Chapter 22 - Chapter 22

Agatha terus memandang Devan, sampai pria itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Setelah itu barulah Agatha memberikan susu pada Alika yang terus menangis.

"Kamu pasti haus, Ya. Sayang?" Seraya memberi asupan nutrisi bagi Alika, dia juga mengajak bicara putri kecilnya tersebut.

"Cepat tumbuh besar, Sayang. Jadilah putri yang cantik, yang bisa membanggakan Ibu." Seraya mengelus kepala Alika, Agatha pun berharap besar pada putrinya, semoga kelak Alika akan menjadi seseorang yang dapat membanggakan orang tua serta tanah kelahirannya.

Alika pun tidak lagi menangis, perlahan-lahan dia mulai terlelap kembali. Agatha menyeka sisa-sisa air mata di pipinya. Sungguh, dia tidak pernah bermimpi akan bertemu dengan Devan kembali. Sosok pria yang menjadi cinta pertamanya itu.

Menjalin asmara selama puluhan tahun bukanlah waktu yang singkat bagi keduanya merajut cinta. Apa lagi, status menjadi pemisah keduanya untuk bisa merangkai masa depan.

Agatha yang berstatus seorang putri dari kerajaan Miracle, sedangkan Devan hanya pria yang datang dari kalangan kecil. Ayahnya seorang prajurit biasa, sementara ibunya adalah pekerja yang biasanya menjaga ternak di ladang.

Di kerajaannya, sebenarnya membebaskan setiap orang untuk mencintai siapa pun. Namun, berbeda dengan seseorang yang berstatus putri kerajaan.

Agatha hanya boleh menjalin kasih dan menikah dengan pria yang juga berstatus bangsawan, setidaknya putra dari seorang perdana menteri. Namun, tidak ada satu pria manapun yang berasal dari kelas bangsawan yang dapat meluluhkan hati Agatha, hanya Devan yang berhasil mencuri hatinya.

Keduanya sama-sama mengetahui bahwasanya ini adalah salah, tetapi cinta mereka begitu kuat sehingga baik Agatha maupun Devan enggan untuk berpisah. Pada akhirnya kedua insan yang saling mencintai itu menjalin hubungan secara diam-diam. Tidak ada satu pun yang mengetahui jalinan asmara keduanya.

Sampai pada akhirnya di mana, cinta mereka harus dipisahkan karena status yang berada itu. Devan ditarik paksa oleh salah satu Jendral dari kerajaan Miracle. Dirinya dipasung, kedua kakinya dipasang rantai yang memiliki berat puluhan kilogram.

Lalu, Devan pun diarak keliling Kota Miracle. Sepanjang jalan, Devan dilempari berbagai macam benda, ada yang melemparnya dengan sayuran, batu bahkan besi yang membuat tubuh Devan berlumuran darah segar.

Sementara itu, Agatha terus meminta agar untuk bisa keluar dari kamarnya. Dia ingin bertemu dengan ayahnya dan meminta agar Devan tidak dihukum.

"Ayah! Ayah! Ayah! Ayah! Jangan kurung aku di sini, Ayah!"

Agatha menggedor-gedor pintu kamarnya, dia menangis dan berteriak. Namun, tidak ada satu pun yang dapat melawan perintah Raja penguasa Miracle.

"Ayah! Buka pintunya, Ayah! Ayah! Buka pintunya!"

"Biarkan aku bertemu dengan Devan, Ayah!"

"Ayah!"

"Ayah!"

Teriakannya sungguh tidak ada gunanya. Agatha terkurung dalam kamarnya sendiri, terbelenggu di sana bagaikan budak yang disiksa oleh majikannya. Andai kamarnya tidak diberi segel sihir, maka dirinya sudah dapat keluar dari sana. Dia tidak bisa melawan atau membuka segel sihir yang telah dibuat oleh ayahnya.

Agatha pun menangis tersedu-sedu, sungguh sulit baginya untuk bisa melawan ayahnya. Saat ini yang sangat dia cemaskan adalah Devan, pemuda yang sangat dicintainya.

"Ayah ...," lirihnya di lantai. "Mengapa kau memperlakukan putrimu seperti ini? Aku sangat mencintainya, seharusnya aku yang dihukum dan bukan dia," timpalnya seraya terisak-isak dalam pilu.

Sebagai seorang kekasih, dia merasa gagal karena tidak bisa melindungi cintanya dan merasa bersalah karena sudah membuat orang lain menerima hukuman, sedangkan dirinyalah yang bersalah.

