Chereads / Kehidupan Baru dari Ingatan Masa Lalu / Chapter 5 - Ch.5 PERKELAHIAN YANG TAK TERHINDARI

Chapter 5 - Ch.5 PERKELAHIAN YANG TAK TERHINDARI

CHAPTER 5

(Di luar sekolah)

Rangga hendak membantu Baron yang tersungkur hingga jatuh ketanah,

"Tidak papa. Lututku hanya lecet sedikit,si Rehan itu melakukannya dengan sengaja. Mungkin ia kesal hari ini".

Di tengah ocehan Baron, tiba tiba dari belakang.

"(Plok...boom....pank.. , memukul dan sekaligus menendang Rangga secara bergantian) woi, apa rasanya membuatmu ingin mati ? Si sampah ini sudah malas untuk hidup, hahahaha. Oi bangsat, apa yang kau katakan barusan tadi, ah ? Kau ingin cari mati ?".

Rangga yang tidak terima perkataannya (Baron memegang tangan Rangga dengan rasa takut) kemudian beranjak meninggalkan

lokasi tersebut dan masuk ke dalam sekolah.

" (Dengan penuh amarah) Kamu istirahat disini."

Ditengah perbincangan tersebut di dalam sekolah, sebelumnya Rehan dan teman temannya mengucilkan bahkan teriak dengan sesuatu yang membuat hati risau.

" Woi duo bodoh ! Mau kemana kau sampah ? Apa masuk dalam situ menyelesaikan urusanmu denganku ? Hahahah. Dengar bangsat, selama kalian tidak keluar, aku akan tetap menunggu sampai kau menyerah untuk hidup hahaha".

Rangga mulai tak terkendali, semua ucapan yang di lontarkan oleh Rehan semakin menjadi jadi.

Ia mulai bergegas kembali keluar, sambil berlari ke arah Rehan.

"Kau sombong hanya karena memukulku dari belakang bajingan, apa itu keahlian mu ? Dasar pecundang !".

Lari begitu cepat hingga melompat kearah Rehan ,sambil memasang kuda-kuda, perkelahian kini tak bisa dihindari.

Disamping itu....

(Dalam sekolah lantai 2 )

Olivia berjalan menuju tangga bawa, sementara itu Rani berada di koridor dekat tangga, ia dikagetkan dengan keberadaan Baron.

"Hey,tunggu bukan kah kamu teman kelas Rangga ? Mana Rangga ?"

Rani melihat hal itu terkejut.

" Ah ini."

" Apa yang terjadi ?, kenapa dengan lututmu yang berdarah, tunggu aku akan mengambil kotak P3K di UKS"

Baron yang mendengar hal tersebut mengiyakannya.

Usai Rani pergi meninggalkan Baron sementara mengambil kota itu, Olivia datang dan dikagetkan dengan keberadaan Baron yang seperti pengemis, (Sebagian guru pulang dan sebagian yang bertugas hingga sore berada di lantai 2 , jauh dari tempat koridor).

" Hey apa yang kau lakukan disini,mana Rangga ? Apa dia duluan ?"

" Eh, ketua OSIS "

" Apa yang (seketika pandangannya teralihkan oleh lutut Baron yang berdarah) eh tunggu, apa yang terjadi ? Apa ini ulah Rangga ? ".

Baron yang ingin menjawab pertanyaan Olivia, tiba-tiba Rani datang membawa kotak P3K, Rani yang mendengar perkataan Olivia juga membentak dengan keras.

"Woi ketua ! Itu tidak mungkin ! Apa yang kau pikirkan ? Kenapa kau berpikir bahwa ini semua ulah Rangga ?"

Dengan wajah kesal sambil menatap Olivia, suasana yang begitu panas akhirnya Baron buka mulut.

"Tidak ! Tunggu ! Kalian berdua diam dulu, woi. Dengarkan penjelasan ku. Ini bukan ulah, ah sakit aduh duh duh duh."

Belum sempat mengatakan kejadian tersebut seketika kaki Baron terasa perih, hingga kemudian Rani berusaha mengobati luka tersebut.

(Di luar sekolah)

Rangga melompat begitu tinggi.

"(Menendang bagian perut Rehan kemudian memukul wajah) chuss.....pakk....boomm...., apa yang kau katakan tadi bajingan"

Rehan yang tidak terima kemudian membalasnya.

"(Memukul ke arah wajah) plok...pack....plak..., wah ternyata kamu tidak menyayangi nyawa yah".

Mendengar hal itu emosi Rangga semakin meluap, meski tersungkur jatuh ketanah, ia bangkit lagi dan kemudian membalasnya.

"(Rangga seperti layaknya petarung yang mencari celah) hmm, ya baru kali ini bertemu dengan bajingan sepertimu".

Perkelahian yang sangat sengit hinggga satu momen dimana Rangga tidak bisa di kendalikan oleh emosinya, ia berkata dengan epic.

"Apa kau tahu arti tentang kematian, apa itu kau yang memilih ?, apa kau atur waktunya, bajingan ! Nyawa itu berharga, tidak seharusnya dibayar oleh apapun. Jika saja aku hidup ah tidak, jika saja kau mengerti arti kehidupan.

Semakin mengingatnya semakin membuatku ingin terus memukulmu, rasanya seolah kau tidak bersyukur untuk hidup kurang ajar".

Ocehan demi ocehan di lontarkan seluruh siswa menyaksikan itu, tidak ada satupun yang berani ikut campur bahkan melerainya.

