Chereads / Terbelenggu Dendam Duda Kaya Raya / Chapter 2 - Bab 2 Menikahlah Denganku!

Chapter 2 - Bab 2 Menikahlah Denganku!

Perasaan was-was menyelimuti perasaan Clara. Timbul pemikiran semacam, manusia seperti apa yang sedang ia hadapi saat ini? Untuk sejenak, Clara mengagumi ketampanan laki-laki di hadapannya. Jas hitam yang ia kenakan, masih bisa memperlihatkan tubuh kekarnya yang menjadi impian banyak orang. Ditambah matanya yang begitu menawan, seakan mampu membius para wanita hanya dengan sekali kedipan.

Clara menarik nafasnya dalam, membuang jauh-jauh semua ketakutan di dalam dirinya.  

''Sa-saya ingin meminta keringanan biaya, serta tenggang waktu pada rumah sakit ini, Tuan. Saya mohon, bantulah saya.'' 

Clara menghembuskan kasar nafasnya, sembari menunggu jawaban laki-laki di depannya. 

''Kau bukan orang spesial, rendah, dan hina. Tidak tau dari mana sehingga mulutmu sangat berani mengatakan hal ini. Sungguh tidak tau malu.''

Sejenak laki-laki itu berhenti, mengatur kembali napasnya, dan menelan saliva untuk beberapa saat. 

''Satu lagi, aku tidak pernah memberikan suatu kebaikan secara gratis. Jika tidak sepadan, jangan harap kau bisa menemukan kebaikan dari  diriku.'' 

Erlan kembali melanjutkan perkataannya. 

Wanita di hadapannya ini, tidak lain hanya seekor kupu-kupu kecil yang sebentar lagi akan terperangkap masuk ke dalam jebakannya. 

''Apa yang bisa saya berikan?'' 

Suara Clara terdengar sangat jelas, dan menantang. Namun bibirnya terus bergetar.

Suara ketakutan dari bibir Clara, justru terdengar merdu di telinga Erlan. Ini hanya awal, kedepannya Erlan bisa memastikan bahwa suara itu akan menjadi lagu pengiring setiap waktu. 

''Seperti yang aku bilang tadi, tidak ada yang gratis di dunia ini. Kebaikan yang selama ini aku beri, kelak akan kuminta ganti rugi. Jika kamu tidak bisa menggantinya dengan materi, aku hanya minta satu hal : tubuhmu!"

Jawab Erlan sambil menatap dalam pemilik bola mata coklat di hadapannya. Ucapan laki-laki itu seperti sebuah petir yang menyambar gendang telinga Clara.

Gila! Dia sungguh tidak waras.

Batin Clara dalam hatinya. 

"Tubuhku? Maksud Tuan, kau ingin aku menikah denganmu?" tanya Clara dengan perasaan kacau. 

Erlan memberi anggukan tegas, rupanya dia tak ingin berbasa-basi lagi dengan gadis itu. 

''Tuan, saya masih berusia 19 tahun. Tidakkah ada persyaratan lain dari ini? Lagipula kau bisa mencari istri yang sama-sama dewasa.'' 

Sesaat setelah itu, Clara langsung menundukkan kepala. Laki-laki di hadapannya itu  sungguh terlihat seperti seorang pria dewasa. Mengingat usianya yang menginjak 30 tahun, justru membuat Clara semakin tidak sudi menerima tawarannya. 

Terlebih lagi wanita itu belum tau dengan siapa ia berbicara. Bernegosiasi dengan keluarga Wesly, sama saja membangkang perintahnya.

''Justru saya suka gadis kecil sepertimu.'' 

Erlan mengangkat pinggulnya, lalu menggeser kedua kakinya untuk mendekati Clara. Kemudian berjalan memutar pelan mengitari tubuh Clara. 

''Bagaimana?'' 

Tanya Erlan lagi .

Mata Clara bergerak ke atas, samping, bawah. Hatinya berdebar tidak karuan. Kedua mata Erlan yang terus menyorot dirinya, membuat Clara semakin merasa tidak nyaman. 

Kali ini Clara berpikir bahwa tatapan laki-laki itu seolah-olah ingin menelanjangi dirinya saat ini juga. Dia memang pria dewasa, tetapi tak disangka juga terlihat begitu bernafsu ketika memandang seorang gadis kecil sepertinya.

Clara masih terdiam.

'Sialan! Laki-laki itu sungguh kehilangan akal sehatnya.' 

Entah berapa kali kalimat umpatan terucap di hatinya.

''Dalam hitungan ketiga, kamu sudah harus menjawabnya.''

Satu… Dua… Ti…ti…

''Saya bersedia.'' 

A' Tidak. 

Clara lepas kendali. Tentu ini bukan suatu drama yang kebanyakan happy ending. Menikah dengan Wesly sama saja membuka gerbang neraka dunia yang sesungguhnya. 

'Semua demi Mama!' batin Clara dalam hati. 

Seketika Erlan langsung melempar senyum miring. Seakan berkata, YA! BERHASIL. 

''Cukup pintar.'' 

''Apa yang sudah kau ucapkan, tidak bisa ditarik kembali.''

Ucap Erlan dengan wajah datarnya. Gadis itu perlahan berhasil masuk ke dalam perangkap yang selama ini sudah ia buat. 

''Ya. Kapan ibuku bisa di operasi?''

