Baru saja si Brewok bicara demikian, tiba-tiba kepalanya terasa di sambil batu sampai tiga kali. Yang membuat dirinya menjerit kesakitan.
Pada saat yang bersamaan kaki si mandor menginjak sesuatu. Lalu ia berjongkok dan mengambilnya.
"Kartu apa ini?!" gumamnya pelan.
Pada saat yang bersamaan tampak seseorang muncul dari hadapan si pak mandor sambil berkata, "Jangan di sentuh. Itu kartu keramat!"
Pak mandor bergegas melempar kartu tersebut kembali ke tempatnya. Sedangkan Bang Brewok yang melihat kartu tersebut di lemparkan kembali ke tanah hendak mengambilnya. Tetapi keburu di cegah oleh pak mandor, "Jangan bertindak yang aneh-aneh."
Mendengar perkataan si mandor, orang yang muncul di hadapannya tampak tersenyum. Sesungguhnya dia mencoba menahan tawa. Hingga beberapa kali orang itu terdengar ke sedak tenggorokannya.
Dengan suara di buat-buat, orang itu berkata lagi, "Sepertinya kalian belum tahu tentang sejarah kartu ini. baiklah. Saya akan menceritakan apa yang saya tahu tentang kartu ini."
Sesudah berkata demikian orang itu berjalan melewati pak mandor dan bang Brewok menuju ke sebuah bangunan untuk duduk di situ.
Ketika ia sudah duduk dan hendak bercerita ia malah melihat para tukang bangunan yang lain tidak bekerja malah memperhatikan dirinya. Kemudian kata Udin yang sedang menyamar itu, dengan suara yang di berat-beratkan, "Kalian boleh saja mendengar saya bercerita. Tetapi sebaiknya sambil bekerja. Jangan sampai kejadian beberapa hari yang lalu terulang lagi kepada kalian semua."
Para pekerja yang mendengar itu pun segera bergegas ke tempat kerjanya masing-masing.
Sementara itu si pak mandor memberi komentar, "Nah ini penunggu yang baik. Tidak hanya minta sesajen dan persembahan saja. Tetapi juga mengingatkan orang yang mencari nafkah di sekitarnya."
Sedangkan si Brewok terlihat terus mengamati Udin yang sedang menyamar itu, Udin pun mendehem beberapa kali sebelum memulai kisahnya.
Udin yang sedang menyamar pun mulai berkata, "Kartu ini sesungguhnya adalah kartu salah satu pewaris Tahta sebuah kerajaan. Di mana sang ahli waris di bunuh oleh orang-orang yang tidak suka dengan si ahli waris." Sampai di situ ia diam sejenak.
Kata Udin dalam hatinya, "Sepertinya aku salah bicara nih."
Benar saja, si Brewok segera bertanya, "Memangnya kartu itu berasal dari negeri mana? Tidak mungkin kan dari negeri dogeng kalau kenyataannya kartu itu memang benar-benar ada."
"Saudara memang benar sekali apa yang Anda katakan barusan. Memang kartu ini bukan berasal dari negeri dongeng. Tetapi tepatnya berasal dari negeri India. Sesungguhnya masih simpang siur, dari India atau Turki. Sampai saat ini belum terlalu jelas." Kata Udin yang menyamar sambil menggelengkan kepalanya sendiri tanda ia sesungguhnya kurang paham.
Melihat itu si Brewok merasa mulai di atas angin, ia pun hendak memancing di air keruh, "Kalau begitu mana yang benar. Dan siapa orang yang pertama kali menemukan kartu itu." ucap si Brewok sambil menunjuk ke arah kartu yang di pegang oleh Udin yang sedang menyamar.
"Mati aku!" gerutu Udin dalam hatinya.
"Aku harus cepat-cepat menyingkirkannya sebelum kedok penyamaranku terbuka." Kata Udin lagi kepada dirinya sendiri.
"Begini ya tuan. Saya sendiri tidak begitu tahu urutannya siapa yang lebih awal memegang kartu ini, tetapi yang pasti adalah orang-orang dari kedua negeri yang baru saja saya sebutkan. Lagi pula usia kartu ini sesungguhnya berumur dua ratus tahun."
Brewok yang mendengar pengakuan orang itu berkata dalam hatinya, "Dua ratus tahun. Semprul!"
