Chereads / Terbelenggu Dendam Duda Kaya Raya / Chapter 3 - Bab 3 Keluarga Wesly

Chapter 3 - Bab 3 Keluarga Wesly

Setelah mendengar ucapan sahabatnya, jantung Clara terasa runtuh. Kedua kakinya seperti tak memiliki tulang penyangga lagi.  Lalu berusaha memejam sejenak untuk mengurangi pikiran kusutnya. Menekuk keempat jari tangan kanannya, lalu mengarahkan jempol untuk memijat pelan keningnya. 

Sebelumnya Clara sudah berusaha mencari pinjaman di Bank. Namun karena sebelumnya ia sudah memiliki hutang lima juta, yang sampai saat ini belum terbayarkan, pihak Bank dengan terpaksa menutup akses pinjam sebelum ia melunasi hutang sebelumnya. 

Di sisi lain Clara juga harus berburu waktu, agar ibunya bisa segera tertolong. 

Reva mendekatkan badannya ke arah Clara, sejenak ia merasa bersalah karena telah membuat sahabatnya mulai berfikir macam-macam. Andai dia tidak mengatakan yang sebenarnya tentang Erlan, pastinya Clara tidak akan begitu ketakutan saat ini. Harusnya, ia juga harus mengerti posisi Clara yang sedang berada di ujung tanduk. Yang harus memilih antara keselamatan ibunya, atau dirinya sendiri.

Reva mengangkat kedua tangannya, menautkan pada kedua pundak Clara dari arah depan. 

''Ra, gue percaya kok lo pasti bisa ngelewatin semua ini! Lo juga cantik, bibirmu sangat seksi, tidak mungkin Tuan Erlan tidak akan tertarik. Gue hanya bisa berharap kalau laki-laki itu memang benar mencintai lo.''

Ucap Reva berusaha menenangkan pikiran sahabatnya. 

Clara masih tidak menjawab, gadis itu masih tertegun hebat dan berperang dengan pikirannya sendiri. Ia juga tidak begitu yakin laki-laki berhati batu seperti Erlan, akan mencintainya dengan tulus. Terlebih lagi ia juga mengamati dengan jelas perlakuan Erlan tadi siang, sungguh sangat membuatnya ketakutan. 

Clara perlahan mulai menceritakan bagaimana laki-laki itu memperlakukannya tadi kepada sahabatnya. Reva terlihat menyimak dengan baik. 

''What, lo diperlukan sekasar itu? Dibentak, dan lo diem aja? Astaga!!! Kenapa lo sesabar itu sih, Ra? ''  

Clara mengangguk mengiyakan pertanyaan Reva. Sahabatnya ini memang sedikit brutal daripada dirinya. Namun ia sangat peduli dengan segala sesuatu yang berurusan dengan Clara. Dia tidak hanya sahabat bagi Clara, namun juga saudara tanpa  pertalian darah. 

''Wait, Ra! Gue jadi curiga tentang alasan  sebenarnya kenapa tuan Erlan mau ngebantu lo, sekaligus menikahi lo. Gini ya, laki-laki itu pasti punya niat yang gak baik, gue yakin!'' 

Reva mendengus berat, kepalanya terasa pecah karena sedang mengira-ngira niat terselubung dalam diri Erlan. Sahabatnya ini memang begitu cantik, namun dibandingkan wanita dewasa di luar sana, justru ia masih terlihat seperti bocah ingusan. 

Mata Reva melesat dengan cepat menatap  setiap inci bagian tubuh Clara. Bentuk badannya tidak terlalu berisi, dua buah aset yang melekat di dadanya juga tidak begitu menonjol dengan jelas. Jika Erlan hanya menginginkan tubuh Clara, masih banyak wanita malam di luar sana yang bisa memberikan pelayanan servis yang jauh lebih baik, dan ganas daripada sahabatnya. 

Reva terus berpikir keras, mengotak-atik pikiran kotornya dari segala sisi. Sampai tidak sadar dugaannya melesat melayang tinggi. Bisa dibilang, imajinasinya bisa bekerja dengan sangat baik ketika memasuki rana dewasa. 

'Ah, pikiran macam apa ini!' Reva memukul kecil kepalanya, berusaha menyadarkan dirinya sendiri agar tidak terlalu jauh membayangkan yang tidak-tidak. 

Melihat tingkah laku sahabatnya, Clara hanya bisa menggeleng kepala. Sangat jelas kedua perempuan ini memiliki watak, dan perangai yang sangat berbeda. Namun, hal yang paling menakjubkan adalah, persahabatan mereka bisa bertahan sampai saat ini selama 10 tahun. 

''Sebelumnya, apa keluarga lo punya masalah dengannya? Atau mungkin di masa lalu, lo pernah berbuat salah? Coba deh, inget-inget lagi dengan jelas. Gue sangat yakin ada udang di balik madu.'' 

