Chereads / Sang Demihuman Revolusioner 'Cigin' / Chapter 2 - Aku Demihuman

Chapter 2 - Aku Demihuman

Apa ini sebenarnya? Ba-bagaimana bisa ada yang seperti ini? Aku tidak dapat memikirkan apa-apa selain menyebutkan bahwa ini adalah sebuah mimpi.

"Hei anjing! Masih hidup kau rupanya. Cepat kembali kau kerja. Atau kau akan kubuat benar-benar mati!"

Aku menoleh ke arah suara pria yang meneriakiku. Aku tahu itu karena aku merupakan seekor anjing. Secara tidak sadar aku menengok kepadanya.

Itu… benar-benar sebuah mimipi. Atau dia sedang menggunakan pakaian kostum untuk acara pesta? Tapi itu tidak mungkin dengan lingkungan ini.

Orang yang meneriaki itu menggunakan armor besi lengkap hingga kepalanya. Dia memegang cambuk, sedangkan di pinggangnya terdapat sebuah pedang panjang dua tangan.

Di dalam armor yang mengkilap itu telihat samar pakaian bewarna merah. Itu terlihat dari celah yang ditinggalkan oleh armor itu.

Hanya ada beberapa orang yang terlihat setelah aku menyapu pandanganku ke sekekitar. Mereka semua tampak sama dengan penampilan itu. Namun wajahnya sama sekali tidak terlihat. Mungkin hanya sedikit mata, hidung dan bibir yang dapat terlihat. Meski itupun hanya sedikit.

"Hei brengsek! Mengapa kau malah melongo? Cepat kerja!"

Pria itu kembali berteriak. Dari auranya jelas ada kemarahan.

"Tapi apa yang harus kukerjakan?".

"Huh? Apa yang kukerjakan katamu, huuh??". Pria itu meninggikan suaranya sambil sedikit memiringkan kepalanya.

Tapi apa yang sebenarnya baru saja terjadi? Kenapa dia tahu apa yang aku pikirkan? Tidak, bukan begitu. Kalau tidak salah, aku mendengar suara yang terdengar tebal itu ketika aku bergumam.

Itu tidak mung—

"Apa kau kehilangan otakmu setelah kau pingsan huh? Seseorang, tolong bawa dia ketempat kerjanya! Sepertinya di sini ada seseorang yang lupa dengan pekerjaannya."

Pria itu kembali berteriak. Itu membuatku kesal saja dengan suaranya.

Tidak lama, segera setelahnya datang seseorang dengan tubuh yang cukup besar. Kira-kira setinggi 175 atau 180 cm, dan memiliki otot di setiap lengannya.

Tapi yang membuatnya mengejutkan adalah salah satunya warna kulitnya. Dan itu adalah bewarna abu-abu tua. Tapi lebih tepat jika disebut itu bukan kulit, tapi lebih ke bulu.

Yap, itu benar sekali. Jelas itu adalah bulu. Dan yang membuatku yakin adalah wajahnya. Wajahnya terlihat garang dengan bentuknya. Tapi itu tidak membuatku takut sama sekali.

Salah satu temanku dulu memiliki wajah seperti itu. Ya, itu adalah wajah seekor anjing dari jenis Cane Corso. Tapi bagaimana mungkin?

Maskudku, bagaimana mungkin semua hewan yang bekerja itu berdiri dengan dua kaki layaknya manusia? Apa ini semacam pelatihan terbaru? Tapi tangan mereka…

Tangan mereka meski memang masih seperti jenis mereka biasanya, namun itu mampu menggenggam sebuauh palu maupun kapak. Termasuk dengan Cane Corso yang di depanku ini.

Dia mendatangiku dengan membawa sebuah sekop yang bersandar di pundaknya. Dia juga memakai pakaian layaknya manusia. Dan dengan sebuah helm yang telah tertutupi debu di atas kepalanya.