Si pak mandor pun yang dari tadi mendengarkan terus, tiba-tiba angkat bicara, "Kalau usia kartu itu dua ratus tahun, pasti warna kuning-kunig keemasan itu sudah pada luntur semuanya."
Udin yang menyamar itu segera bangkit berdiri sambil berkacak pinggang.
"Oh, jadi kalian berdua meragukan keteranganku!" sesudah berkata demikian Udin yang menyamar segera berkomat-kamit.
Tiba-tiba di hadapan ketiga orang itu termasuk Udin yang menyamar muncul asap. Asap yang awalnya tebal lama kelamaan tipis dan lalu menghilang.
Udin yang menyamar itu pun cukup terkejut dan sedikit panik. Beruntung ia masih dapat mengendalikan diri sehingga kedok penyamarannya tidak sampai terbuka di hadapan kedua orang itu.
Melihat asap itu, pak mandor pun segera bertanya dengan wajah yang terlihat agak ketakutan, "Yang tadi itu, apaan ya."
Si Brewok masih tidak percaya, ia pun bangkit berdiri dan menarik kerah baju penyamaran Udin dengan berkata, "Paling akal-akalan dia. Kalau memang benar kartu ini berusia dua ratus tahun, kamu boleh pinjamkan ke saya. Besok saya kembalikan."
Pak mandor pun terlihat setuju ketika mendengar perkataan bang Brewok. Lalu dia pun menimpali, "Saya juga mau pinjam. Agar saya percaya."
"Aduh!" keluh Udin dengan kesalnya.
"Kenapa aduh?" tanya bang Brewok dengan tatapan mata penuh selidik.
"Jangan. Kartu ini tidak boleh di pinjam-pinjam. Kalau di pinjam saya dan kalian yang meminjamkan akan terkena tulah." Sahut Udin yang sedang menyamar itu dengan suara serius.
"Aku tidak percaya!" seru bang Brewok sambil menarik kartu yang sedang di pegang oleh Udin.
Sesudah kartu tersebut berpindah tangan Bang Brewok pun segera berlari meninggalkan tempat itu secepat mungkin.
Udin yang melihat kartu emasnya telah berpindah tangan ke bang Brewok tidak mungkin mengejarnya. Kalau mengejarnya habislah sudah sandiwaranya.
Di saat pak mandor hendak mengejar bang Brewok, Udin segera mencegahnya dengan berkata, "Jangan sekarang. Aku yakin dia besok akan kembali lagi kemari untuk mengembalikan kartu tersebut.
****
Saat itu hari masih pagi, baru sekitar jam sembilan pagi.
Sesudah berkata demikian Udin yang masih dalam penyamaran melangkah perlahan-lahan masuk ke dalam tempat di mana dia tiba-tiba datang.
Melihat orang aneh itu pergi begitu saja tampak pak mandor terlihat sedikit gusar pada wajahnya.
Gumamnya pelan, "Baru kali ini aku mengalami seperti ini. apakah ini rezeki atau musibah ya."
"Pak mandor, pak mandor jarang sholat sih!" teriak beberapa pekerjanya.
Mendengar teriakan itu, yang lain pun langsung tertawa.
Si pak mandor pun membalasnya, "Semprul! Kalian saja juga jarang sholat."
Sesudah itu ia mengambil sebuah gelas dan teko. Ia pun segera menuangkan isi teko itu ke dalam gelas yang ia pegang. Pada saat air mengucur keluar dari teko tersebut, si pak mandor itu segera berteriak, "Auw! Panas!"
Tiba-tiba salah seorang pekerjanya terdengar berteriak, "Itu mah musibah!"
Kembali semuanya tertawa mendengarnya.
Pak mandor hanya bisa memandangi teko dan gelas itu, ketika mendengar teriakan, "Musibah!"
Dalam hatinya si pak mandor berkata, "Aku tidak percaya!"
Baru saja ia membalikkan badanya ke belakang, kembali ia di kejutkan dengan sebuah ember yang mendadak jatuh dari atas bangunan tempat ia berdiri. Beruntung ember itu tidak ada isinya dan tidak mengenai kepala maupun tubuhnya.
Merasakan hal yang aneh di pagi hari, pada saat itu juga seluruh tubuh pak mandor terasa merinding.