Chereads / Renjana Di Penghujung Cakrawala / Chapter 18 - BAB 18 – Acara Pijat Yang Sarat Dengan Agenda

Chapter 18 - BAB 18 – Acara Pijat Yang Sarat Dengan Agenda

Dalam kerumitan pernikahan yang disertai kesepakatan khusus itu, ada beberapa hal yang sebenarnya sangat dikuatirkan oleh Indra Perkasa. Pertama, adalah terkait hutang piutang cukup besar yang diberikan oleh Miranti untuk membantu biaya operasi ibunya. Dan yang kedua tentu saja biaya kuliahnya yang akan ditanggung hingga selesai nanti.

Terkait biaya kuliah itu sendiri, tentu saja merupakan satu hal paling mutlak yang harus ia dapatkan sementara bea siswa dihentikan. Karena cita-cita serta seluruh beban dirinya dalam membawa nama baik sekolah SMA, tentu saja harus dapat ia selesaikan dengan penuh tanggung jawab.

Lalu yang terlebih penting bagi diri Indra, tentu saja terkait masalah kehormatannya sebagai seorang lelaki. Dimana, ia sudah bersumpah dihadapan sang ibunda dalam janji untuk memperlakukan istrinya dengan baik dan semestinya. Karena meskipun ada sebuah kesepakatan yang melarang untuk melakukan ini dan itu, tetap saja hatinya merasa tak pantas bila harus mengabaikan begitu saja kebahagiaan dari seorang wanita yang sudah menjadi istrinya secara sah.

Indra yang cerdas dan memiliki wawasan luas, dengan sendirinya telah saja cukup memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Bahkan, apa yang mendasari pemikirannya juga bisa ia dapatkan dengan mengacu pada kasus perceraian Miranti dari pernikahan sebelumnya.

Wanita yang saat ini menjadi istrinya, beberapa bulan yang lalu telah resmi menggugat cerai suami keduanya sebelum pernikahan mereka. Dengan salah satu alasan karena tak diberi nafkah lahir dan batin selama beberapa bulan, akhirnya rumahtangga mereka bisa kandas dengan mudahnya.

Hal itulah yang semenjak awal menjadi pertimbangan Indra dalam menghitung langkahnya. Karena meskipun ada perjanjian yang mencatat masa perkawinan antara dirinya dengan Miranti, namun pernikahan mereka tetap saja merupakan sebuah akad pada umumnya. Dimana bila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban, pastilah akan membuka peluang dari pihak lain untuk mengajukan tuntutan.

Perceraian yang berada diluar batas waktu perjanjian, itulah yang tidak diinginkan oleh Indra Perkasa. Sebab jika demikian, hal itu akan sama halnya dengan ia tak bisa membayar seluruh hutang budi yang pernah diberikan oleh Miranti.

---

Dengan semua pertimbangan tersebut, akhirnya Indra pun berusaha hendak mengikuti kemana arus akan membawanya. Dan selagi semua itu tak membahayakan posisi dirinya, mungkin saja ia bisa sedikit memiliki waktu untuk bertualang.

Miranti bukanlah seorang yang biasa-biasa saja. Sebab selain berparas rupawan dan sangat cerdas, wanita itupun memiliki kedudukan yang cukup tinggi dalam bidang ekonomi. Belum lagi jika ia menghitung masalah status sosial, dimana pergaulan wanita tersebut memanglah berada dalam pusaran lingkungan atas di kota mereka.

Dengan demikian, kapan lagi Indra bisa hidup bersama dan berakrab dengan seorang wanita yang begitu cantik serta kaya itu? Demikianlah angan-angan si pemuda disaat sifat bandelnya muncul. Dan sepertinya, ia seolah sudah memiliki suatu tekad yang hanya dapat dimengerti alasannya oleh dirinya sendiri.

