"Lalu, apa tujuanmu membawaku ke tempat ini?"
Setelah hening untuk cukup waktu yang lama, akhirnya Agatha melontarkan pertanyaan yang mengusik pikirannya. Tentunya Devan memiliki tujuan membawanya ke tempat yang jauh seperti ini.
Devan masih belum menjawab, dia kesulitan menyusun kata-katanya dan memulai dari mana ceritanya ini. Namun, belum sempat Devan mengutarakan kalimatnya, tiba-tiba saja sosok pemuda muncul dari balik pepohonan.
Suasana tempat yang masih asli serta dipenuhi pepohonan nan rindang, membuat suasana tempat tersebut begitu gelap. Ditambah tidak ada cahaya matahari yang dapat menembus celah-celah pepohonan di sana, yang membuat tempat tersebut semakin gelap.
Sosok pemuda itu membuat Agatha mengerutkan keningnya. "Hormat pada Yang Mulia, Ratu," kata pemuda itu, langsung membungkuk di hadapan Agatha.
Mulut Agatha terbuka lebar, kata-katanya tersangkut di tenggorokan yang membuat Agatha harus tersedak napasnya sendiri.
Agatha menepuk-nepuk dadanya mencoba menstabilkan kembali napas serta pikirannya yang seketika dibawa melalang buana saat melihat sosok pemuda tersebut.
Dia seolah dibawa kembali ke masa. Devan yang mengetahui perubahan ekspresi Agatha pun bisa memahami. Jelas, wanita dewasa itu terkejut ketika dihadapkan dengan sosok pemuda yang dahulunya berasal dari dunia yang sama dengannya.
Namanya Zeus. Agatha langsung mengenalinya dalam sekali lihat. "Bagaimana bisa dia ada di tempat ini?" tanya Agatha dengan perasaan yang campur aduk.
Sementara itu Devan mengelah napasnya, tahu betul kalau pertanyaan tersebut ditunjukkan Agatha pada dirinya.
"Jika kau berada di sini, lalu ..." Agatha menjeda kalimatnya yang mengetahui betul Zeus bukanlah manusia yang berasal dari dunia yang ditempatinya sekarang.
"Tuan Arthur baik-baik saja, Yang Mulia."
Pemuda yang diketahui bernama Zeus tersebut menjawab pertanyaan Agatha dengan menyebut nama 'Arthur' yang sontak saja membuat Agatha salah tingkah.
Salah tingkah bukan artian merasa malu, melainkan Agatha heran mengapa Zeus menjawab dengan menyinggung secara gamblang nama 'Arthur' yang seolah bisa menebak isi pikiran Agatha yang ingin mendengar kabar tentang suaminya itu.
Agatha berusaha untuk tidak meneteskan air matanya, mencoba untuk mengendalikan perasannya yang bergejolak ketika mendengar nama 'Arthur' yang menjadi mantan suaminya itu.
"Kedatangan dirimu ke dunia ini tentu bukan sekedar menyampaikan itu saja bukan?" cecar Agatha yang kini telah berhasil mendapatkan pikirannya kembali.
"Tentu Yang Mulia pikirkan benar," balas Zeus sambil menganggukkan kepalanya. "Tentu aku datang bukan untuk menyampaikan kabar tentang Tuan Arthur saja, tetapi ada hal yang jauh lebih penting yang harus diketahui oleh Yang Mulia."
Zeus menutup penjelasannya untuk sementara, membiarkan Agatha lebih dulu menelaah perkataannya. Sementara itu Devan tidak henti-hentinya mengelah napas dari waktu ke waktu.
"Kabar ini tentu bukan tentang Orion bukan?" tebak Agatha, yang langsung dibalas Zeus dengan anggukan kepala.
"Jadi benar, ini berhubungan langsung dengan Orion?"
Zeus pun langsung membernarkan tebakan tersebut, "Ya, Yang Mulia. Orion sudah mengetahui keberadaan Yang Mulia di dunia ini dan juga sudah mengetahui bahwa anak yang dahulu berada dalam kandungan Yang Mulia, tidak benar-benar mati."
Zeus juga menambahkan, dirinya tidak bisa memastikan kapan Orion akan datang ke dunia ini. Namun, Zeus dapat memastikan bahwa sudah ada beberapa dari orang-orang kepercayaan Orion berada di dunia ini dan sekarang mereka sedang menyamar menjadi manusia di dunia ini.
Seketika Agatha merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya, tubuhnya yang selama ini kekar kini terasa lemas, tulang-tulangnya melunak membuat Agatha menjadi tidak seimbang.