"He-hei kawan, ayo kita kembali, atau nanti kau akan disiksa lagi. Sayangilah dirimu kawan, juga jangan libatkan aku dalam masalahmu kawan". Ucap anjing Cane Corso itu kepadaku.

Suaranya terdengar seperti pria paruh baya biasa. Mulutnya bergerak ketika itu. Dia benar-benar berbicara.

"Apakah… kau baru saja berbicara… layaknya manusia?" jawabku tak percaya.

Tapi dia tampak heran, keningnya mengkerut dan menyipitkan matanya kepadaku. Tatapan itu seperti melihat seorang yang aneh di depannya, dan itu hanya aku yang berada di sana.

"Apa maksudmu kawan? Apa kau masih belum sadar? Lebih baik ayo berdiri, dan kembali bersamaku".

Dia menarik tanganku dan berusaha berdiri. Tapi tunggu—

Baru saja aku juga berbicara dengannya bukan? Dan suara yang tebal itu adalah suaraku? Aku juga bisa berbicara seperti manusia. Ini benar-benar sulit dipercaya.

Selagi perpikir, aku disadarkan oleh anjing abu-abu itu yang mencoba menopang tubuhku. Aku dibawa berdiri dengan dua kaki juga tentunya. Aku juga telah berubah seperti mereka.

Dan saat ini aku juga memiliki tangan yang dapat mengepal, berdiri dengan dua kaki, dan pakaian lusuh yang melapisi bulu coklat pucat milikku yang cukup tebal. Ini sungguh menakjubkan jika dipikirkan. Juga, ini layaknya seperti mimpi bukan?

Soalnya, bagaimana mungkin seperti ini ada?

"Ah… kau cukup berat kawan". Keluh anjing abu-abu Cane Corso itu yang lagi-lagi membuatku tersadar.

Tampaknya aku memang sedikit lebih tinggi dari pada dirinya. Dia berusaha menahan tubuhku yang besar ini. mungkin tinggiku saat ini kira-kira 185 atau 190 cm. Dibandingkan dengan manusia itu sudah cukup besar sehausnya.

Karena merasa tidak enak, aku mencoba melepaskan dirinya dari tubuhku. "Tidak apa-apa. Aku bisa jalan sendiri".

"Benar juga, sepertinya kau telah mengingat peranmu bukan?"

"Apa maksudmu?"

"Yah, bukannya memang begini sifatmu? Kau terlihat sering sendirian, dan tidak mau bergaul dengan yang lainnya. Bahkan ketika mereka mencoba menanyakan namamu, kau menolak memberitahu mereka bukan?".

Jawabannya membuatku kembali berpikir, siapa aku ini sebenarnya? Aku merasa bahwa diriku adalah Cigin, seekor anjing polisi yang berkontribusi menangkap banyak para penjahat.

Aku tidak pernah mengingat apapun yang telah disampaikan oleh anjing abu-abu yang berdiri dengan dua kaki di depanku ini. Sangat aneh, benar-benar aneh.

Dia mengatakan tentang kisahku sendiri yang bahkan aku sendiri tidak mengingatnya.

Apa aku telah lupa ingatan? Tapi tidak… aku masih mengingat bagaimana aku ditembak oleh seorang pria penyelundup itu. Yang di mana, dua rekanku hanya berdiri melihatku mati.

Itu benar-benar menyakitkan. Bukan soal timah panas yang menembus tubuhku itu, melaikan melihat rekanku yang hanya berdiri tanpa ada pembelaan ketika aku dibunuh di depan mereka. Sungguh sangat menyakitkan.

Jika aku memiliki kesempatan, pasti akan kuburu mereka satu-persatu. Akan kukoyak tubuh mereka dan membuat mereka mengeluarkan raungan busuk mereka itu. Hingga mereka semua akhirnya mati, akan terus kukunyah tubuh mereka. Menyesal bukanlah jawabannya, tak peduli apapun kata mereka.

