Pemburuan mereka hari itu sedikit mengecewakan, namun Gladis terus berusaha mencari nama merk dan jejak ban tersebut. Butuh waktu satu minggu lamanya Gladis berhasil menemukan nama merek sebuah pabrik pembuatan peti dan tak disangka bahwa peti yang mereka temukan waktu itu adalah bukan merk pabrik pembuatan peti, tetapi adalah merek sebuah perusahaan tekstil.
Hal itu semakin membuat Gladis tambah penasaran, ia langsung meminta data sebuah perusahaan yang ada di kota K. Melewati beberapa tempat dan sampai di tempat tekstil terakhir. Gladis menemukan sesuatu yang sangat janggal dalam perusahaan tersebut.
Merk itu hanya digunakan oleh seseorang kelas atas yaitu para menteri dan pemilik perusahaan terkenal. "Apa kau yakin, Pak?" tanya Gladis ingin memastikan bahwa apa yang ia dengar adalah kebenaran.
"Tentu saya yakin karena kami bagian produksinya," jawabnya begitu serius.
"Terima kasih atas informasinya, Pak." Gladis membungkukkan badannya dan pergi.
Hal itu langsung dilaporkannya kepada ketua tim The One. Mereka langsung bertemu di sebuah cafe dan mendiskusikan masalah ini serta mencari tahu siapa yang sering memakai merk tersebut. Seharian mencari tahu akhirnya mereka menemukan sebuah bukti baru bahwa yang menggunakan merk tersebut adalah seorang bos mafia yang terkenal dengan kejam dan arogan.
"Sangat sulit bagi kita menangkapnya, tetapi aku memilik sebuah cara," ucap Daniel melirik ketiga anak buahnya.
"Apa, Pak?" tanya Gladis sangat penasaran.
Daniel tersenyum kecil dengan gaya khasnya menaikkan satu alisnya dan langsung mengajak ketiga anak buahnya untuk mendekat dan membisikkan rencana mereka.
"Baiklah, kami akan menemui anak buah mafia itu sekarang," balas Reno dan Boy langsung bergegas pergi.
"Apakah Bapak yakin dengan rencana ini?" tanya Gladis sedikit khawatir karena ia juga tahu bahwa bos mafia yang bernama Baron itu tidak akan mudah diajak kompromi.
"Kalau bisa dengan cara yang baik, kenapa harus dengan cara kekerasan," balas Daniel begitu yakin.
Mereka berdua beranjak dari duduknya dan menuju ke mobil sambil menunggu kabar dari Reno dan Boy. Tak lama kemudian, ponsel Daniel berdering satu panggilan masuk langsung memberitahukan bahwa rencana mereka gagal karena Baron enggan diajak berkompromi. Hal itu membuat Daniel naik pitam.
"Ayo, kita pergi ke tempat nongkrong si bos mafia itu sekarang! Berani sekali dia menolak niat baikku," ketus Daniel menggertakkan giginya karena kesal.
Gladis menelan salivanya ketika melihat ketua timnya mengemudikan mobil dengan kecepatan begitu hingga membuat spot jantung. Akhirnya mereka sampai di sebuah cafe yang bertuliskan Rolland Cafe terpampang jelas di pintu masuk. Tempatnya begitu asri dengan hiasan taman kecil yang berjejer bunga-bunga mawar beraneka warna di tepi Cafe.
"Sebaiknya kau duduk di taman ini saja karena aku tak ingin membuatmu dalam bahaya," titah Daniel menatap Gladis karena sia tahu perempuan itu baru saja sembuh karena tragedi waktu itu.
Tak ingin berdebat dengan ketua tim The One. Dengan sangat terpaksa Gladis pun harus mengikuti perintah atasannya. Pria bertubuh kekar itu langsung masuk ke dalam cafe.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria bertato dengan satu tongkat di tangan kanannya.
Daniel tersenyum kecut dan menjawab,"Kenapa kau masih tidak ingin berkompromi baik denganku? Apakah kau ingin aku mengungkap semua kasus penyelundupan senjata palsu yang telah kau lakukan?"