Reva terus nyerocos, berusaha menjadi detektif muda di balik argumen yang menumpuk di dalam pikirannya. 

Clara terus berusaha mengingat-ingat apakah sebelumnya keluarga Wesly pernah memiliki hubungan dengan keluarganya, namun nihil! Ia sama sekali tidak tau tentang kejadian di masa lalu. Karena bisa dibilang, Clara begitu dekat dengan keluarganya setelah ayahnya meninggal dunia 4 tahun yang lalu, saat itu ia masih duduk di sekolah menengah atas. Dan mulai saat itu mau tidak mau, ia harus menggantikan posisi ayahnya sebagai tulang punggung keluarga. Ditambah lagi dengan biaya pengobatan ibunya, mengharuskan Clara berkali-kali berurusan dengan rentenir. 

''Akh …'' 

Clara menjerit pelan. ''Jika ayah masih hidup, ia pasti akan membantuku menghadapi situasi yang begitu pelik seperti ini.''

''Sudahlah. Lo ga perlu berpikir terlalu keras, gue yakin cepat atau lambat lo bakal tau yang sebenarnya. Lo harus bisa jaga diri baik-baik, ya! Lo cewek kuat, dan pemberani. Lo pasti kuat menjalani semua ini.'' 

Reva mengarahkan jarinya ke wajah sahabatnya, kemudian mencubit kecil pipi chubby Clara dengan wajah hangat. Tidak peduli sesulit apa masalah yang menunggunya, yang terpenting Clara harus bisa kuat dan tegar. 

''Akh, sakit tau …'' gumam Clara dengan sedikit memberontak ketika tangan Reva berhasil menekuk tipis kulit pipinya. Alhasil, cubitan itu membuat pipi Clara terlihat merah merona.  

Reva tertawa terbahak-bahak. Kemudian memeluk Clara dengan sangat erat.

Di tengah perbincangannya, Clara baru sadar kalau ada benda yang bergetar dari tas yang ia pegang. Clara melepas pelukannya, lalu segera ia membuka tas, dan mengangkat telpon dari hp yang berdering. Sekilas Clara menunjukkan ekspresi aneh di raut wajah, bertanya pada diri sendiri tentang siapa yang menelponnya saat ini. Pasalnya nomer tersebut begitu asing, dan tidak terdaftar di dalam kontak. 

''Ba-baik, Pak! Saya segera ke sana!'' 

Ungkap Clara ketika berbicara dengan seseorang yang menelponnya, seketika raut wajahnya berubah drastis. Beberapa detik kemudian, telepon tersebut langsung diakhiri oleh pria itu.

''Siapa yang menolongmu, Ra? Kenapa wajah lo begitu tegang? 

Tanya Reva merasa heran melihat perubahan wajah Clara seperti sedang merasa was-was.

''Orang suruhan Erlan. Ia bilang bosnya itu ingin bertemu denganku.'' 

Jawab Clara sesaat setelah menghela nafas panjang. 

''Di mana?'' 

Clara menggigit ujung bibirnya. Lalu melihat isi pesan singkat dari seseorang. 

''Ntah. Ia akan mengirim supir pribadinya untuk menjemputku.'' 

Jawab Clara sambil menaikkan kedua bahunya. 

''Fine. Gue ikut lo, gue gamau sahabat gue menghadapi semua ini sendiri.'' 

Reva memegang kedua pundak Clara, dipandanginya wajah sayu itu. 

''Nggak bisa, Rev. Aku nggak ingin melibatkan orang lain dalam masalah ini.''

Jawab Clara dengan merendahkan suaranya. 

''Orang lain? Gue itu sahabat lo, dan—'' 

''Plis, dengerin aku. Ini terlalu berbahaya! Lagipula sopirnya itu juga tidak akan mengijinkan kamu untuk ikut masuk ke dalam mobil. Dan, kalau tuan Erlan tau, pasti dia akan marah besar dan membatalkan niatnya. Aku akan baik-baik saja, percayalah.'' 

Clara memegang tangan Reva, seakan berkata 'Terima Kasih sudah mengkhawatirkanku sejauh ini.' 

Meskipun Reva bisa mengikutinya diam-diam dari belakang, tentu ia tidak akan membiarkan sahabatnya terseret pada lubang yang sama. 

''Hmm.'' 

Reva berdehem, sekaligus menghargai keputusan Clara. Ia tak lagi memaksa kehendaknya. Hingga beberapa menit kemudian suara klakson mobil terdengar begitu jelas. Reva dan Clara menoleh bersamaan.

''Sepertinya itu mobil suruhan Tuan Erlan, aku akan segera pergi. Doakan semua akan baik-baik saja.''

Reva mengangguk pelan, sembari tersenyum manis melepas sahabatnya pergi.