"Jadi saya nggak diterima kerja, Pak?" Tanya Vania untuk kembali memastikan
"Kalau untuk di perusahaan ini nggak. Tapi ... Kamu mau kerja di tempat lain?"
"Dimana?"
"Di.rumah saya, sebagai istri saya. Karena kebetulan saya ini seorang duda."
Vania mengelus dada, ia tidak menyangka ada seseorang yang menginginkan ia untuk jadi istrinya. Vania belum terpikirkan untuk menikah lagi, masa iddahnya belum selesai, ia juga masih harus melunasi hutang suaminya, jadi menikah bukanlah prioritas baginya saat ini.
"Maaf Pak, kalau begitu saya pamit, permisi!" Ucap Vania lalu ia keluar dari ruangan.
Vania menarik nafas, ia muak dengan laki-laki yang hanya melihat dirinya dari fisiknya saja. Ia lebih senang laki-laki yang melihat hatinya dan ketulusannya, tidak hanya fisik semata.
Vania keluar gedung dengan rasa kecewa, rata-rata persyaratan lowongan pekerjaan adalah harus berpengalaman, ia merasa menyesal karena dahulu tidak pernah bekerja. Vania berpikir, andai saja dulu ia bekerja, lalu ia membiayai kuliahnya dari hasil kerjanya, mungkin saat ini ia sudah bisa bekerja di perusahaan yang bagus dengan gaji yang besar.
"Ojek, Mbak!" Tawar Tukang ojek yang lewat disebelahnya. Karena Vania sudah merasa lelah, ia langsung menaikinya agar cepat sampai di rumah.
"Assalamulaikum." Salam Vania. Arzan yang sedang berada di dalam rumah, langsung menghampirinya.
"Yeayy, Mama sudah pulang! Mama sudah pulang kerja ya?" Arzan terlihat sangat senang melihat Mamanya, karena ia pikir Mamanya ini sudah diterima bekerja.
"Mama belum diterima kerja, Sayang!" Ucap Vania, lalu ia masuk ke dalam kamarnya.
Yurika datang ke rumah mertuanya, ia mengatakan pada Ibu Rani bahwa ia sedang mencari seorang pembantu yang bisa membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga karena ia sudah lelah mengurus dua anaknya, jadi pekerjaan rumahnya sering terbengkalai.
"Cari pembantu dimana ya, Bu?" Tanya Yurika yang sangat berharap mendapatkan pembantu yang cocok bekerja dirumahnya.
Ibu Rani terdiam, karena selama ini ibu Rani.belum pernah memakai jasa seorang pembantu, soal pekerjaan rumah selalu Vania yang membantunya.
"Gimana kalau Vania yang kerja dirumah kamu?" Usul Ibu Rani. Yurika berpikir sejenak, membayangkan Vania ketika sedang mengerjakan pekerjaan rumah.
"Karena dia juga kan sedang butuh uang dan tadi dia mengikuti wawancara tapi tidak diterima kerja." Jelas Ibu Rani.
"Ha ... Ha ... Ha ... Aku kan sudah bilang, dia itu hanya lulusan SMA dan belum berpengalaman bekerja, jadi wajar saja kalau tidak diterima!" Ucap Yurika. Ia selalu merendahkan Vania yang hanya lulusan SMA.
Yurika sudah kembali ke rumahnya, ia sedang menyiapkan makanan karena sebentar lagi suaminya akan pulang, selesai memasak ia berganti pakaian, ia memakai dress yang panjangnya selutut, lalu sedikit memakai makeup agar wajahnya terlihat cantik, rambutnya yang ikal, ia ikat ke belakang. Tak lama kemudian, terdengar suara mobil Tristan yang masuk ke dalam garasi.
"Makanan sudah tersedia di meja, aku sudah terlihat cantik, waktunya menyambut kedatangan suami." Ucap Yurika.
"Assalamualaikum." Salam Tristan.
"Waalaikumsalam." Jawab Yurika, ia duduk di sofa sambil menampakkan kemontokkan tubuhnya.
Tristan yang melihatnya hanya tertawa. Perut istrinya yang berlipat itu nampak karena ia memakai pakaian yang pas di tubuhnya.
"Kok kamu ketawa?" Tanya Yurika.
"Kamu ngapain sih begitu?" Tristan balik bertanya.
"Aku sedang menunggu suami tercinta pulang. Yuk kita makan!"
"Nanti dulu, aku mau istirahat sebentar!" Tristan meletakkan tasnya di atas meja, lalu ia duduk di sofa sambil menyandarkan kepalanya.
"Aduh, aku lelah!" Keluh Tristan sambil memejamkan matanya.
"Mau aku pijit?" Tawar Yurika.
"Nggak usah!"
Yurika ingin membicarakan tentang ia yang ingin merekrut Vania untuk bekerja di rumahnya sebagai asisten rumah tangga.
