Chereads / Sang Demihuman Revolusioner 'Cigin' / Chapter 3 - Mengajak Gatti

Chapter 3 - Mengajak Gatti

Sebuah dinding tanah dan bebatuan menghentikan lanngkahku. Kali ini seperti sebuah ruangan yang cukup luas.

Mereka semua para demihuman terihat sama melayangkan alat di tangan mereka untuk menambang.

Sebuah besi panjang dengan satu sisi runcing dan satunya lagi tajam seperti mata kapak. Memang itu adalah alat bagi para penambang.

Dan saat ini, aku bekerja dengan membuat sebuah lorong baru bersama mereka. Aku masih belum tahu tujuan para manusia itu, namun menurut Gatti, mereka menginginkan besi dari tempat ini.

Yah, aku tidak begitu memikirkannya saat ini. Di dalam kepalaku hanya mengalir tentang TWT. Itu seperti kisah super hero yang pernah kulihat di televisi rekanku dulu.

Dan untuk tambang ini, yah, manusia memang makhluk yang hanya memikirkan diri mereka sendiri. Semua akan mereka lakukan untuk diri mereka. Termasuk para rekanku dulu.

Aku dapat mengasumsikan bahwa mereka hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri ketika itu. Dapat kurasakan dari aura ketakutan di tubuh mereka.

Dan oleh karena itu, mereka membayar nyawa mereka dengan nyawaku. Itu, itu membuatku frustasi sebenarnya.

Tapi jika aku bisa balas dendam kepada manusia, itu sudah cukup bagiku. Aku akan menunjukkan kepada mereka, bahwa tidak semuanya dapat mereka kuasai.

"Cigin! Kenapa lagi kau kali ini melamun begitu? Ayo lanjutkan kerjamu". Ucap Gatti yang menepuk pundakku.

"Ah, tidak ada. Mari lanjutkan". Jawabku.

Dia terlihat cukup kuat kupikir.

Tapi jika memikirkan soal kekuatan dan pertarungan, pelatihanku saat menajdi polisi dulu kupikir cukup hebat. Tapi saat ini aku layaknya manusia dengan dua kaki dan dua tangan. Itu tidak bisa diterapkan seperti dulu.

Tapi aku dapat mengingat gerakan-gerakan mereka yang pernah kulihat dulu. Mungkin saja aku akan dapat mempelajarinya jika mengikuti gerakan itu.

Seiring dengan itu, aku tetap bekerja memukulkan cangkul yang kupegang itu ke dinding batu. Kupikir itu tidak begitu susah, hanya dengan dua atau tiga kali pukul, batunya pecah berhamburan.

Lalu, karena terlalu asik berpikir sebelumnya, aku tidak menyadari ada yang aneh dengan tatapan para demihuman itu kepadaku. Mereka melhatku seperti orang asing yang benar-benar aneh. Apa yang terjadi sebnarnya?

Aku sekilas melihat mereka dengan sudut mataku, tapi kurasa memang begitu keadaannya.

"Hei, Gatti… ada apa dengan tatapan yang lain itu kepadaku? Apa ada sesuatu yang salah di wajahku?". Dengan nada pelan dan mendekat ke kepala Gatti.

Sambil tetap mengayunkan alat penambang miliknya, Gatti menjawab.

"Tidak perlu dipikirkan, mereka hanya heran seperti saat aku pertama kali melihatmu tadi".

"Haah?"

"Maksudku, kau sedikit berubah. Pertama, mereka terkejut melihat kau kembali dan masih tetap hidup. Lalu kau bersama dengan diriku namun masih tetap ramah dan mau mengajakku berbicara. Bukankah itu aneh?"

Tanpa melirik dan terus melanjutkan pekerjaannya, Gatti menjawab dengan nada yang seperti 'memang seharusnya itu terjadi'.

Sementara Cigin hanya mengeryitkan keningnya.

Bagaimana bisa aku seperti orang aneh hanya berperilaku begitu? Tapi menurut perkataan Gatti, bukannya dulunya aku tidak seperti ini? Tapi bagaimana aku tidak mengingatnya?

