CHAPTER 9
(Sekolah Langit Biru)
Suasana seketika hening,bel berbunyi menandakan jam terakhir segera dimulai. Semua guru berbondong-bondong masuk ke kelas yang di tentukan jadwalnya.
"Aku masih berpikir bagaimana menghindari semuanya itu, namun di tengah arus waktu yang mengejarku sudah berapa lama aku tidak menginginkan hal ini" ucap Rangga di dalam hatinya.
Rangga menatap langit-langit dari luar sambil melamun dan memikirkan apa yang terjadi di hari esok, di tengah melamun tersebut Baron yang duduk di sebelah mengatakan sesuatu.
"Ada apa Rang? apa ada sesuatu mengganggumu hari ini. Guru bahasa inggris sudah datang loh." ucap Baron.
Rangga yang melamun tidak sadar akan kehadiran guru bahasa Inggris tersebut, ia hendak menyiapkan bukunya dan mengambil posisi seperti biasa.
Sementara di kelas 2-2, Rani nampak mengkhawatirkan Rangga. Ia berpikir jika besok Rangga tidak akan pergi sekolah karena insiden kemarin.
"Apa aku harus mengambil nomornya untuk mengabariku besok" Ucap Rani yang bengon kemudian mengatakan hal itu dengan suara keras.
"Ada apa Rani! ! kau mengagetkan kami disini."
Ucap wali kelas Rani yang sudah datang dari awal.
"Tidak papa Bu" ucap Rani yang kegirangan.
Waktu terus berjalan, setiap detik dan menitnya mengikuti angka dimana jarum jam pendek itu bergeser ke angka 1 hingga tedengar suara yang begitu kencang menandakan berakhirnya waktu belajar.
"Akhirnya !" ucap Olivia.
Semua siswa semangat mengambil tasnya lekas ingin pergi dari ruang belajar tersebut tak terkecuali dengan Rangga yang ketiduran di jam pelajaran terakhir ini.
"Oi Rangga bangun. Guru sudah pergi waktunya pulang kawan, apa kau ingin bermalam di sini ?." Ucap Baron sambil memegang tasnya itu.
Rangga terbangun dan melihat di setiap meja dan kursi yang ada di sana,tinggal mereka berdua belum lekas keluar dari kelas.
"Ah...hm aku ketiduran kah ?" ucap Rangga.
"Tentu saja, tidur mu sangat nyenyak sampai-sampai bunyi meja yang bergeser dan hentakan kaki hanya kesunyian bagimu" ucap Baron yang kesal.
Mereka berdua beranjak keluar meninggalkan kelas tersebut. Disaat mereka hendak turun dari tangga, sosok siswi menghampirinya yang tak lain adalah Rani.
"Hey ! Rangga ! tunggu sebentar." ucap Rani.
Rangga yang menoleh dari belakang hanya memasang ekpresi datar seakan ingin menghindar dari permasalahan.
Rani yang menghampirinya tersebut ingin mengatakan sesuatu.
"Rangga, anu, hmmm aku ingin bertukar nomor denganmu." ucap Rani dengan tersipu malu.
Baron yang mendengar tersebut merasa cemberut karena ia tidak perna bertukar nomor dengan seorang gadis sebelumnya bahkan di dalam handphone nya hanya sebuah grup dari kelas saja.
"Apa kamu tidak ingin memintanya dariku ?" ucap Baron yang tersenyum malu.
"Itu bukan urusanmu, kau tidak penting. Aku hanya ingin meminta nomor Rangga." ucap Rani sambil menatap Rangga.
Baron yang mendengar hal tersebut merasa kesal, di samping itu Rangga yang mendengarnya lekas pergi meninggalkan mereka berdua tanpa sepatah kata.
"Hey Rangga tunggu !" ucap Rani dengan penuh kekesalan.
Baron yang melihat Rani di cuekin sam Rangga merasa kasihan.
"Tunggu sebentar !" ucap Baron sambil menahan dengan memegang tangan Rani.
"Apa lagi !, aku hanya ingin nomor Rangga. Ini penting jangan menggangguku." Ucap Rani yang kesal sambil melepaskan tangannya itu.
"Aku mengerti, aku paham maksudmu tapi ada satu cara, percayalah." ucap Baron.
Rani yang mendengar hal tersebut akhirnya menyerah mengejar Rangga yang beranjak jauh dari mereka.
"Bagaimana caranya ?" ucap Rani.
"Di dalam grup WA Rangga juga berada disini, jadi kau ambil saja dari grup kelasku" ucap Baron sambil memperlihatkan isi setiap anggota di grup kelas 2-3.
"Tapi itu tidak menguntungkan sama sekali apalagi mengambilnya tanpa sepengetahuan Rangga sendiri." ucap Rani yang berpikir.
"Jika kau bersikeras dengan menggoda Rangga agar mengizinkan mu bertukar nomor maka itu mustahil. Kau tahu sendiri sikap Rangga bagaimana." Ucap Baron yang meyakinkan Rani.
Rani yang masih berpikir akhirnya memutuskan untuk mengambil nomor tersebut lewat bantuan Baron, Olivia yang dari tadi mendengar percakapan tersebut di belakang kelas Rangga tiba-tiba memunculkan diri.
