Mobil milik Vika sudah sampai di depan rumah Vania. Mendengar suara mobil yang berhenti di dekat rumah, Yurika melihat ke jendela.
"Vik, terima kasih ya." Ucap Vania.
"Iya, sama-sama."
"Mau mampir dulu nggak?"
"Nggak usah, udah malam."
Vania dan Vika saling berpelukan. Setelah itu Vania keluar dari mobil Vika. Vania pun melambaikan tangannya, lalu Vika pun pergi dengan mengendarai kendaraan roda empatnya itu.
"Vania!"
Ada yang memanggil Vania ketika ia sedang berjalan menuju ke rumah. Vania pun menoleh, ternyata Yurika yang memanggilnya. Yurika pun menghampiri adik iparnya itu.
Yurika memandangi Vania dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Habis dari mana kamu?"
"Dari Mall." Jawab Vania seraya melirik Yurika, lalu ia memalingkan wajahnya, ia sudah malas melihatnya.
"Uang dari perhiasan aku yang kamu ambil, kamu buat senang-senang ya bersama teman-teman kamu?"
Seketika kedua mata Vania menyorot tajam ke wajah yurika, karena seenaknya saja ia bicara, ia masih saja menuduh Vania.
"Apaan sih, Mbak?!"
"Jujur deh sama saya! Dari pada kamu saya laporkan ke polisi, atas tuduhan pencurian."
"Silahkan kalau Mbak mau melaporkan saya, saya tidak takut! Karena memang bukan saya pencurinya."
"Tapi saya yakin, kamu pencurinya!" Seru Yurika.
Mendengar suara sang istri yang sedang ribut di luar rumah, membuat Tristan keluar, lalu menghampiri istrinya tersebut.
"Mama, sudah! Kamu apa-apaan sih? Malu Ma, malu! Nanti tetangga dengar semua." Ucap Tristan.
"Biar aja semua tetangga tahu, kalau dia memang seorang pencuri!"
Mendengar kedua menantunya yang sedang bertengkar, Ibu Rani dan Ayah Irwan pun keluar rumah.
"Ada apa sih?" Tanya Ibu Rani.
"Mbak Yurika, masih saja menuduh saya yang mencuri perhiasannya."
"Sudahlah Yurika, kalau kamu nggak punya bukti apa-apa, kamu nggak bisa menuduh Vania." Ujar sang ibu mertua.
"Semua membela Vania, nggak ada satupun yang mencurigai dia, padahal hanya dia yang berada di dalam rumah saya." Tutur Yurika. Setelah itu, ia melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumahnya.
Vania pun masuk ke dalam rumahnya, ia benar-benar malu dengan tetangga-tetangga jika mendengar keributan tadi. Vania masuk ke dalam kamarnya, lalu ia menangis. Arzan yang melihat Mamanya sedang menangis, berusaha memeluknya.
"Mama, jangan nangis!" Ucap Arzan.
Vania lelah selama ini berpura-pura tegar di hadapan sang anak, karena sebenarnya hatinya sangat rapuh. Ingin ia keluar dari rumah mertuanya itu, karena suaminya juga sudah tidak ada, tapi Vania tak punya tempat singgah, ia tak tahu kemana ia harus pulang, karena kedua orang tuanya pun sudah tidak ada. Tidak mungkin ia pulang ke rumah Virna, sang kakak. Ia tidak ingin menjadi benalu di keluarga kakaknya.
Jalan satu-satunya, Vania harus bekerja, ia harus secepatnya menemukan pekerjaan. Setelah itu, ia akan pindah dari rumah mertuanya itu agar ia bisa menjauh dari ipar yang sangat menyebalkan itu.
Vania beranjak ke kamar mandi, lalu ia berwudhu. Setelah itu ia melaksanakan sholat isya bersama Arzan. Setelah selesai sholat, tiba-tiba Vania teringat, dulu almarhum ibunya pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah orang kaya, Vania sedang mengingat-ingat lokasi rumahnya. Ia berharap semoga orang tersebut masih tinggal di tempat yang sama, karena besok Vania akan coba untuk datang kesana.
Sudah larut malam, Vania naik ke atas ranjangnya, lalu ia merebahkan tubuhnya di samping Arzan yang sudah tidur terlelap. Vania memejamkan kedua matanya.