Saat ini aku hanya mengingat bahwa ini adalah seperti kehidupan kedua bagiku. Namun aku merasa tidak terlahir di sini. Hanya saja itu seperti aku dimasukkan ke tubuh yang kebetulan juga dari ras Kangal ini.

Tapi bagaimana bisa? Aku tidak dapat memikirkan bagaimana semua itu berjalan. Yang jelas kali ini, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama seperti saat terakhir kali aku dikhianati.

Nomong-ngomong soal itu, bagaiman caraku bisa keluar dari tempat ini? Aku tidak mengetahui tentang di mana dan harus ke mana saat ini. Bahkan aku tidak yakin bahwa aku masih berada di bumi, kurasa.

Bagaimana jika kukatakan kepada Gatti, apakah dia akan mau ikut denganku?

"Gatti!" Aku menyapanya dengan polos sambil tetap bekerja.

"Apa itu?"

"Mmm, bagaimana… bagaimana jika kita keluar dari tempat ini?"

Dengan santainya Gatti tidak menunjukkan respon berlebihan. Dia hanya sedikit menengok sebentar, kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya.

"Kita belum selesai, lagian belum jam pembagian makan, bagaimana kita bisa keluar? Apa kau mau disiksa lagi?"

Ughh… sepertinya dia tidak mengerti maksudku. Sebaiknya kukatakan saja semuanya.

"Gatti, maksudku bukan begitu. Aku ingin mengajakmu kabur dari sini. Kita akan lari dan pergi mencari sekutu kita, bagaimana?".

"HHAAHHHH…???"

Gatti kali ini benar-benar terkejut. Suaranya sangat keras hingga membuat yang berada di sana melihat ke arahnya. Bahkan cangkulnya yang sedang diayunkan kini berhenti tepat di atas kepalanya.

Suaranya keras sekali. Pikirku sambil menengok ke sana-kemari karena panik. Lalu aku berusaha menenangkannya dan memegang pundaknya.

"Ssssttttt… tenang kawan, pelankan suaramu".

"Ap… Bagai… bagaiman aku bisa tenang. Apa yang barusan kau katakana itu?" Gatti menggerutu dengan giginya yang tetap bertaut. Dia cukup kesal kali ini terlihat.

Tapi itulah yang aku maksud untuk dikatakan, jadi tidak masalah. Sekarang, aku hanya harus tinggal meyakinkan dirinya.

"Ya… tenang dulu, tidak usah ribut begitu. Aku hanya mengatakan yang sesungguhnya. Kita akan kabur dari tempat ini dan pergi mencari sekutu kita. Tentu semua itu harus kita rencanakan dulu dengan sebaiknya dari sekarang".

"…!"

Gatti hanya terdiam sambil terlihat memikirkannya dengan serius. Salah satu tangannya terlihat memegang keningya yang mengkerut itu. Dan satunya lagi memegang alat menambang yang terlihat seperti sebuah tongkat saat ini.

"Hei Cigin, apa kau serius dengan ucapanmu? Kau bisa benaran terbunuh loh". Nada Gatti yang dingin itu kini terlihat sedikit menakutkan. Tapi matanya terlihat serius mengatakannya.

"Tentu saja serius". Aku menjawabnya dengan tatapan yang memperlihatkan kebulatan tekadku padanya. Agar dia dapat meyakini kesungguhan kata-kataku itu.

Setelah mendengar jawabanku, Gatti terlihat memikirkannya dengan seksama. Itu memang sebuah pilihan yang sangat berat, karena itu menyangkut masa depannya.

Tidak ada jalan untuk kembali jika telah memulai. Semuanya harus ditetapkan dengan sematang-matangnya. Karena itu, dia butuh waktu memikirkannya seharusnya.

Namun aku berusaha meminta jawaban itu secepatnya. Karena, jika jawaban sudah kudapatkan, maka akan mudah menyusun strategi yang cocok untuk kabur dari tempat ini.

Sebenarnya aku berharap jawabannya adalah ikut denganku. Soalnya dia dapat menjadi penunjuk arah ketika di luar.

Karena aku tidak tahu dengan daerah ini, jadi dengan adanya seseorang yang mengetahui bagaimana keadaan area di sini dan di luar, maka semuanya dapat dicari strategi terbaik.