Agatha menggedor-gedor pintu kamarnya kembali. Namun, sekeras apa pun dia berusaha tidak akan ada yang bisa membuka pintu tersebut.

Tubuh kecilnya pun melemas, tulang-tulang kakinya melunak, Agatha pun tersungkur di belakang pintu. Dia terus menangis, berteriak sampai suaranya itu tidak lagi bisa terdengar.

"Ayah!"

Dia terus memanggil pria yang menjadi cinta pertamanya itu, ayahnya. Ya, bagi seorang gadis, cinta pertamanya adalah ayahnya. Agatha begitu menghormati sang ayah, dia mencintai dan mematuhi setiap perintah dari ayahnya. Namun, hari ini dirinya sudah melanggar perintah tersebut yang akhirnya harus berakhir dengan Devan menerima hukumannya.

Sementara itu, di tempat terpisah napas Devan sudah terputus-putus antar hidup dan mati. Dia terus dilempari batu dan besi oleh penduduk Miracle, yang menganggap dirinya adalah seorang penghianat.

Devan sudah berada di alun-alun kota Miracle, tangannya sudah terikat dan begitu juga dengan kakinya. Di sana sudah ada seseorang yang biasa mengeksekusi penjahat. Pria bertubuh gempal, berkulit hitam dan berjanggut panjang serta kepala pelontos, telah siap untuk memenggal kepala Devan.

Pria tersebut sudah membawa golok yang berukuran besar di tangannya. Devan mengelah napas panjang ketika matanya melihat pria tersebut, yang menyeringai di sana.

Devan bukan takut golok yang ada pada pria tersebut, tetapi dia hanya ingin melihat Agatha sebelum dirinya benar-benar pergi dari dunia ini.

"Wahai, Dewa Venus. Jagalah putri Agatha untukku. Buatlah dia selalu bahagia, jangan biarkan dia menangis hanya untuk pria lemah seperti diriku ini," gumam Devan begitu lirih.

Devan tidak lagi bisa mengeluarkan air matanya, tidak mungkin baginya menangis hanya karena sesaat lagi dia akan mati. Pria berkepala plontos itu mendatangi Devan dengan mengulas senyuman lebar.

"Katakan permintaan terakhirmu pengkhianat!" pinta pria berkepala plontos itu dengan nada malas.

Sesungguhnya dia enggan menanyakan hal tersebut karena baginya Devan adalah pengkhianat, seorang pengkhianat tidak pantas untuk dikasihani. Namun, karena peraturan yang berlaku, maka pria tersebut harus bertanya tentang permintaan terakhir Devan sebelum dia mati.

Devan pun tersenyum tipis menanggapi pertanyaan tersebut. Mungkin baginya tidak ada permintaan terakhir, untuk apa dia meminta karena tentu dirinya tidak akan bisa menikmati permintaan terakhir tersebut.

Namun, ada satu hal yang ingin Devan sampaikan, "Aku tidak memiliki permintaan terakhir, tetapi aku hanya berharap Yang Mulia Raja tidak menghukum Putri Agatha karena dirinya tidaklah bersalah."

Devan juga menambahkan, setelah kematiannya ini, dia ingin semua penduduk Miracle tidak membenci Putri Agatha karena sudah mencintai pria miskin seperti dirinya. Devan juga berpesan agar menjaga baik-baik putri Agatha dan meminta pria berkepala plontos itu untuk menyampaikan pesannya tersebut.

Pria itu pun dibuat tertawa mendengar permintaan tersebut. Dia sungguh mengacungi jempol untuk Devan karena sudah berani mencintai seorang putri dari kerajaan Miracle.

"Permintaanmu tidaklah sulit, jadi ... Baiklah, aku akan menyampaikannya nanti pada Putri Agatha. Lagi pula dia juga harus mengetahui bahwa pria yang dia cintai sudah meninggalkan dunia ini. Hahahaha ..."

Pria itu tertawa lantang di akhir kalimatnya. Devan pun akhirnya bisa bernapas lega, setidaknya dia akan pergi dari dunia ini tanpa meninggalkan beban dan penyesalan.

Devan percaya setelah kepergiannya, Agatha akan menjalani kehidupan yang lebih baik lagi sebelum bertemu dengan dirinya. Andai ada kehidupan kedua, maka Devan hanya berharap dirinya akan dipertemukan kembali dengan Agatha.