Clara tidak sabar ingin melihat ibunya segera sembuh. Lagipula menikah dengan seorang konglomerat tidaklah buruk. Meskipun usia mereka terpaut 11 tahun, wajahnya masih terlihat sangat tampan. Setidaknya ia dan ibunya bisa menumpang hidup dengannya. 

Oh, tidak! 

Pemikiran Clara benar-benar lugu. Mengira realita sama dengan drama, adalah hal terbodoh yang pernah dipikirkan seorang manusia. 

''Secepatnya! Itu pun kalau saya tidak berubah pikiran.''

Jawab Erlan sembari mengangkat ujung alisnya. Ia berniat mempermainkan Clara terlebih dahulu. 

''Pergilah dari hadapanku. Saya sudah bosan melihatmu!'' 

Hati gadis itu merasa tersentak, bagaimana bisa ia menyanggupi persyaratan untuk menikah dengan seorang pria kasar sepertinya. 

Sebagai seorang wanita jelas timbul banyak pertanyaan di dalam dirinya saat ini. Kalau memang laki-laki tua itu enggan melihatnya, lalu buat apa ia menciptakan syarat sebuah pernikahan. Sungguh aneh. Bahkan di dalam kelopak matanya, tidak ada sedikit pun rasa ketertarikan pada diri Clara.

''Satu lagi, jangan coba-coba untuk mempunyai niat melarikan diri. Aku tidak akan membiarkanmu, dan ibumu tidur dengan nyenyak kalau hal itu terjadi.''

Erlan menatap Clara dengan tajam. Tidak hanya sebuah gedakan, tentu juga menjadi sebuah peringatan yang haram untuk dilanggar.

''Iya, Tuan! Asalkan ibu saya bisa selamat, saya tidak akan lari.'' 

Iris mata biru dan iris mata cokelat saling beradu tatap. Hingga beberapa saat kemudian Clara membalikkan badannya, melesatkan kakinya ke luar ruangan dengan cepat. 

Hidung Clara berdenyut, bulu-bulu halus di dalamnya seakan ikut merasa lega karena telah keluar dari ruangan berhawa panas. Aliran darahnya yang sedari tertahan, kini sudah mulai berjalan dengan normal. Pertukaran oksigen dengan karbondioksida juga ikut bersalipan dengan lancar. 

Kemudian, Clara termenung. Kembali memikirkan kehidupan yang akan ia tempuh setelah ini. Menikah dengan seorang tuan yang dingin dan tidak berperasaan, memungkinkan ia akan mengalami hari-hari yang sulit. Bahkan namanya saja ia masih tidak tahu. 

Clara kembali berpikir, bagaimana jika nanti ibunya sadar, dan tau bahwa anaknya akan menikah dengan seseorang yang kejam demi dirinya, mungkin dia akan terus merasa bersalah sepanjang hidup. 

Tidak! Clara pikir pura-pura mencintai laki-laki itu menjadi pilihan yang sangat tepat saat berada di hadapan ibunya. Namun laki-laki itu? Apa mungkin mau berkompromi untuk persoalan yang menyangkut pribadinya?

Omong kosong! Dia pasti tidak akan mau membantunya dengan cuma-cuma.  

***

''Apa lo sudah gila, Ra?'' 

Reva mengerutkan dahinya, menatap tajam seorang wanita yang berada di depannya. 

''Aku tidak punya pilihan lain. Tidak ada cara lain lagi selain menikah dengan tuan muda itu.''

Clara menggeleng kepalanya. Memperlihatkan ketidakmampuannya menghadapi situasi serumit ini. Ia tau dirinya memang sudah gila, gila karena mau menikah dengan seorang laki-laki yang tidak berperasaan orang itu.  

''Clara … bahkan ia bukan tuan muda lagi!'' 

''Maksud kamu?'' 

''Selain usianya yang sudah tua, dia juga pernah menikah. Namun ia kehilangan istrinya saat insiden kecelakaan empat tahun yang lalu, dan anaknya—''

Reva terhenti, sembari mengingat kembali informasi yang ia ketahui. 

''Anaknya saat ini sedang koma karena pada saat kecelakaan itu kepalanya terbentur hebat, dan menghantam otaknya dengan sangat keras. Apa lo tau nama tuan yang kau maksud?'' 

Clara menggeleng kepalanya. Jangankan menanyakan nama, bahkan menghirup udara di depannya pun terasa sangat mencekam. 

''Astagaa!!! Lalu apa yang lo tau tentang dirinya, Ra?'' 

Tanya Reva lagi. Raut wajahnya sangat pasrah melihat ketidaktahuan Clara mengenai calon suaminya itu. 

Clara menggelengkan kepalanya untuk kesekian kali. 

Reva menarik nafas dalam, menggigit bibirnya untuk beberapa saat. 

''Laki-laki itu bernama Erlan Wesly. Wesly adalah marga yang dihormati dan disegani di kota ini. Namun, siapa pun yang berani berurusan dengannya, sudah dipastikan orang itu tidak akan pernah menghirup udara dengan bebas.'' 

Reva sangat tau jelas dengan kebinaran keluarga Wesly. Salah satu kakak perempuannya pernah menjadi murid magang di RS. Royal Wesly. Sedikit banyak kakaknya  sering bercerita mengenai manajer sekaligus pemilik rumah sakit itu.