Saat dulu masih menjadi polisi, aku selalu mendengar mereka mengatakan bahwa dalam membuat strategi, yang dibutuhkan adalah informasi. Termasuk di dalamnya jumlah lawan dan kedaan tempat lingkungan di area tersebut.

Namun dengan keterbatasanku saat ini semua menjadi abu-abu. Aku tidak dapat meikirkan apapun. Dan sekarang ada Gatti yang pernah bekerja di luar dan di sini.

Kehadirannya dalam misi ini akan menajadi bantuan terbesar untuk mencapai keberhasilan. Oleh sebab itu, dia harus ikut denganku.

Melihat Gatti yang saat ini masih berpikir keras yang menghentikan pekerjaannya membuatnya dilihat oleh semua orang. Dia hanya terdiam dengan pose tangan yang berubah-ubah dalam waktu singkat. Tapi tidak dengan wajahnya yang begitu panik itu.

Aku melanjutkan kerjaku sambil menunggu jawabannya.

Lalu tiba-tiba Gatti mendesah dengan panjang. "Haaaahh…" dia terlihat lelah dengan memikirkan itu. "Apa kau bermaksud menemui TWT?" lanjutnya setelah desahan lelah tersebut.

"Yap, begitulah maksudku. Coba kau pikir... Apa kau mau hidup seperti ini untuk sterusnya? Bagaimana dengan impianmu? Apa kau tidak memilikinya?" Balasku agar hatinya semakin goyah.

Dia kembali menunduk, namun di wajahnya seperti telah mendapatkan sebuah jawaban. Gatti balik memandang dengan tajam.

"Uggh.., sial. Tentu saja aku punya! Tapi… semuanya hanya seperti mimpi yang tidak akan dapat menjadi nyata. Kau tahu bagaimana ini akan berakhir jika gagal bukan? Bahkan mimpi itu juga akan berakhir jika gagal, kau tahu?"

Gatti seperti membahas sesuatu yang mengenai hatinya. Wajahnya kesal serta bercampur dengan kesedihan. Namun dia berusaha meneguhkan hatinya.

Tapi ini adalah kesempatanku!

"Aku tahu semua itu. Tapi jika kau ada bersamaku, maka kemungkinan berhasil kita akan jauh meningkat. Namun jika hanya terus bermimpi dan menunggu, bukankah kau tidak akan mendapatkan jawaban apapun?"

Kata-kata terakhirku kini telah mengenai hatinya. Dia terlihat sangat sedih di sisi lain. Namun matanya kini memancarkan api semangat, sebuah tekad baru muncul dari sana.

Aku dapat yakin bahwa dia akan ikut denganku sekarang.

"Baiklah, aku akan ikut. Aku akan mempertaruhkan segalanya, bahkan nyawaku. Tapi kita harus merencacnakannya sebaik mungkin. Nanti malam saat semua tidur, kita akan membahas ini kembali".

Benar saja, dia segera menjawab untuk ikut. Dengan begitu, informasi yang ada akan mudah diuraikan untuk membuat sebuah strategi kabur.

"Oke, sekarang, mari kita lanjutkan pekerjaan ini".

"Hm, tentu". Jawab Gatti yang kembali mengayunkan cangkulnya. Sekarang dia terlihat begitu tegap dan tidak akan tergoyahkan.

Semuanya akan dimulai ketika semua orang tertidur. Dengan pengalamanku di kepolisian, kuharap itu akan dapat membantu.

Tapi di sini tidak ada pistol bukan? Itu akan menyulitkan misi ini jika ada. Aku dapat meyakini bahwa senjata itu tidak ada karena para manusia yang telah kulihat sebelumnya, menggunakan cambuk dan pedang sebagai senjata mereka.

Jadi aku dapat mengasumsikan seperti itu. Tapi tidak lepas bahwa atasan mereka mungkin memilikinya. Jika itu terjadi, yang harus aku lakukan adalah untuk tidak akan mengulangi hal yang sama. Aku tidak akan pernah tertembak lagi.

Untuk lebih detainya, kutanyaka saja pada Gatti nanti malam soal senjata itu. Jadi sekarang, aku hanya akan terus bekerja sambil menuggu waktu malam tiba.