Siapa bilang Ellina menyerah?
Dia masih terus mencari cara dan memikirkan rencana untuk keluar dari tempat ini. Ditambah lagi sekarang Ellina kebingungan, dengan cara apa dia bisa keluar dari sini hidup-hidup.
Wanita kemarin seakan mengawasinya. Ck, menyesal Ellina sudah mengajak wanita itu untuk kerjasama kalau ujung-ujungnya dia adalah pihak lawan.
Eyden pagi ini pergi berburu. Meninggalkan Ellina dengan perasaan lega, lalu Eyve menyahut memberikan informasi kepadanya padahal Ellina tidak ingin dengar informasi darinya.
"Raja yang baru menikah diharuskan berburu. Membawa tiga rusa lalu membawa dua serigala sebagai tanda kesetiaan sebelum Ratu mengabdikan diri sepenuhnya," jelas Eyve.
"Kalian makan serigala?" Tanya Ellina refleks.
"Serigalanya tidak kami makan, hanya saja kepala bisa jadi pajangan atas kemenangan, lalu kulitnya kami buat untuk pakaian musim dingin."
"Ah, begitu rupanya."
Walau mendengar penjelasan dari Eyve, tetap saja Ellina bergidik ngeri. Bagaimana mereka bisa melakukan hal setega itu dengan makhluk hidup. Ellina menggeleng, tapi karena teringat saat dia di savana waktu itu Ellina akan setuju dengan keputusan Eyden.
Sejujurnya ada hal yang menarik di sini. Mereka adalah sekumpulan orang yang sepertinya tidak tersentuh dengan dunia modern. Atau mereka yang belum tau kalau di luar sana ada dunia modern seperti perkotaan?
Kalau dibilang desa, sepertinya tidak mungkin. Karena kalau Desa, merekapun akan menggunakan lampu listrik sebagai penerangan, namun di sini masih menggunakan lentera minyak.
Bahkan alas mereka tidur adalah dipan dan selimut dari hasil buruan yang mereka olah sebaik mungkin dengan bantuan alam.
"Penduduk di sini jumlahnya ada berapa?"
"Penduduk?"
"Apa itu penduduk?" Tanya gadis itu dengan raut wajah kebingungannya.
Ellina tampak mengusap wajahnya kasar. Bagaimana bisa dia tidak tau---ah sudah lupakan, Ellina baru sadar kalau dia terlempar ke sekumpulan orang primitif.
Tapi karena masih penasaran, Ellina kembali bertanya walau pertanyaan dari Eyve tidak dia jawab. Salah sendiri, pertanyaan Eyve malah membuat Ellina sakit kepala.
"Berapa jumlah kalian di sini?" Tanya Ellina.
"Ah, Ratu ingin tau kami di sini ada berapa orang?"
Ellina menganggukkan kepalanya tanda setuju, kemudian dijawab oleh Eyve walau sempat terhenti karena tengah menghitung sesuatu yang ada di kepalanya.
"Kemungkinan sekitar empat puluh lima orang? Itu juga sepertinya tidak termasuk dengan anak-anak yang baru lahir."
"Ah, jadi masih begitu sedikit."
"Lalu apa kamu tau tentang sejarah kenapa bisa ada perkumpulan orang-orang ini?"
"Orang-orang ini?"
Ellina menutup mulutnya karena sadar kalau sekarang dia tengah salah bicara. Setelah itu dia bisa lihat wanita yang kemarin sempat adu mulut dengannya mengawasi dengan hati-hati.
"Maksudnya, aku harus tau kan tentang asal-usul dari wilayah kita?" Tanya Ellina hati-hati.
"Eyve! Kamu ambilkan Ratu air hangat, sepertinya Ratu sedang kedinginan."
Wanita yang awalnya hanya mengamati itu, kini mendekat ke arah mereka dan memberikan perintah kepada Eyve, seakan ingin Eyve pergi karena ada yang ingin dia sampaikan secara tidak sopan kepada Ellina.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Memberi perintah untuk melayani anda. Bukankah, anda sedang terlihat ling ling dan haus sekarang?"
Dugaan Ellina benar rupanya, wanita ini seakan ingin mencari tau tentang tindakannya. Ditambah lagi sekarang tatapannya sungguh berani.
"Mau bagaimanapun, saya harus menghormati anda sebagai Ratu kami. Tapi saya tetap waspada karena Ratu bisa saja menyakiti Raja kami. Saat itu saya tidak segan-segan mengambil jantung anda."
Ellina bergidik ngeri, dia tidak pernah ada niatan untuk membunuh Eyden. Justru dia ingin kabur, namun sepertinya wanita di hadapannya ini sekarang menaruh curiga kepadanya.
Namun untuk menjaga harga dirinya tetap terjaga, Ellina kini berubah tegap dan menatap serius ke arah lawan bicaranya.
"Aku tidak mungkin membunuh suamiku. Justru kamu yang harus ku waspadai, kamu menyukai Eyden kan."