Namun dengan semua keputusan yang kini hendak diambilnya, Indra pun memiliki sebuah syarat mutlak dalam hubungan yang hendak menjurus pada keintiman tersebut. Si pemuda menetapkan bahwa Miranti tidaklah boleh mengandung anaknya. Karena bila wanita tersebut sampai hamil karena perbuatannya, lalu bagaimana ia bisa mengatakannya pada Vanessa jika hal tersebut terjadi?

"Baiklah. Kalau kamu sudah janji, Mbak mau dipijit sekarang. Tapi bener, ya … nggak boleh bohong, besok aku yang gantian mijitin," dengan suara yang sedikit bergetar, Miranti menyampaikan hal itu pada Indra.

Si pemuda yang sedang gembira karena menemukan sikap istrinya yang tak lagi lebay, dengan senang hati langsung saja menjawab,

"iya, Mbak. Saya janji." Demikian ucapnya dengan secara sungguh-sungguh.

"Oke … kita pijetan disini saja, ya. Mbak tiduran sekarang."

"Hu-um, Mbak …"

Begitu Indra mengiyakan, langsung saja Miranti merebahkan tubuhnya di tengah peraduan.

"Yang pelan aja ya, Mas …" dalam nada sedikit manja, sekali lagi wanita cantik itu berkata untuk mengucapkan permintaan.

"Siap, Mbak Mira rileks aja biar terasa nyaman." Jawab Indra dengan patuh.

Diakui atau pun tidak, tetap saja dada Indra terasa begitu bergemuruh saat melihat tubuh Miranti terbujur pasrah di hadapannya. Karena dengan hanya selembar kain tipis daster yang menutupi tubuh sedemikian indah itu, tentu saja telah jadi semakin berdebarlah gemuruh dada yang ia rasakan dari jantungnya.

Namun, sepertinya Indra memang sudah siap menghadapi semua itu. pemuda yang sejenak tadi meninggalkan Miranti untuk membersihkan tubuhnya, saat itu justru telah menemukan sebuah solusi untuk menyelesaikan semua permasalahan pribadinya dengan sekaligus.

---

Vanessa yang kini terus memaksakan hubungan sambil menunggu tibanya hari perceraian antara Indra dengan Miranti , tentu saja masuk dalam faktor pertimbangannya. Namun begitu, Miranti sebagai istrinya yang sah juga harus mendapatkan sesuatu yang cukup dapat membahagiakannya.

Keberadaan wanita matang baik hati itu disisi Indra, pastilah juga tidak akan dapat ia ia abaikan begitu saja. Karena pada akhir-akhir ini, sang istri telah saja menuntut perhatian yang lebih dengan mengatasnamakan status mereka yang memang dilindungi oleh sebuah pernikahan resmi.

Dalam keadaan yang seperti itu, akhirnya Indra telah saja mengambil sebuah keputusan yang cukup berani. Dengan berbagai pertimbangan, pemuda itu sudah bertekad untuk dengan damai menjalani hidup pernikahannya hingga selesai masa berlakunya perjanjian sampai waktunya perpisahan nanti.

Sesuai pesan sang ibu, Indra telah berjanji untuk selalu menghormati dan bertanggungjawab untuk mencukupi apapun kebutuhan istrinya. Tapi walau memang sudah memutuskan begitu, pemuda itupun haruslah melakukan segala sesuatunya dengan hati-hati.

Namun begitu, Indra yang sekarang bukanlah sesosok laki-laki seperti disaat ia baru pertama kali datang merantau ke kota itu. Ditambah dengan beberapa kali petualangan yang pernah tak sengaja ia lakukan bersama Vanessa, tentu saja ia sudah memiliki cukup pengalaman dalam mengenali hati maupun bahasa tubuh seorang wanita.

Hanya saja, beberapa perbedaan mencolok memang sedikit menjadikan Indra grogi. Yang pertama dan terutama, adalah terkait Miranti yang merupakan pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Dimana disana, hutang budinya seperti sudah tak bisa lagi dihitung dalam jumlah angka.

