Tidak ada respon sedikit pun dari Erlan. Kedua matanya terasa enggan untuk melihat ke arah perempuan yang sedang berbicara dengannya.
Di balik badan kekar yang terbalut kemeja polos berwarna putih, menyirat dentuman hati yang sebisa mungkin Erlan tahan.
"Bagaimanapun juga, saya tidak boleh lemah di hadapannya," batin Erlan.
Sedangkan Clara, ia masih sama. Berharap laki-laki yang menyebutnya sebagai suami, mau menatapnya seperti yang ia inginkan. Tidak lain karena Clara ingin melihat siapa suaminya itu.
Sebenarnya tidak masalah jika Erlan tidak mencintainya. Namun, saat Clara memberi tahu perihal kehamilannya, seharusnya ia senang. Bangga karena wanita yang saat ini menjadi istrinya telah menjadi istri yang sempurna. Namun kenyataan malah sebaliknya, Clara sama sekali tidak menemukan ekspresi kegembiraan yang terpancar dari wajah Erlan.
"Kenapa diam? Aku tidak ingin melihat punggungmu, aku hanya ingin melihat kedua matamu," ucap Clara.