Wanita itu tampak terintimidasi. Rupanya kemarin Ellina terlalu bersahabat, sehingga dia berani melawan. Maka sepertinya tidak akan berlaku jika sekarang dia saling berhadapan dengan Ratu antagonis di dunia perfilman.
***
Pria itu membidik tepat sasaran, ini adalah serigala terakhir yang akan dia bawa pulang. Dengan beberapa luka cakaran dan gigitan, Eyden berhasil membawa pulang rusa dan serigala yang akan dia persembahkan untuk sang Ratu.
Ketika di perjalanan, tidak sengaja dia mendengar beberapa dari mereka sedang berbisik, mengagumi bagaimana wajah Ratu.
"Ratu adalah sesungguhnya Ratu, dia dewi tercantik yang pernah aku lihat. Rasanya begitu beruntung menjadi Raja Eyden."
"Kamu benar, Dewi dengan kulit putih mulus dan wajah cantik bak bidadari dalam kisah. Benar-benar pantas bila disandingkan dengan Raja kita yang gagah."
Eyden menahan untuk tidak tersenyum, kemudian mengajak mereka untuk bergegas pulang. Karena gara-gara mereka Eyden jadi ingin segera bertemu dengan Ellina.
Berita kepulangan Eyden disambut begitu antusias. Ditambah lagi dengan binatang buruan yang berhasil dia bawa. Akan ada pesta besar, mengajak para ibu-ibu masak bersama dari rusa buruan Raja mereka.
Sementara itu Ellina yang baru sempat tidur, terlonjak dengan ekspresi marah karena terompet yang mereka bunyikan.
"Tidak bisakah mereka membiarkan aku tenang?" Gumamnya kesal yang hendak kembali berbaring, namun seseorang masuk.
"Ratu, Raja sudah kembali dari berburu. Dia sekarang memiliki banyak luka karena melawan serigala."
Ellina menatap ke arah Eyve dengan tatapan malas. Lalu kenapa kalau dia terluka? Bukankah dia sendiri yang mau terluka, jadi biarkan saja.
"Ratu, anda harus mengobati luka Raja. Karena itu aturan dari seorang Ratu, hanya istri Raja yang boleh menyentuhnya."
"Kami tidak bisa, jadi Ratu bisa segera mengobati Raja sekarang."
"Ck! Iya-iya, jangan terus berbicara kepalaku sakit karena terkejut, keluar saja dulu. Nanti aku akan menyusul ke sana."
Eyve menganggukkan kepalanya, dia keluar membiarkan Ellina bersiap. Walau pada kenyataannya Ellina sedang bergumul dengan pikiran, apakah dia akan pergi menemui Eyden atau tidak. Karena sejujurnya Ellina sangat malas, matanya masih mengantuk.
"Raja hanya boleh disentuh oleh Ratu."
"Ck, kalau dia mati karena aku tidak merawat lukanya, maka aku yang akan mati selanjutnya."
Ellina akhirnya bangkit setelah mengumpulkan kewarasan. Dia berjalan malas mengikuti Eyve ke gubuk seberang yang terlihat cukup besar. Di sana Ellina langsung masuk sendiri tanpa ditemani Eyve.
"Eyden?" Panggil Ellina karena merasa tidak menemukan sosok pria yang akan dia obati lukanya.
Namun saat hendak melangkah lebih jauh, tangan besar melingkar tepat di pinggangnya. Bau keringat menyeruak, Ellina menelan ludahnya gugup.
"Kamu menyukai persembahannya, Ratu?"
"Bi-bisa kamu lepaskan dulu?"
"Ah!"
Eyden melepaskan pelukannya, kemudian menatap wajah wanita yang tersenyum hangat kepadanya. Walau sebenarnya Ellina terpaksa dalam hati.
"Kamu menyukainya kan?"
"Terima kasih, tapi sepertinya cukup sudah perburuan yang kamu lakukan."
"Aku ke sini akan membantumu merawat luka."
Ellina melihat ada beberapa bekas cakaran di lengan beroto milik Eyden. Namun saat dia menyentuhnya, Eyden segera menjauh.
"Kamu tidak menyukainya?"
Ellina terkejut bukan main, saat ini dia bisa merasakan kalau Eyden tampak serius ketika melihat responnya barusan.
"Aku menyukainya! Tentu saja, kita akan pesta besar kan? Hahaha. Kamu tidak berpikir aku tidak menyukainya kan?"
Setelah mengatakannya, Eyden mendekat dan tersenyum, "aku kira kamu tidak menyukainya."
"Aku suka, namun lukamu lebih penting. Jadi aku harus merawatnya lebih dulu," ungkap Ellina.
Kalau tidak salah dia ingat ada dialog ini di dramanya dulu. Tidak dia sangka kalau sekarang dia benar-benar berada di posisi perannya.
"Kalau kamu suka, Mana ciuman untukku?"