Ellina masih merasa asing dengan tempat ini. Bangunannya dari kayu, namun terasa begitu kokoh. Walaupun sebagian bangunan ada yang beratapkan jerami, Ellina bahkan belum melihat ada yang bocor dari salah satu bangunan itu.
Ellina tidak berani keluar, karena pria-pria dengan tampang aneh akan selalu melirik lapar ke arahnya, entah mungkin hanya Ellina saja yang merasa demikian.
"Dewi."
"Sudah aku bilang, jangan panggil aku dewi."
Gadis dengan rambut berkepang dua itu menunduk takut. Ellina kembali melihat ekspresinya dan merasa sedikit iba.
"Ma-maafkan saya."
"Apa yang kamu ingin katakan?"
"Ini sudah saatnya anda makan malam, kenapa anda tidak turun?"
Ellina baru sadar kalau dia belum makan apapun daritadi. Mungkin karena syok dengan keadaan sekitarnya membuat Ellina sedikit melupakan hal penting dari dalam dirinya.
"Mau saya antarkan kemari?" Tanya Eyve sopan.
Ellina hanya mengangguk singkat. Dia benar-benar tidak berpikir untuk makan bersama dengan pria mengerikan yang menemuinya tadi pagi. Apalagi masih menanyakannya tentang siapa Bumi?
"Sampai kapan aku harus disini?" Keluhnya.
Wanita itu bangkit dan saat ini berjalan mondar-mandir sembari menggigit ujung kukunya. Tidak bisa seperti ini!
Dia harus mencari cara agar bisa kabur. Filmnya bahkan belum seminggu ditayangkan, tapi dia sudah menghilang.
"Apa mungkin sinyalnya bisa aku temukan di atas gunung?"
"Oh ayolah! Siapa yang mau menyelinap ke sana?" Ellina bergidik ngeri, dia tidak akan datang ke sana meskipun ada orang yang membayarnya.
Tapi ... Ellina harus kesana, demi mengetahui apa yang terjadi dan meminta bantuan kepada pihak yang berwajib.
Ellina diam-diam menyelinap keluar, membawa outer mahalnya dan juga handphone. Dia mengintip dari dalam ketika melihat banyak pria sedang menikmati pesta api unggun.
Bahkan Ellina lihat sendiri kalau sekarang pria yang mengaku ingin menikahinya itu, tengah duduk menikmati pesta.
"Mereka sedang bernyanyi menggunakan bahasa apa?" Decih Ellina ketika tidak sengaja dengar.
Dia celingak-celinguk mencari jalan keluar. Seketika saat menemukan jalan keluar yang dia cari, disitulah Ellina tersenyum dengan lebar.
"Aku tau, aku lahir dengan nasib yang baik."
Baru Ellina akan melangkah, dia melihat Eyve masuk membawa nampan kayu berisi makanan. Disana Ellina segera keluar dari pintu belakang.
Dia harus pergi ke atas gunung mau bagaimanapun! Dia harus ke sana, dia harus keluar dari tempat sialan ini.
Ellina melihat ada beberapa orang yang berjaga di sana, dengan cepat dia masuk kedalam semak-semak, walau kaki telanjangnya digigit oleh semut merah nakal, Ellina menahan jeritannya.
Setelah memastikan kedua pria itu berbalik barulah Ellina berlari pergi menjauhi kerumunan orang-orang aneh itu, masuk ke dalam rimbunnya pepohonan di hutan.
"Huft!"
"Sial, kakiku gatal sekali. Ini pasti karena digigit semut."
Ellina berhenti sejenak di bawah pohon lebat, kemudian menggaruk kakinya yang gatal. Setelah ini dia harus melanjutkan perjalanan.
Berbekal senter ponsel mahalnya, Ellina terus melangkah masuk. Melupakan fakta kalau sekarang sedang malam hari, dan suara burung hantu terdengar keras.
Ellina merasa hawa semakin dingin, yang dia lihat hanyalah pepohonan rimbun. Ellina benar-benar baru sadar kalau sekarang tempat ini terasa semakin mengerikan.
Sementara itu Evye berteriak kencang dan segera berlari mencari ketua suku mereka. Eyve benar-benar merasa takut, Ratunya menghilang.
"APA?! BAGAIMANA BISA KAMU TIDAK MENJAGA DENGAN BENAR!" Raut wajah pria paruh baya itu berubah marah.
"Ma-maafkan saya."
"CEPAT CARI CALON RATU KALIAN!"