"Wah ternyata kau membuat rencana yang bahkan melebihi pencurian, bukankah itu tindakan jahat ? ketua PMR." ucap Rani dengan nada memprovokasi.
"Hm.. jadi kau mendengar semuanya yah, kau seperti pengutit yang handal" ucap Rani yang kemudian menaruh Hp nya tersebut di dalam sakunya.
"Apa ? penguntit ? bukankah sama saja bagimu yang mengambil tanpa seizin orangnya itu ?" ucap Olivia.
"Kau tahu ketua OSIS, aku membutuhkannya karena satu alasan. aku tidak ingin mempermasalahkan hal yang tidak penting disini bersamamu sekarang. aku pergi dulu, by." ucap Rani hingga beranjak meninggalkan anak tangga yang di pijakinya.
"Dasar ! hey kau Baron, apa kau tidak takut ? kau tahu Rangga itu bagaimana ?." ucap Olivia dengan tatapan sinis.
"Aku kasihan padanya, mungkin besok Rangga tidak pergi sekolah karena hukuman yang di berikan." Ucap Baron.
Olivia yang mendengar hal tersebut bernajak pergi meninggalkan Baron.
Baron yang melihatnya merasa kesal karena selalu saja ditinggalkan sendiri.
"Apa apaan ini, Rangga pergi. Rani yang sudah di tolong malah ninggalin bukannya di ajak, trus ketua OSIS yang menyebalkan itu pergi tanpa sepatah kata. Arrghh..." Ucap Baron dengan rasa kesal.
(Luar sekolah)
Di samping jalan, Rangga hendak menunggu sebuah angkot. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan namun tiba- tiba Rani mendatanginya.
"Hey Rangga, apa kau menunggu angkot untuk pulang ?" ucap Rani.
"Ya" dengan ekpresi datar ia Rangga hanya mengatakan 2 huruf saja.
"Baiklah, aku tidak akan mengganggumu,aku pulang duluan" ucap Rani sambil mengayungkan tasnya dengan rasa senang.
Rangga yang melihat Rani berjalan sendiri tiba-tiba Baron menghampirinya.
"Hey Rangga,mengapa kau masih disitu?" ucap Baron yang datang.
"Hm, apa aku bisa meminta tolong padamu?" Ucap Rangga sambil melihat ke arah Rani.
"Apa itu?" ucap Baron.
Sebelum Rangga hendak mengatakan sesuatu kepada Baron, tiba-tiba mereka di kejutkan dengan kedatangan Olivia.
"Hey Rangga ! apa yang kau lakukan disini ? kenapa kau belum pulang".
Rangga yang melihat Olivia tiba-tiba menyuruh mereka berdua untuk menemani Rani pulang.
"Baron, Olivia ! temani dia pulang." Ucap Rangga sambil menunjuk ke arah Rani.
Olivia yang mendengar hal tersebut membantah.
"Tidak ! aku menolak !. Dia bisa pulang sendiri." ucap Olivia.
Sementara itu Baron yang mendengar permintaannya Rangga tersebut hanya mengiyakan.
Olivia yang melihat Baron setuju atas permintaannya mengatakan sesuatu.
"Kenapa bukan kamu saja yang pergi." ucap Olivia dengan penuh kesal.
Rangga yang mendengar hal tersebut berkata
"Baron hari ini aku sibuk dengan sesuatu, aku meminta tolong padamu antar mereka berdua, seorang gadis pulang sendiri itu tidak baik."
Olivia yang kesal akhirnya mengerti namun lagi-lagi ia menolak permintaan Rangga.
"Biarkan aku pulang sendiri." ucap Olivia dengan nada keras.
Baron yang kebingunan akhirnya lekas pergi menghampiri Rani, Olivia yang melihat itu mengatakan sesuatu kepada Rangga .
"Mengapa kamu menghindari kami ? Apa ada sesuatu yang terjadi pada dirimu ? oi Rangga jawab ?".
Rangga yang mendengar hal tersebut hanya diam dan tidak ingin menjawab pertanyaan ketua OSIS itu.
Olivia jengkel akan sikap Rangga dan bergegas pergi. Ia menghampiri Rani dan Baron yang kini jauh berjalan.
"Anak itu benar-benar menyimpan rahasia yang bahkan mungkin wali kelasnya sekalipun tidak tahu, itu sikapnya yang memang begitu. Arrgh rasanya aku ingin mengetahui semua tentangnya lebih dalam" ucap Olivia dalam hati sambil berjalan menghampiri Baron dan Rani.
Rangga menatap mereka hingga menjauh berjalan, tanpa ia sadari sudah banyak angkot yang singgah dan pergi dari hadapannya itu.
"Apa besok aku bisa tenang ?. Apa ruang dan waktu bisa menemaniku lebih lama tanpa ada yang mengganggu ? atau kah aku",
"mungkin aku akan bertemu dengannya sambil bermain dan bercerita, hm rasanya ini benar-benar membuatku bingun". ucap Rangga dalm hati .
"Mungkin besok kita bertemu, apa aku harus menceritakan semuanya tentang ini atau lebih baik ah, hm Argh entahlah. Aku ingin pulang saja." ucap Rangga yang lagi-lagi bergumam sambil menatap ke langit.
(To be continued)