Setelah beberapa saat merem melek menikmati pijitan yang sudah mulai merambah sepanjang kaki belakangnya, wanita itu kembali berkomentar, "masukin aja tangannya, Mas. Atau kainnya disingkapin aja dikit, biar kamu nggak kesusahan ngurut disitu."
Demikian ujar Miranti sambil menahan getaran dari gemuruh serta desir dalam dadanya. Karena pijatan yang sudah terlanjur nikmat, rasanya jadi seperti terganggu karena terhalang kain yang kadang malah membuat tangan jadi tak bisa meluncur lancar diatas kulit belakang pahanya.
"Eh, Mbak Mira emang nggak papa? Takutnya, aku malah dikira kurang ajar." Dengan sedikit malu, Indra memerlukan untuk bertanya terlebih dahulu.
"Kan aku sudah bilang tadi, perlakukanlah aku sebagai istrimu. Kamu paham, kan?" dengan berani, Miranti kembali menantang suaminya.
Mendengar kata itu, Indra hanya terdiam dan langsung menuruti saja perintah tersebut tanpa bertanya apa-apa lagi. Namun karena cerdiknya, terlihat ia lebih memilih untuk menelusupkan tangannya dibanding harus menyingkapkan kain.
---
Bagi si pemuda, Miranti bukanlah Vanessa yang ia kenal dengan baik layaknya seorang teman dekat seumuran. Pula, saat inipun ia belumlah terbiasa untuk bersikap terlalu bebas pada sang istri sandiwaranya.
Akan tetapi, ternyata mengelusi kulit pada bagian sensitif dan sangat pribadi tersebut bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab dengan menelusupkan dua telapak tangannya dalam daster Miranti, dengan seketika ia langsung bisa merasakan betapa lembut serta hangatnya bagian itu. Sehingga, gejolak hasrat si pemuda malah dengan mendadaknya terus saja menggeliat dengan hampir tak terkendali lagi.
Menyadari akan bahaya yang tengah mengintai, Indra langsung saja memutuskan untuk menyudahi memijit bagian tersebut. Lalu setelah sedikit mengucap basa-basi, ia mengatakan hendak berpindah pada tahap selanjutnya,
"Aku pindah pijit pinggang dan punggung Mbak Mira, ya?" demikian ia meminta ijin terlebih dahulu.
"Hu um … pundak juga ya, Mas … sebentar …" dengan suara serak, Miranti menjawab seperti orang yang tengah mengantuk. Setelah berkata seperti itu, sang wanita segera saja terlihat bangkit dari berbaringnya.
Dengan tetap membelakangi Indra, ia terlihat melepaskan tali daster yang tersampir di bagian bahu. Lalu seakan tak memperdulikan perasaan si pemuda, Miranti malah mengendorkan kain itu agar bawah tengkuknya sedikit tersingkap untuk memudahkan si pemuda menyentuhnya langsung saat memijat.
Tanpa kata apapun, wanita tersebut terus saja kembali berbaring menelungkup. Namun begitu, beberapa kali terlihat tangannya bergerak untuk membetulkan posisi kain agar lebih sempurna menyelimuti tubuhnya.
Setelah dirasa cukup baik menutupi pinggang hingga betisnya dengan menggunakan dasternya, barulah wanita tersebut kembali berkata, "hik hik … kamu duduk aja ngelangkah diatas tubuhku. Biar nggak susah, tali baju udah aku lepasin supaya kamu lebih enak mijitnya. Yuk, terusin. Jangan ragu untuk menyingkap kainnya jika kau perlu menyentuh kulitku secara langsung. Aku kan istrimu, jadi santai aja dengan itu. Bukankah nggak ada yang akan ngelarang seorang suami berbuat seperti itu pada istrinya?" dengan tanpa merasa bersalah, Miranti mulai bertindak dengan lebih berani lagi.