Adzan subuh sudah berkumandang, Vania bangun dari tidurnya, lalu ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu, ia membangunkan Arzan untuk bersama menunaikan sholat dua rakaat.
Setelah selesai sholat, Vania keluar kamarnya, ia membuka lemari es untuk melihat apakah ada bahan masakan yang bisa diolah menjadi makanan. Ternyata tidak ada, mau belanja pun uang yang ia punya sudah menipis.
"Van, jadi kamu udah nggak kerja di tempat Yurika?" Tanya Ibu Rani.
Vania menggelengkan kepalanya, "nggak Bu."
"Yaudah, sabar ya, semoga nanti ada pekerjaan lagi untuk kamu."
"Aamiin, semoga aja."
Ibu Rani menyuruh Vania berbelanja sayuran ke pasar untuk masak hari ini, lalu sang ibu mertua juga memberikan uangnya pada Vania.
"Beli apa aja, Bu?" Tanya Vania.
"Terserah kamu!"
Yang Vania tahu, Ibu Rani memang suka dengan masakannya, jadi apapun yang ia buat, sang ibu mertua selalu memakannya. Ibu Rani selalu menyerahkan urusan masak memasak pada menantunya itu, tapi jika Vania sedang tidak bisa memasak, Ibu Rani pun tidak keberatan untuk menggantikannya.
Mumpung Arzan masih tidur, Vania berganti pakaian, lalu ia langsung melangkahkan kakinya keluar rumah.
"Vania!"
Ada yang memanggilnya. Vania menoleh ke belakang, ternyata Tristan yang memanggilnya.
"Mau kemana?" Tanya Tristan.
"Mau ke pasar."
"Naik apa?"
"Jalan kaki."
"Hati-hati ya."
"Iya."
Pagi ini, terdengar burung berkicau mengiringi langkah Vania yang sedang berjalan kaki. Udara yang masih sejuk, membuat Vania semangat berjalan kaki sekalian berolah raga pagi.
Setelah kurang lebih tiga puluh menit berjalan santai, Vania pun sampai di pasar tradisional yang sudah ramai oleh pembeli. Ia mulai memilih-milih sayuran, sayur soup menjadi pilihannya, ia akan memasak soup ayam kesukaan Arzan.
Di waktu yang sama, Tristan sedang mengeluarkan kendaraan roda empatnya.
"Papa, mau kemana?" Tanya Yurika yang sedang berbincang dengan ibu-ibu diluar rumah.
"Mau beli sarapan. Mama mau makan apa?"
"Nggak usah, Pa. Mama kan mau buat nasi goreng."
"Tapi Papa lagi mau makan bubur ayam yang di dekat pasar. Papa beli bubur ayam dulu ya. Mama mau nggak?"
"Boleh deh. Sekalian beli juga untuk Liora dan Keanu ya."
"Oke."
"Eh Pa, kenapa nggak naik motor aja sih? Ke pasar kan dekat?" Tanya Yurika.
"Lebih enak naik mobil, Ma. Yaudah, Papa jalan dulu ya." Tristan langsung mengendarai kendaraan roda empatnya itu menuju ke pasar.
Sedangkan Yurika melanjutkan obrolannya bersama ibu-ibu di depan rumahnya. Ibu-ibu tersebut mendengar ia yang bertengkar dengan Vania kemarin.
"Oh, jadi gitu si Vania!" Ucap Ibu Mira, tetangga depan rumah.
"Iya. Nggak ngaku karena sudah mengambil perhiasan saya, makanya saya kesal banget dengan dia." Ujar Yurika.
"Suaminya udah nggak ada, kenapa juga dia masih tinggal disini?" Tanya Ibu Leli, tetangga yang rumahnya juga tak jauh dari rumah Yurika.
"Iya, mertua saya nggak mau ngusir dia dari rumahnya sih, dia masih aja diperbolehkan tinggal disitu."
"Harusnya usir aja ya, biar dia cari kerja sendiri, hidupin anaknya sendiri!" Sambung Ibu Dina.
"Iya, karena saya sudah baik-baik mau menerima dia di rumah saya untuk bekerja, dia malah berbuat jahat. Nggak akan lagi-lagi, saya mau memperkerjakan wanita seperti itu." Turur Yurika.
Yurika tak henti-hentinya memfitnah Vania, ia masih saja menuduh Vania yang mengambil perhiasannya. Sampai di adukan pada para tetangga.