para siswa menatap tingkah laku Rangga,orang yang duduk di sampingnya bernama Baron khawatir dan takut namun ketika ia menyaksikan apa yang terjadi hari ini, ia mulai sedikit mendekati sosok rangga.
"Aku bisa memanfaatkan nya,ia pintar aku harus mendekatinya" ucap Baron Dengan bergumam kencang, Rangga mendengar hal itu tidak peduli dan menutup telinganya.
(Waktu jam istirahat tiba kelas 2-3 )
Baron yang mulai mendekati Rangga secara perlahan, ia mengajaknya ke kantin. Namun Rangga menolak dan memilih menyendiri saja. Ditengah ocehan Baron kepada Rangga sekilas Rangga menatap ke arah guru matematikanya tadi, nampak dari jauh bersama wali kelas.
Rangga mulai khawatir tentang hal itu secara tidak langsung, ia membuat sesuatu yang mengenalnya hingga meninggalkan jejak kenangan.
"Seharusnya aku tidak datang hari ini kenapa bukan lusa saja,ah entahlah."
Ucap dalam hati Rangga.
(To be continued)