Sang wanita yang tengah merasa dimanjakan oleh suaminya, sepertinya akan memberikan ungkapan rasa terima kasih dengan caranya sendiri. Dan yang dimaksudkan dengan ungkapan tersebut, adalah sesuatu yang mungkin bisa menyenangkan hati sang suami belia.
Sementara, Indra pun terlihat hanya menuruti saja apa yang tengah disodorkan kepadanya. Karena dalam hati kecilnya juga mengerti dan paham, terkait bagaimana beratnya masa lalu yang sudah dialami oleh Miranti dalam beberapa bulan ini.
Mengandung janin yang tak ia kehendaki dan sekaligus harus mencari seorang ayah bagi sang bayi sebelum melahirkan, adalah satu hal yang sangat menguras emosi. Latar belakang itu, adalah salah satu hal yang membuat Indra bersedia untuk menjadi suami sementara Miranti. Karena apa yang bisa ia berikan pada sang istri, hanyalah rasa simpatinya terhadap semua penderitaan yang telah menimpa wanita tersebut.
Lebih dari hal itu, si pemuda pun memang merasa sangat bertanggungjawab pada kelanjutan nasib sang majikan. Karena diakui ataupun tidak, sebenarnya dia sendiri juga sudah banyak terlibat dengan kisah Miranti selagi masih menjadi suami orang lain.
Sebagai seorang lelaki yang gentle, tentu saja Indra tak pernah membiarkan adanya sebuah tindak kekerasan yang terjadi pada seorang wanita. Sebab itulah juga, si pemuda telah saja bertindak tanpa berpikir panjang lagi disaat menyaksikan bagaimana suami lama Miranti melakukan sebuah penganiayaan terhadap istrinya. Dan disitulah awal dari semua kisah, sampai pada akhirnya dia harus terlibat terlalu jauh hingga menjadi suami dari sang janda muda.
---
Sambil terus menikmati pijatan telapak tangan hangat yang kini merambah pada punggung yang masih terutup kain, Miranti terus saja terdiam dalam getaran hati yang semakin menggejolak. Namun disaat pijatan Indra terus menurun pada pinggang, wanita itu sedikit mengeluarkan desah perlahan.
"Hhh … hu um, Mas … iya, disitu enak banget. Emang pegelnya jadi ketahuan kalau udah dipijit gini," terdengar serak, sang wanita langsung saja berucap sembari memiringkan wajahnya yang tersangga bantal.
"Ah, iya … pinggang memang termasuk salah satu bagian yang harus bekerja berat." Indra menjawab dalam komentar pendek. Tapi walau hanya beberapa patah kata saja yang terucap, kentara sekali jika suaranya terdengar agak tergetar.
Setelah mengucapkan hal itu, keduanya kembali terdiam. Dengan masih saja menahan gigil akibat hasrat yang harus selalu ia tahan, pemuda itu kembali melanjutkan pijitan lembutnya. Untuk sementara keadaan memang masih terlihat aman, karena sebagian besar tubuh Miranti masih tertutupi oleh kain dasternya.
Tapi meskipun begitu, Indra tetap saja harus memusatkan konsentrasi agar tak terpengaruh oleh mulus dan lembutnya kulit yang ada di balik kain tipis tersebut. Karena seturut analisa jemarinya, bagian atas tubuh yang tengah ia pijat itu tidaklah mengenakan lapisan apapun di dalam kain yang menyelimuti tubuhnya.
Bagi si wanita, perlakuan lembut yang ia dapatkan kini, adalah sesuatu yang telah saja menghangatkan hatinya. Sehingga apa yang semula hanya merupakan sebuah kegiatan fisik, kini telah saja berubah menjadi semacam gairah yang jadi menggelorakan gejolak jiwa.
Dan demi mengalihkan diri dari hasrat yang terus saja menggoda, Miranti merasa harus mulai mengatakan sesuatu yang sempat ia pikirkan selama beberapa hari ini,
"Mas Indra, aku sudah memikirkan ide ini selama beberapa lama. Tapi tentu saja, semua keputusan akan kuserahkan padamu saja." Demikian ujar sang wanita di tengah geliat hasrat yang mulai melingkupi perasaannya.