"Mas!"
"Iya." Tristan kembali membuka matanya.
"Kalau Vania kerja disini, kamu setuju?"
Mendengar sang istri menyebut nama Vania, seketika Tristan terlihat antusias, "Vania? Mau kerja apa dia disini?"
"Asisten rumah tangga. Nyapu, ngepel, nyuci, gosok pakaian. Karena aku butuh orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Gimana?"
"Iya, Mas setuju!" Jawab Tristan dengan sumringah.
Tristan langsung terlihat bersemangat setelah sang istri meminta izin padanya untuk mempekerjakan Vania di rumah mereka.
Hal tersebut langsung Yurika sampaikan pada Vania.
"Mau banget, Mbak!" Kata-kata yang keluar dari bibir Vania setelah Yurika menawarkannya.
"Serius kamu mau kerja di rumah saya?"
"Iya, mau." Jawab Vania, karena yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana mendapatkan uang, jadi pekerjaan apapun akan ia jalani.
"Yaudah, mulai besok kamu datang pagi-pagi, lalu langsung bekerja di rumah saya!"
"Baik, Mbak!"
Vania senang, jadi ia tak susah-susah untuk melamar pekerjaan di tempat lain, walaupun Vania harus menebalkan telinganya saat nanti mendengar ucapan Yurika yang menyakitkan, ia juga harus siap mental dengan segala kemungkinan.
***
Tok ... Tok ... Tok ...
"Assalamualaikum." Salam Vania. Pagi-pagi Vania sudah datang ke rumah Yurika karena ia mulai bekerja.
"Waalaikumsalam." Jawab Mas Tristan, lalu ia membukakan pintu, sudah tampak di hadapannya seorang wanita memakai daster seatas lutut yang bermotif kotak-kotak, ia adalah Vania.
Tristan terdiam sesaat sambil memandang Vania.
"Mas ..."
"Eh iya, masuk Van!"
Vania masuk ke dalam rumahnya, lalu Tristan memanggil Yurika yang berada di dalam kamar.
"Kamu sudah siap kerja?" Tanya Yurika.
"Siap, Mbak!"
"Yaudah langsung aja nyuci, nyapu dan ngepel sana!"
"Baik, Mbak!"
Vania langsung mengerjakan pekerjaan rumah yang kakak iparnya itu perintahkan. Ia mulai mencuci lalu membersihkan rumah Yurika. Kebetulan hari ini adalah hari libur jadi Arzan tidak sekolah, Arzan ditipipi oleh Ibu Rani.
Tiba-tiba saja Vania mendengar Arzan menangis diluar, seketika saja Vania langsung menghampirinya.
"Kenapa, Arzan?" Tanya sang mama.
"Aku dikatain udah nggak punya Papa."
Vania langsung memeluk anaknya itu, "kan memang benar, Papa udah nggak ada, udah jangan nangis ya!" Lirih Vania. Ia sedih kala anaknya di bully oleh teman-temannya.
"Vaniaaaa!" Yurika memanggilnya. Vania masuk kembali ke dalam.
"Kamu gimana sih, lagi nyapu kok ditinggal-tinggal?"
"Tadi Arzan nangis, Mbak! Makanya tadi saya mendiamkan dia dulu."
"Cengeng banget sih anak kamu!" Sembur Yurika.
'Van, tebalkan telingamu!' Batin Vania. Ia tidak boleh tersinggung oleh ucapan-ucapan Yurika.
Vania melanjutkan pekerjaannya kembali. Saat sedang membilas pakaian, Arzan kembali menangis, ia meminta jajan.
"Arzan kenapa?" Tanya Tristan.
"Mau jajan!" Jerit Arzan.
"Ayo jajan sama Papa, yuk!" Tristan mengajaknya jajan agar tidak mengganggu Vania yang sedang bekerja. Beruntung ada Tristan yang baik hati, sudah menganggap keponakannya seperti anak kandungnya sendiri.
Tristan membelikan Arzan mainan yang ia inginkan, seketika Keanu cemburu karena merasa Papanya lebih perhatian pada adik sepupunya itu.
"Papa, aku kok ga dibeliin mainan juga?" Ucap Keanu dengan wajah cemberutnya.
"Mainan apa? Mainanmu kan udah banyak!" Balas sang papa.
Yurika mendengar anaknya yang minta dibelikan mainan, "Iya Sayang, mainanmu sudah banyak, belum lama kan baru beli mainan yang seperti itu di Mall, mainan mahal!"
"Tapi aku mau mainan kayak Arzan!" Pinta Keanu.
"Nanti kita beli di Mall aja ya, yang dibeli Arzan mainannya jelek, itu mainan murahan!" Bisik Yurika, namun Keanu tetap saja merasa iri karena menurutnya Papanya sangat perhatian pada Arzan.