Pria yang telah berumur itu langsung menoleh ke arah Daniel dan menggertakkan giginya, "Bagaimana kau bisa tahu hal itu?" tanyanya menoleh ke arah Daniel.
"Apa kau pikir aku ini Polisi bodoh!" tegasnya langsung menatap nanar ke arah Baron.
Tanpa pikir panjang lagi dan tidak ingin usaha yang baru saja dirintisnya bangkrut mendadak dan bermasalah karena diketahui seorang polisi yang pernah memenjarakannya, maka Baron memberi tahu sebuah merk pembuat peti tersebut.
"Hanya itu yang aku ketahui, tetapi dari kaabr yang aku dengar bahwa pemilik merk tersebut sangat misterius," balasnya menatap Daniel begitu dalam.
Tatapan pria itu membuat Gladis yang sengaja menguping pembicaraan mereka sedikit curiga, ia merasa ada sesuatu hal yang aneh. "Mengapa aku merasa janggal?" ucapnya dalam hati seraya terus berdiri tak tenang di taman cafe.
Setelah keluar dari cafe, Daniel langsung mengajak Gladis mengujungi sebuah yang diberitahukan Baron tadi. Benar saja kecurigaan Gladis begitu tepat bahwa Baron sengaja menjebaknya dengan mengurung mereka di sebuah pabrik tekstil miliknya.
Merasa mendapat umpan yang baru Baron meminta anak buah yanga ada di lokasi pabrik untuk tetap menjaga pabrik tersebut dan jangan sampai polisi yang terkenal licik itu kabur karena saat ini dia sedang dalam perjalanan menuju ke tempat kejadian.
Merasa ponsel yang sedang dipegangnya berdering dengan sigap pria beumur itu langsung menerima panggilan.
"Halo, ada apa, Bos?" tanyanya sambil tersenyum kecil.
["Apakah kau berhasil menangkap dua polisi itu?"]
"Sudah, Bos. Anak buah saya sudah mengurung mereka di pabrik tekstil milikku," jawabnya dengan bangga karena telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
["Bagus! Beri mereka pelajaran dan jangan sampai merk itu terungkap karena kau tahu sendiri bila merk tersebut terkuak kau akan tewas di tanganku."]
"Baik, Bos," jawab Baron langsung mengangguk karena dia tahu bila sampai terkuat maka nyawa pun taruhannya.
Pria pincang itu langsung meminta sopirnya segera cepat sampai di pabrik. Mengepalkan jemarinya seraya terus bergeming, "Kenapa pria ini selalu saja menyusahkanku." Baron melangkah keluar dari mobil dan langsung berjalan menuju ke pabrik tekstil dengan menyuruh seorang pria di sampingnya mengenakan sebuah topeng.
"Pakailah topeng ini dan terus ancam dua orang itu untuk mundur dari kasus yang tengah mereka selidiki," ucap Baron menatapnya tajam.
"Baik, Bos," balasnya tersenyum.
Baron langsung duduk santai di sebuah ruangan kosong yang hanya ada dua televisi di sana. Berpangku tangan sambil tersenyum kecil karena Daniel selalu saja menganggap enteng setiap permasalahan. Bahkan polisi tersebut menyiakan seorang saksi yang sesungguhnya hingga lupa bahwa dia salah menangkap tersangka di saat kasus istrinya lima tahun lalu.
"Aku tidak akan melepaskannya karena aku ingin membalas dendam karena kematian istriku! Bisa-bisanya dia sala informasi dan memberi hukuman atas tindakan yang tidak dilakukan istriku," decaknya sangat kesal.
Mengingat kejadian itu membuatnya begitu sedih hingga matanya berkaca-kaca sebab itulah dia terjun menjadi seorang mafia dan melakukan banyak penyelundupan barang-barang palsu yang bisa menguntungkannya.
Baron sangat berterima kasih sekali kepada atasannya karena telah memberi kesempatan untuk membalaskan dendamnya. Seketika pria itu mengerutkan dahinya ketika melihat ada seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam pabrik tanpa diketahui anak buahnya.
"Cepat tolong mereka sekarang!" perintah Baron sontak saja bangun dari duduknya seraya melirik beberapa anak buahnya.