"Katakan saja. Kalau itu memang kapasitasku untuk bisa memutuskan, pastilah akan kulakukan." Demikian kata Indra sambil terus melembuti bagian tubuh yang tentu saja telah semakin menggetarkan hatinya.
"Begini, Mas ... entah kenapa, beberapa hari ini aku terus saja kepikiran Ibu." Demikian jawab Miranti yang nampaknya juga telah semakin terpengaruh oleh pijatan lembut pada bagian yang cukup sensitif untuk disentuh seorang laki-laki itu. Karena secara tak sengaja, jemari Indra yang memijat punggungnya telah sempat beberapa kali menyasar ke sisi luar tulang rusuk samping dadanya.
"Oh, iya … aku juga sama. Terus, Mbak Mira mikirin gimana?" jawab si pemuda dengan napas yang juga mulai memburu. Sebagai akibat dari kegugupannya, beberapa kali ia malah menyentuh sesuatu pada bagian tubuh Miranti yang sangat mendebarkan jantungnya.
"Emm … Mas Indra pengin mengajak Ibu kesini apa enggak, sih?" lanjut lagi Miranti berbicara untuk mengusir gairah yang terus saja menggoda hati.
"Oh, jemput Ibu supaya nginap beberapa hari disini?" tanya Indra sambil terus memijit bagian punggung Miranti. Ia tidaklah heran dengan perkataan istrinya, karena selama ini Miranti memang terlihat selalu baik dan sangat menghormati Widuri ibunya.
"Bukan gitu …" jawab si wanita yang masih berbaring telungkup itu.
Saking asyiknya berbicara, ia jadi tak merasa jika bagian belakang tubuhnya telah menjadi rileks karena pijatan lembut yang sudah merata di sekujur tubuh. Namun setelah sesaat menggantung kata-katanya, Miranti pun kembali melanjutkan,
"Aku ingin ibu tinggal disini. Kalau kamu dan ibu berkenan, aku juga ingin agar beliau selalu berada di dekat cucunya. Ah, Ibu pasti akan bahagia kalau dapat selalu bersanding dengan cucu kesayangannya," sambil bergetaran suaranya, wanita tersebut langsung saja mengucapkan hal tersebut.
---
Apa yang diungkapkan oleh Miranti, sebenarnya merupakan sebuah rencana yang juga dengan mendadak datang. Hal mana, ide tersebut muncul disaat ia mencari cara pendekatan yang paling pas untuk semakin mengikat Indra di sampingnya.
Menurut hemat wanita tersebut, kehadiran Widuri di rumah mereka pastilah akan membuat suaminya tak berkutik lagi. Dengan demikian, pemuda itu tak lagi memiliki alasan apapun untuk tidur di dalam kamar yang berlainan dengan dirinya.
Sementara bagi Indra, gagasan Miranti tersebut juga merupakan sebuah ide yang baik. Namun sayangnya, si pemuda langsung sadar jika usia perkawinan mereka tidaklah akan sampai bertahun lagi. Karena setelah beberapa bulan ke depan, tentu saja mereka harus bercerai disaat usia Chaca menginjak satu tahun.
"Ah, apa nggak ngrepotin Mbak Miranti?"
"Ngrepotin apa? Rumah kita sangat besar dengan begitu banyaknya kamar kosong. Pembantu yang ada pun pastilah akan cukup untuk meladeni Ibu. Sementara Chaca juga sudah punya suster sendiri. jadi, apa salahnya bila Ibu pindah kesini saja untuk menikmati hari tua dengan momong cucu?"
Tanpa mau mengakui bila Chaca bukanlah darah daging Indra, Miranti berkata demikian dengan maksud memberikan sebuah ancaman halus pada suaminya. Karena sebagai wanita yang lebih dewasa, iapun paham jika Indra tidaklah akan berani mengungkapkan hal yang sebenarnya tentang perkawinan mereka kepada sang Ibu.
***