Ughh, sialan. Memikirkan itu kembali membuat kepalaku dipenuhi kekesalan.

Oh... ya, tapi... bukannya aku terbunuh?

Ya, benar sekali, bukannya aku telah mati? Seharusnya begitu bukan? Bagaimana aku bisa kembali hidup dan berdiri dengan dua kaki saat ini? ini jelas-jelas sebuah mimpi.

Aku memegang kepalaku dengan kedua tanganku saat ini. Aku hanya bisa tertunduk dan masih tidak mempercayai semua ini.

"Hey kawan, kau kenapa? Apa kepalamu sakit lagi?". Tanya Cane Carso itu lagi kepadaku. Wajahnya terlihat khawatir sambil sedikit mencuri-curi pandang ke arah manusia dengan armor itu. Sepertinya dia takut dimarahi oleh manusia itu jika berlama-lama di sini.

"Tidak, aku baik-baik saja. Ayo kita lanjutkan jalannya, dan bawa aku segera ketempat itu".

Aku segera menarik diri dari kecemasan yang tak jelas kurasakan itu. Karena semua ini begitu nyata, sebaiknya kulakukan saja dengan apa adanya.

"Mm, baiklah. Kalau begitu, ikuti saja aku. Kita berada di tempat yang sama bukan? Oh iya, kau tentu saja tidak akan mengingatnya". Sambil mendesah dan menaikkan kedua bahunya.

"Mm, kalau begitu, aku ingin menanyakan namamu. Sulit sekali jika ingin memanggilmu".

"Ap-apa barusan kau katakan?" dia terlihat terkejut dengan membuat matanya melebar ke arahku sambil berjalan mendekati sebuah pintu masuk goa.

Tapi apa-apaan dengan sikapnya itu? Apa aku salah bertanya? Bukankah aku hanya menanyakan nama saja? Kenapa ekspresinya berlebihan begitu? Pikirku.

"A Ku Me Na Nya Kan Na Ma MU!" Aku menjelaskan dengan setiap suku kanyanya. Itu agar jelas dan dia lebih mudah mengerti jika sebelumnya dia salah dengar.

"Aah... haha, bukan begitu. Hanya saja aku sedikit terkejut dengan ketertarikanmu dengan nama orang lain. Itu tidak seperti—ah bukan. Baiklah, namaku Gattuso. Tapi yang lain lebih sering memanggilku Gatti".

"Hmm, Gatti. Bagus, kau juga bisa memanggilku Cigin The Launcher. Eh tidak, cukup Cigin saja oke!"

"Mm hmm, baiklah kalau begitu".

Dia akhirnya menjelaskan keterkejutannya sebelumnya. Lalu kami melanjutkan perjalanan memasuki pintu goa tersebut setelah sama-sama mengenalkan diri.

Sebuah goa yang menuju ke bawah tanah di dalam sebuah hutan, setidaknya itu yang telah aku amati sebelumnya.

Di sepanjang lorong yang kulewati, ada berbagai jenis hewan yang juga sama berjalan dengan dua kaki mereka telah kutemui. Ada tikus, anjing, kucing, macan, beruang, jerapah, dan kurasa akan masih banyak di dalam sana atau di luar sana.

Sambil berjalan di dalam lorong-lorong itu, aku sempat bertanya-tanya kepada Gatti. Dia menjelaskan tempat apa ini sebenarnya. Dan setelah mendengar jawabannya, banyak informasi baru yang masuk ke dalam kepalaku.

Tempat ini merupakan sebuah tambang, yang mana para hewan yang berjalan dengan dua kaki itu disebut 'Demihuman' atau setengah manusia itu merupakan para budak. Dan di dalamnya termasuk diriku dan Gotti saat ini.

Para setengah manusia di perbudak oleh manusia sudah terjadi lebih dari seratus tahun. Itu sudah sangat lama terjadi perbudakan begitu. Bahkan saat mereka lahir, mereka akan langsung berstatus seorang budak.