Rehan mulai serius dengan pukulannya hingga membuat Rangga terkapar ketanah lagi.

"Apa cuma begini ? Kau benar benar membuatku marah, besok kau tidak akan bernafas lagi, aku mulai serius, semoga temanmu bisa menyelamatkanmu hahaha".

Pukulan demi pukulan hingga Rangga hanya bisa bertahan untuk menunggu momen.

"(Dalam hati) Semakin aku mengingat sesuatu itu, maka semakin pula hidupku terasa percuma tapi kenapa orang-orsng tidak perna peduli dengan dirinya, berhenti bernafas besok ?".

Akhirnya dengan pikiran yang tenang Rangga mampu mengunci dan mengembalikan keadaan.

Sebuah benturan kepala yang keras membuat batok kepala Rehan merasakan sakit, begitupun dengannya.

(bunyi : pok.... krokk....boom....)

"Sakit bajingan" Ucap Rehan.

"Ah ? (Sambil mengalihkan pembicaraan, ia menendangnya dengan keras, hingga membuat Rehan terjatuh baring,tulang belakang nya merasakan sakit) Apakah ini maksud mu, (tidak sampai disitu, bahkan ia mengunci pergerakan Rehan dengan menaiki perutnya dan menarik kera baju Rehan) apa yang kau katakan sebelumnya ? Kau tahu arti penting nya bernafas di hari esok, atau kau tidak tahu arti kehidupan, woi jawab bangsat".

Rangga yang emosinya meluap kembali memukul wajah Rehan tanpa belas kasihan, semua siswa mulai panik.

"Woi bajingan" (Plak...)

"Bangsat" (Plak....)

"Mati kau" (Plak...)

"Apa kau tahu" (Plak...)

" Ketika kau mati" (Plak...)

"Kau tidak bisa bertemu siapa-siapa" (Plak...)

"Jawab". (Plak...)

"Waktu tidak mengembalikan mu". (Plak...)

"Bahkan jiwamu tidak kembali ke tubuhmu". (Plak...)

"Jika kau mati" (Plak...)

"Jika kau memiliki waktu untuk mati" (Plak...)

"Jawab bajingan!" (Plak...).

Ocehan demi ocehan yang di ucapkan oleh Rangga sambil memukul nya hingga hidung Rehan mengeluarkan darah, matanya mulai lebam, dan bahkan tidak sanggup lagi bergerak.

Teman Rehan yang melihat hal itu menahan tangan Rangga.

"Sudah cukup ! Dia sudah kalah.apa kau betul-betul ingin membunuhnya". Ucap Eko salah satu teman kelas Rehan.

Rangga tidak peduli dan menyingkirkan tangan Eko. Disamping itu, para siswa berteriak ketakutan. Emosi Rangga menjadi-jadi, bahkan tidak ada yang berani melerainya, karena ini sebuah kesepakatan dari Rehan sendiri.

(Di dalam sekolah depan koridor)

Baron menjelaskan semuanya pada Rani dan Olivia.

"Jadi ini bukan ulah dari Rangga, ini karna senior bajingan itu".

Rani yang mendengar keributan di luar dia lekas pergi, ia sangat mengkhawatirkan kondisi Rangga.

"Woi kau mau kemana ?" Ucap Olivia.

Namun Rani tidak mempedulikan teriakan tersebut, beranjak keluar dari sekolah.

Olivia yang melihat itu kemudian ikut untuk melihat kondisi keributan di luar.

"Kamu tunggu di sini, pasti Rangga sedang berkalahi dengan senior itu"

"Tolong ! Cepat ! Senior itu bertiga, cepat hentikan."

Baron yang juga mulai khawatir menyarangkan Olivia untuk mengakhiri perkelahian tersebut.

Disamping itu...

Semua orang panik,ketakutan,bahkan teman dari Rehan yaitu Rafli ingin sekali melerainya, namun ia takut dan Eko hanya bisa diam.

Tiba-tiba Rani yang berlari menghampiri di tengah situasi itu, ia memegang tangan Rangga.

"sudah cukup Rangga, Rangga kumohon sadarlah, (berteriak dengan air mata berjatuhan) Rangga sadarlah !".

Seketika Rangga berhenti memukul, perlahan emosinya meredah. Ia hendak melepaskan tangan Rani.

"Apa yang kulakukan ? apa ini ? darah (menatap wajah Rehan, hidung yang berceceran darah) kenapa ? ada apa ? sial ! aku tidak bisa mengendalikan diriku".

Rani yang mendengar perkataan itu, gemetaran, ia memanggil seseorang untuk membawa kotak pertolongan.

"Tolong siapa saja,cepat ke UKS ! Ia akan kehabisan darah jika di biarkan kan ! kumohon siapa saja".

Eko yang mendengar itu kemudian pergi.

Olivia baru sampai di lokasi.

"Bubar ! kalian semua bubar. Ini bukan ajang pertunjukkan, kalo tidak bubar aku telepon polisi sekarang dan guru di dalam".

Di samping itu...

"Ah sekarang aku mengingatnya (sambil merangkul tas)" Ia berbisik sesuatu kepada Rani.

"Baron ada di dalam, antar dia pulang".

Rani yang mendengar itu kemudian membalasnya.

"Tunggu, kau juga harus di obati"

"jangan pergi dulu"

hey Rangga lukamu juga berat! ".

Rangga tidak peduli dan ingin pergi dari tempat itu. Namun Rehan yang perlahan sadar, ia menahan Rangga dengan tangannya.

"Tunggu".

(To be continued)