Raja Eyden seperti mendengar ada keributan, dia segera memanggil kepala suku. Raut wajah sang kepala suku tampak memucat.
"Ada apa ini?"
"Maafkan kami Raja, kami tidak bisa menjaga Ratu dengan benar. Ra-ratu ... menghilang."
Mata pria itu membulat sempurna. Dengan segera dia menghentikan pesta. Dia menyuruh semua orang bergerak mencari keberadaan Ratunya.
"CARI SAMPAI KETEMU!"
Mereka semua mengangguk dan saat ini berusaha melakukan pencarian terhadap wanita yang mereka panggil sebagai Dewi.
"Siapa yang berani menculik pendampingku?!" Ujar Eyden marah.
"Di hutan bagian timut tidak ada tanda-tanda dari Ratu."
"Cari ke semua sisi!" Tegas Eyden.
***
Daerah metropolitan dengan teknologi lebih maju. Terlihat banyak papan iklan LED yang menampilkan wajah Ellina.
"Sampai kapan Ellina menghilang?" Tanya Vernon.
Raut wajah Yorsa lebih letih lagi. Belum mendapat beberapa panggilan wawancara dari banyak stasiun Televisi. Mengenai Film terbarunya yang sukses meraih predikat nomor satu bahkan menjadi film terpopuler nomer 3 diluar negeri.
"Ketahuilah, aku lebih pusing lagi mendapat banyak telpon dari para awak media. Sekarang, bagaimana cara kita menemukan Ellina?"
Vernon mengendikan bahu acuh, "tidak tau, jangan bertanya padaku."
Mereka berdua sama-sama menghela nafas, setelah memandang satu sama lain. Ellina menghilang disaat yang tidak tepat.
"Apa kita juga perlu menghilang?"
"Ide yang bagus."
"Kenapa kita tidak mencoba mencari jejak lewat kamera pengawas?" Cicit Vernon.
Mendengar hal itu Yorsa sontak bangkit dengan semangat, "kamu benar! Kenapa aku sampai melupakan hal yang sangat penting? Kalau media lebih dulu tau, maka posisi Ellina akan dalam bahaya setelah kembali."
"Semoga dia baik-baik saja."
"Kamu benar."
Sementara itu saat ini Ellina tengah merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh pergi ke hutan malam-malam. Suara burung hantu begitu mengerikan jika didengar lagi.
Ellina menghela nafas dan melanjutkan jalannya. Belum sampai tujuan, dia sudah melihat seekor ular berwarna hijau menggantung bebas di atas dahan pohon.
"Oh astaga!"
Ellina segera mundur, namun baru dia mundur selangkah, Ellina dikejutkan dengan suara lolongan serigala.
Ellina ingin menangis saat ini juga, karena suara lolongan serigala itu semakin dekat. Mau naik ke pohon, Ellina tidak bisa, ada ular hijau yang siap mematuk dirinya kapan saja.
"Ah sial!"
Ellin mengumpulkan keberanian lebih untuk segera berlari melewati dahan pohon, dia mendengar desisan ular tertinggal di belakang.
Setelah berhasil berlari, Ellina akhirnya bisa keluar dari gelapnya hutan belantara. Di tengah sana ada padang rumput yang luas sebelum mencapai gunung.
"Wah, indahnya aku tidak tau kalau ada tempat seindah ini."
Auww~~~
Lolongan serigala itu terdengar semakin jelas, apalagi saat Ellina menoleh ke belakang dan mendapati dua serigala terlihat lapar.
"Astaga!"
"TOLONG!" Ellina memekik dengan suara kencang.
Air matanya mengalir begitu deras apalagi saat dia baru sadar ada darah mengalir dari betisnya.
"Kapan aku terluka?" Gumamnya pelan.
"TOLONG AKU!"
"TOLONG!"
Kedua serigala itu semakin mendekat, Ellina tidak bisa kabur karena tebing tepat berada di dekatnya. Ellina merasa pasrah dan sepertinya ini adalah akhir dari hidup, sempat menjadi artis papan atas adalah impian yang sangat dia dambakan.
Semua sudah terwujud jadi Ellina bisa ikhlas dengan hidupnya yang sekarang.
"Grrrr!"
"OKE SILAHKAN!"
Ellina merentangkan tangannya lebar, namun setelah itu dia bisa merasa sebuah bidang hangat dan tangan yang terasa kasat menariknya kedalam pelukan.
"Aku menemukanmu, Ratuku."