Jika dibandingkan kekuatan tempur mereka, para setengah manusia lebih kuat dan mampu melebihi manusia. Itupun tergantung dari jenis dan ras mereka. Namun suatu hal yang membuat mereka tidak mampu melawan manusia adalah 'Sihir'.

Manusia memiliki lebih banyak kecerdasan dari para setengah manusia. Mereka menganggap diri mereka makhluk sempurna dari dewa dengan kecerdasan tersebut.

Dan para setengah manusia atau demihuman yang kecerdasan mereka di bawah manusia, di anggap sebagai suatu alat yang diciptakan oleh dewa untuk melayani mereka para manusia.

Dengan asumsi itu, manusia terus mengeksploitasi dunia ini dengan isinya yang termasuk demihuman yang tinggal di dalamnya.

Pernah dahulu terjadi perlawanan sekitar tiga puluh tahun yang lalu, sekelompok demihuman yang disebut 'The Wish Tree', atau biasa disingkat menjadi TWT.

Mereka layaknya sebuah organisasi pembebasan para demihuman dari perbudakan. Mereka dikumpulkan dari berbagai hewan yang memiliki tekad dan kemauan yang sama, yaitu sebuah kemerdekaan.

Kelompok bereka diketuai oleh demihuman rusa Elk dengan tanduk menjulang yang bercabang seperti ranting pohon. Dia dikenal dengan nama Maverick. Lalu dua sisi orang kepercayaannya di TWT adalah demihuman rubah Cleo dan Angie si elang.

Mereka bertiga merupakan pusat dari seluruh pergerakan TWT tersebut.

Dengan mereka sebagai pemimpin, TWT melakukan pemberontakan dengan menyerang daerah-daerah manusia dan melepaskan para pudak. Banyak budak demihuman yang telah bebas masuk dan bergabung ke dalam kelompok mereka. Itu membuat TWT semakin besar.

Pada awalnya, semua berjalan dengan baik, namun semua berubah setelah mereka mencoba mengambil alih sebuah kerajaan.

Banyak dari mereka tebunuh, terluka, dan tertangkap setelah penyerangan itu. Semua itu karena sihir daripada para manusia. Tidak ada yang dapat berkutik dengan itu. Mereka tidak tahu cara melawannya.

Setelah kejadian itu, manusia semakin kejam dengan budak-budak mereka para demihuman. Dan tidak ada lagi yang berani untuk melawan pihak manusia setelah itu. Mereka semua hanya terus hidup sebagai budak hingga sekarang.

Cerita yang sangat menakjubkan. Semua itu terdengar sangat nyata, dan di sisi lain penuh fantasi. Namun, setelah semua yang aku lihat di sini, aku dapat sedikit mempercayainya.

"Ngomong-ngomong, ada sebuah rumor". Gatti mendekat ketelingaku dan berbisik. "Para anggota TWT yang tersisa masih merencakan perlawanan. Dan saat ini mereka sedang meneliti tentang sihir agar dapat digunakan oleh para demihuman melawan manusia". Lanjutnya dengan wajah yang sangat serius.

"Ooohh…".

Mendengar itu aku menjadi tertarik, dan semakin tertarik dengannya. Setelah mendengar cerita terssebut, entah mengapa, kebencianku terhadap manusia juga meningkat. Ingatan tentang pengkhianatan rekanku dulu juga jadi terngiang-ngiang.

Aku sangat ingin bertemu dengan TWT ini. Tidak, aku harus menemukan mereka. Aku akan menacari mereka, tapi… bagaimana?

Sambil memijat leherku aku terus memikirkan itu seraya berjalan. Dan tidak terasa aku telah sampai dimana tempatku harus bekerja.

Tapi… TWT itu sangat menarik sekali. Pasti akan kutemukan mereka. Pikirku lagi.