"Yang Mulia!"
Devan yang pertama kali bereaksi, buru-buru dia menangkap tubuh Agatha yang hampir jatuh ke tanah. Zues hanya bisa diam terpaku, bukan haknya untuk menolong Agatha, apa lagi statusnya hanya orang asing. Jadi, Zeus berpikir untuk tidak menolongnya dan akan segera membantu andai situasinya semakin buruk nantinya.
Sementara itu Devan mencoba untuk menyalurkan sedikit Tanaga dalamnya agar Agatha kembali mendapatkan staminanya kembali.
Lima menit berikutnya, Agatha sudah mendapatkan kembali kesadarannya setelah dibantu oleh Devan. Zeus masih berada di posisinya tanpa bergerak sedikitpun dari sana.
Kabar kalau Orion sudah mengetahui keberadaannya di dunia ini tentu saja membawa kabar buruk bagi Agatha. Dia seperti tersambar petir di siang hari yang membuatnya tidak bisa mengendalikan emosi serta pikirannya.
Hal yang pertama langsung terlintas dalam pikiran Agatha adalah putri satu-satunya itu yang saat ini berada di rumah seorang diri tanpa adanya perlindungan.
"Aku ingin menemui putriku. Dia pasti sedang mencariku saat ini. Cepat kembalikan aku pada dirinya!" pinta Agatha dengan suara lirih.
Devan dapat merasakan ketakutan yang hinggap pada diri Agatha, terpancar jelas dari sorot matanya itu. Agatha menarik kedua kerah baju Devan, membuat pria dewasa itu tidak bisa berkutik maupun membantahnya.
Kehadiran Zeus di sana seolah tidak ada artinya, Agatha sama sekali tidak melirik Zeus setelah pemuda itu menyampaikan kabar yang sangat menyayat hatinya.
Tanpa menunggu lama, akhirnya Devan melesat cepat untuk mengantarkan Agatha kembali ke rumahnya. Sementara itu Zeus masih diam di sana, gerakan tubuhnya yang memberi hormat mengisyaratkan kalau dirinya begitu menghormati Agatha meskipun wanita itu tidak lagi melirik dirinya.
Zeus memilih untuk tidak memusingkan hal tersebut. Kedatangannya tentu bukan sekedar memberi kabar pada Agatha agar dia bisa lebih waspada lagi. Namun, ada hal lain yang perlu Zeus tuntaskan.
Tidak lama setelah itu, Zeus pun melesat secepat angin, meninggalkan tempat yang hanya diketahui oleh mereka saja.
"Ibu!"
Sementara itu, Alika yang telah berganti pakaian pun tampak kebingungan ketika turun dari lantai dua, menuruni anak-anak tangga dan pergi menuju ruang dapur, saat itulah dia sadar bahwa Agatha tidak berada di sana.
"Ibu! Ibu di mana?"
Alika sudah mencari keberadaan Agatha di semua tempat yang ada di rumahnya, tetapi dia tidak menemukan sosok ibunya berada.
"Kemana perginya ibu, mengapa dia tidak memberitahukan diriku sebelumnya? Apa jangan-jangan Ibu ..."
Firasatnya mengatakan kalau Agatha berada di rumah Devan. Pria dewasa yang dipanggilnya 'Paman' dan tanpa memiliki hubungan darah. Alika berpikir kemana lagi ibunya akan pergi selain ke rumah Devan. Sebab, selama ini Agatha tidak pernah pergi jauh kecuali ada urusan penting, itu pun perginya bersama Devan.
Alika pun mulai melangkah, dia mengayunkan kakinya, sebelum itu dirinya meraih ponsel yang tergeletak di sofa, baru setelah itu Alika pergi. Belum sempat dia meninggalkan ruang tamu saat itulah suara panggilan yang sangat Alika kenal mengisi ruang telinganya.
"Sayang."
Alika langsung berkaca-kaca, "Ibu ..." Suaranya begitu lirih sambil menahan air mata yang hendak jatuh.
"Ibu!" Alika pun berlari pada ibunya, mendekapnya dengan perasaan yang begitu cemas. Sebelumnya tidak pernah Agatha pergi tanpa memberitahukan Alika, inilah yang membuat remaja cantik tersebut menjadi cemas.
Agatha pun datang bersama Devan, pandangan Alika langsung jatuh pada sosok pria yang begitu akrab dengannya dan seolah memiliki hubungan darah dengan dirinya.
Devan mengejapkan matanya sebagai isyarat kalau Agatha baik-baik saja. Ketika itu juga barulah Alika dapat bernapas lega.