Lalu alasan yang lebih tertuju pada perasaan, adalah terkait kondisi tubuh Miranti yang benar-benar sangat berbeda dibanding Vanessa. Tentu saja akan begitu … karena tubuh Vanessa yang pernah ia rasakan kelembutannya, pastilah tak akan sebanding dengan pesona tubuh dari seorang wanita matang yang baru saja hamil dan melahirkan.

Tak ada seorangpun yang akan dapat mengingkari, bahwa puncak keindahan tubuh seorang wanita adalah disaat mereka memiliki seorang bayi muda. Karena dengan pertumbuhan hormon yang sedemikian terpacu saat itu, sang wanita akan dengan serta mertanya tampil menjadi mahluk sempurna dalam pesona kecantikannya.

Namun meski sedemikian menggigilnya tubuh karena gejolak perasaan yang dengan dahsyatnya menghajar hasrat, Indra yang cerdas dan bijaksana segera saja dapat mengantisipasi semuanya. Ia terlihat sedikit menghela napas, lalu bisa menjadi tenang ketika mengingat bahwa sosok yang sedemikian seksi di hadapannya itu adalah merupakan tubuh istrinya yang sah.

Dengan pemikiran yang seperti itu, ia pun jadi merasa lebih percaya diri. Karena tidaklah akan ada seorang pun yang dapat menyalahkan, ketika ada seorang suami yang menyentuh tubuh istrinya sendiri meskipun dengan cara yang sangat intim dan mesranya.

---

Tak lama kemudian, jemari Indra pun mulai memijat dengan lembut kaki-kaki jenjang yang sedemikian terawat dan mulus milik seorang wanita terhormat yang bernama Miranti Ayunda.

Wanita cantik dengan sekujur tubuh padat berisi itu, terlihat mengenakan selapis pakaian tipis yang tak mampu menyembunyikan segala lekuk sempurnanya. Sementara, si pemuda juga hanya mengenakan celana pendek dan T-shirt rumahan saja ala anak kost.

"Hmmm ... tangan kamu emang bener-bener ahli, ya ..." ujar Miranti ketika jari jemari si pemuda kembali meremasi betis bagian belakang saat ia ia dengan nyamannya tertengkurap di tempat tidur.

Sebenarnya, wanita itu sudah saja mulai merinding dan merasakan sebuah sensasi yang berbeda dengan usapan serta tekanan tangan Indra yang kuat tapi lembut. Namun, sepertinya ia terus berusaha untuk menahan diri agar tak menimbulkan banyak kecanggungan diantara mereka.

"Dulu aku biasa mijitin Ibu, Mbak. Kasihan, beliau harus bekerja keras untuk menghidupi kami. Makanya kalau capek, aku selalu menawarkan untuk memijiti" Dengan suara perlahan, Indra menjawab komentar Miranti mengenai pijatannya.

Pembicaraan yang tercipta diantara keduanya, dengan perlahan telah mulai bisa mengurangi ketegangan syaraf masing-masing. Karena sepertinya, Indra juga harus banyak bicara atau bercanda agar tak terlalu terpaku pada pemandangan indah yang ada di depannya.

Hal yang demikian memang perlu dilakukan agar dapat mengalihkan perhatian untuk sementara. Sebab bagi si pemuda, ia telah saja merasa gemetaran ketika bahkan baru selama beberapa detik saja tangannya menyentuh kelembutan kulit sang istri. Hingga dengan mendadak, tubuhnya telah kembali merasa gemetar dan lemas pada sekujur tulang.

"Sudah kuduga, semenjak kecil kamu memang anak yang berbakti. Tapi percayalah … segala susah payah ibumu itu pastilah akan menemukan kebahagiaan dan kebanggaan pada masa depanmu." Dengan sedikit mengabaikan desir pada dada akibat sentuhan si pemuda, Miranti berusaha membesarkan hati Indra.

"Terimakasih untuk doanya, Mbak ..." si lelaki pun membalasnya dengan jawaban yang menambah dekatnya perasaan dua hati.

***