"Papa, ayo jalan, nanti aku telat!" Ucap Keanu yang duduk disebelah papanya, ia memandangi Papanya yang sedang memperhatikan Arzan dan juga Mamanya itu.
"Oh iya ... " Tristan langsung mengendarai mobilnya menuju sekolah anaknya, ia mulai terbius oleh kecantikan adik iparnya itu. Menurutnya, Vania adalah wanita yang cantik dan ramah, hanya saja nasibnya yang tidak beruntung karena ia harus ditinggal suaminya untuk pergi selama-lamanya.
Vania mengantar sang anak sampai ke depan kelasnya, lalu ia menunggunya di taman bermain. Setiap hari kegiatannya seperti ini, antar dan menunggu anak sekolah.
"Bu, turut berduka ya atas kepergian suaminya!" Ucap salah satu wali murid di sekolah Arzan.
"Iya Bu, terimakasih!" Jawab Vania.
Jam pulang sekolah pun tiba, Arzan berlari ke arah Mamanya.
"Makanannya habis nggak?" Tanya sang mama.
"Habis, Ma!"
"Pintarnya anak Mama!" Ucap Vania sambil mengelus rambut sang anak. Setelah itu Vania memesan ojek online, tak lama menunggu, ojeknya datang, lalu mereka berdua naik ke atas motor Abang ojek tersebut.
Setelah sampai di rumah, Vania menyuapi anaknya makan, lalu Arzan bermain bersama Keanu. Vania mulai mengerjakan pekerjaan rumah, ia mulai mencuci pakaian, lalu membersihkan rumah. Di rumah ini hanya ada kedua mertuanya bersama Vania dan Arzan, jadi ia yang selalu diandalkan oleh mertuanya untuk membantunya.
Vania ingin menghubungi Saskia, seorang teman SMA-nya, ia ingin kembali menanyakan lowongan pekerjaan. Saat ia mengirim pesan pada Saskia, ternyata tidak terkirim, ia mengecek paket datanya, ternyata habis. Vania tidak mempunyai uang untuk mengisi paket data.
Vania mwnghampiri Ibu Rani yang sedang menonton televisi. "Bu, saya boleh pinjam uang lagi nggak?"
"Uang pensiun Bapak belum turun, jadi Ibu belum bisa meminjamkan kamu uang. Kamu pinjam aja sama Yurika, sana!"
Sebenarnya Vania tidak ingin berhubungan lagi dengan Yurika, karena ia sering sakit hati dengan segala ucapannya, namun sepertinya kali ini ia memang harus pinjam uang padanya.
Tok ... Tok ... Tok ...
Vania mengetuk pintu rumah Yurika yang tertutup. Tak lama kemudian Yurika membukakan pintu.
"Ada apa?" Tanya Yurika.
"Hhmmm ... Mbak, aku boleh pinjam uang nggak?"
"Pinjam uang berapa?"
"Seratus ribu untuk beli paket data."
"Mbak nggak ada uang! Kamu pinjam sama keluargamu sana!" Titah Yurika, lalu ia langsung menutup pintunya. Bagaimana Vania mau pinjam uang pada keluarganya? Untuk menghubunginya saja tidak ada pulsa.
'Nggak kerja, mau minjam uang, gimana gantiinnya?' Gumam Yurika di dalam rumahnya.
Vania kembali ke rumahnya, sebenarnya ia sudah tahu jawabannya, pasti tidak akan dipinjamkan oleh Yurika. Karena bukan sekali ini saja ia ingin pinjam uang, ia pernah beberapa kali ingin pinjam uang pada Yurika namun tidak pernah dipinjamkan dengan alasan tidak punya uang, padahal ia sering pamer barang yang terbilang mahal, yang baru dibelinya.
Vania harus bersabar, inilah ujian untuknya pertanda Allah masih sayang padanya.
"Coba kamu tanya Tristan lagi Van, barangkali ada lowongan ditempat kerjanya!" Titah Ibu Mertua.
"Iya Bu, nanti akan aku tanyakan lagi."
"Kalau memang nanti kamu bekerja, Ibu yang akan menjaga Arzan."
"Iya."
Vania percaya pada Ibu Rani, karena memang selama ini ia ikut merawat Arzan juga Keanu dan Liora. Ibu dan Bapak mertuanya itu dekat dengan cucu-cucunya, mereka tidak pernah membeda-bedakan yang satu dengan yang lain.
Sudah malam hari, Arzan baru pulang mengaji. Ia mengaji di musholla yang tidak jauh dari rumahnya, di rumah sedang ada Tristan, Vania sedang menanyakan lowongan pekerjaan padanya, namun ternyata belum ada, lagi-lagi Vania harus bersabar. Ia yakin suatu saat akan mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan juga Arzan.
"Mas Tristan!" Panggil Vania saat Tristan beranjak keluar rumah. Tristan menghentikan langkahnya, lalu ia menoleh ke belakang.
"Kenapa Van?"
"Aku boleh pinjam uang nggak? Seratus ribu aja untuk isi pulsa!"
Mas Tristan melihat wajah Vania yang memelas, ia tidak tega dengan janda yang merupakan adik iparnya itu, "nanti aku isiin aja ya!"
"Oke, makasih Mas!"
Tristan berlalu dari hadapan Vania, ia kembali ke rumahnya, didapati istrinya yang sedang di dalam kamar sambil menatap ponselnya.
"Pa, sudah makan?" Tanya sang istri.
"Sudah, kan pulang kerja tadi aku langsung makan. Kamu lagi apa sih serius banget?" Tanya Tristan.
"Aku lagi lihat tips diet, badanku udah kegendutan nih! Aku mau diet!"
Tristan tertawa mendengar ucapan sang istri yang ingin menurunkan berat badannya karena bukan hanya sekali ini saja ia mengucapkannya, ia sering mengutarakan keinginannya untuk diet namun selalu gagal.
"Kamu kok malah ketawa sih?" Ucap Yurika sambil menunjukkan wajah cemberut.
"Kamu kan dari dulu bilangnya mau diet, tapi mana hasilnya? Belum pernah berhasil kan?"
"Justru itu, semangati aku dong, Pa! Aku mau seperti Vania yang badannya langsing." Ungkap Yurika, selama ini ia iri terhadap Vania yang badan dan wajahnya bak ABG.
"Oh kamu mau seperti Vania? Tanya saja pada dia, apa tips langsingnya!" Titah Tristan.
"Ha ... Ha ... Ha ... Tips langsingnya, harus kehilangan suami dulu, dengan begitu kan jadi nggak nafsu makan!" Ejek Yurika.
"Ssstttt ... Nggak boleh ngomong begitu!"
Sebenarnya Tristan tidak suka pada mulut sang istri yang selalu saja menyakiti orang lain. Jika berbicara ceplas-ceplos, tidak pernah di pikir terlebih dahulu.
Tristan mengisi pulsa ke nomor ponsel Vania.
[Van, sudah masuk pulsanya?]
Tristan mencoba mengirim pesan pada Vania, kalau terkirim itu berati pulsanya sudah terisi.
[Sudah Mas, terimakasih ya! Nanti uangnya aku ganti kalau aku sudah ada uang]
[Nggak usah diganti, nggak apa-apa kok, aku senang bisa membantu kamu]
[Oke, terima kasih]
[Iya]
Beruntung Tristan masih baik kepadanya, tidak seperti istrinya yang pelit.
Keesokan harinya, Arzan kembali berangkat ke sekolah bersama Keanu, diantar oleh Tristan.
Hari ini Vania memakai kaos tangan panjang dan rok yang panjangnya selutut, tubuhnya yang langsing dan wajahnya yang cantik membuat Tristan tak dapat berkedip saat melihat janda beranak satu yang masih berusia dua puluh lima tahun itu.
Setelah sampai di sekolah, Vania dan Arzan langsung turun, belum sampai di depan gerbang sekolah, Tristan memanggilnya.
"Kenapa Mas?" Tanya Vania, lalu Tristan merogoh kantong celananya dan ia memberikan sejumlah uang pada Vania.
"Nggak Mas, nggak usah!" Vania menolaknya, namun Tristan tetap memaksa Vania untuk mengambilnya, karena Tristan tahu kalau Vania membutuhkan uang. Akhirnya Vania pun mengambil uang itu, lalu memasukkannya ke dalam tas kecil yang ia bawa.
"Makasih ya, Mas!" Ucap Vania sambil menundukkan kepala.
"Iya!"
Vania dan Arzan berlalu dari hadapan Tristan, namun Tristan masih saja memperhatikan mereka sampai masuk ke dalam gerbang sekolah.