Orang itu menggeleng dengan berkata, "Aku perlu kembaliannya!" katanya dengan tegas.
Ari terlihat agak sedikit pucat pada wajahnya. Lalu dengan sedih ia berkata, "Maaf. Saya tidak ada uang kembaliannya. Jadi, saya dengan terpaksa mengambil kembali koran itu." Sambil tangannya di tunjuk ke koran yang telah berada dalam genggaman tangan orang tua itu.
Tetapi orang itu menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Aku lihat di balik saku baju kamu ada uang kembaliannya."
Ari yang mendengar itu merasa penasaran. Karena tadi pada saat ia hendak mengambil uang kembalian, di sakunya sama sekali tidak ada. Kini ia merasa agak berat pada saku bajunya. Dengan cepat Ari pun kembali memasukkan tangannya. Betapa terkejutnya ia ketika ia merasakan tangannya menyentuh sesuatu. Cepat-cepat ia menarik tangannya keluar dari saku bajunya.
"Nah, itu ada kembaliannya. Kamu mau menipu aku ya." Kata orang itu dengan nada datar saja. Tidak terdengar marah atau menyindir sedikitpun dari mulut orang itu.
Ari pun bergegas mengembalikan uang yang harus ia kembalikan kepada orang itu, dan orang itu pun mengembalikan lagi uang dua puluh ribuan kepada Ari sambil berkata, "Terima kasih sudah jujur dengan saya." Kata orang itu.
Baru saja keduanya hendak berpisah tetapi tiba-tiba saja turun hujan yang sangat lebat. Padahal saat itu musim panas. Sudah tidak ada hujan lagi. Tepatnya di bulan juni. Bulan libur sekolah.
Sambil menunggu hujan REda mau tidak mau dan secara penasaran, Ari pun bertanya, "Apakah kisah tadi adalah kisah yang benar tentang kartu emas itu?" suaranya terdengar agar keras. Karena untuk mengalahkan suara hujan yang turun dengan lebat.
Orang itu menoleh, dan bertanya, "Cerita apa?!" wajahnya terlihat bingung sendiri.
Ari pun menekankan perkataannya, "Cerita kartu emas."
Orang itu segera berkata lagi, "Oh, kartu emas yang di pegang orang itu tadi. Bukannya kartu itu milikmu?"
Ari tercengang sesaat ketika mendengar pertanyaan orang itu, lalu ia menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Saat ini sudah tidak lagi. Karena benda itu sudah berpindah tangan."
Mendengar Ari berkata demikian orang itu tersenyum, "Sungguh mulia hatimu, Nak. Tapi jika kamu mau, aku bisa mendapatkannya dengan mudah. Atau aku akan minta lagi yang baru. Dan besok kita janjian bertemu lagi di sini." Kata orang itu memberikan penawaran kepada Ari.
Ari segera menggelengkan kepalanya seraya berkata, "Barang itu sudah bukan menjadi hakku. Jadi aku tidak perlu mengemis-gemis untuk mendapatkannya kembali. Apa lagi dengan yang baru."
Orang itu manggut-manggut sejenak. Lalu katanya sambil memperhatikan hujan, "Sambil menunggu hujan reda, kamu mau mendengarkan kisah kartu emas itu?"
Dengan gembira Ari menganggu. Dan dia pun bersiap-siap untuk mendengarkan cerita orang itu.
Orang itu pun segera membuka ceritanya dengan berkata, "Seperti yang sudah saya katakana tadi kepada si brewok itu, kalau kartu emas yang di pegangnya adalah lempengan emas yang di pakai oleh salah satu keluarga terkaya di dunia untuk melakukan transaksi. Saat itu satu kartu emas ini di nilai dengan harga seratus ribu dollar. Dan setelah beberapa tahun kemudian terjadi musibah yang menyebabkan keluarga itu meninggal semua. Padahal saat itu keluarga tersebut hendak di hukum mati."
Ari pun segera menyelanya dengan bertanya, "Kenapa di hukum mati?"
"Ternyata hasil kartu emas itu dari menipu dan juga merampok serta korupsi dari beberapa instansi pemerintah. Karena keluarga itu juga pintar-pintar, maka mendapatkan kedudukan yang basah di pemerintahan." Sampai di situ ia diam sejenak.
Ari yang mendengar cerita itu pun segera berkata lagi, "Jagan-jangan, kartu emas itu hilang bersama dengan kematian keluarga tersebut."
Orang yang sedang menceritakan kejadian tentang kartu emas itu langsung mengerutkan keningnya. Ia pun bertanya, "Kenapa kamu bisa menebak seperti itu?"
Dengan santainya Ari menjawab, "ASal nebak saja sih."
Orang itu ikut tersenyum, lalu katanya, "Memang tepat tebakan kamu. Bersamaan dengan meninggalnya orang-orang itu, hilang pula harta emas yang berupa kartu tersebut, sam..."
Belum selesai orang itu bercerita, Ari kembali menyela, "Sampai datangnya dreamland world ini."
Orang itu mau tidak mau memberikan kedua ibu jarinya kea rah Ari. Lalu katanya lagi, "Kamu tepat lagi."
Ari terlihat menggelengkan kepala, lalu katanya, "Kalau kartu-kartu emas itu hilang, kemana perginya?"
Kata orang yang menceritakan tentang kartu emas tersebut sambil membetulkan duduknya, "Semua orang tidak ada yang tahu atau tidak ada yang yakin sekali kemana perginya lempengan emas tersebut."
Sahut Ari yang masih terlihat keningnya berkerut, "Apakah tidak ada yang mencoba membongkar makamnya atau tempat tinggal keluarga itu?"
Orang itu terkejut, lalu katanya lagi, "Hal itu pun di katakana oleh seorang detektif yang sedang membuka kasus itu lagi. Dan ucapan itu terucap oleh si detektif setelah seratus tahun kematian dan hilangnya lempengan emas tersebut."
"Wow!" ucap Ari secara spontan.
"Sepertinya hujan telah berhenti. Jika kamu hendak mau melanjutkan kisahnya. Kita bertemu lagi besok di tempat ini." Sesudah berkata demikian orang itu pergi begitu saja dari tempat itu, sepertinya telah menghilang dari pandangan Ari.
Sedangkan Ari terlihat sedang tertidur, dan ia pun tampak terkejut sambil mengucak-gucak kedua matanya seraya berkata, "Apakah ini mimpi?"
Bocah itu merasakan ada sesuatu di dalam genggaman tangannya sendiri. Ia pun segera membuka genggaman tangannya. Ia sekali lagi terlihat terkejut ketika melihat ada dua lembar uang dua puluh ribuan serta lima lembar uang lima ribuan serta sepuluh lembar uang seribuan. Sisanya ada sekitar lima puluh lembar uang lima ratusan. "Banyak sekali." Gumamnya setelah ia menghitung uang yang berada di tangan. Lalu ia pun merogok kantong celananya, yang ternyata uang dari penjulan koran pagi hari itu masih berada di kantongnya sendiri.
Bersamaan dengan itu berkumandang Azan magrib. Dan juga bunyi lonceng gereja yang bersamaan.
Ari mendongak ke langit, "Indahnya kalau seperti ini." Ucap bocah itu sambil tersenyum.
Ia pun melangkah kakinya menuju sebuah masjid yang berada tidak jauh darinya.
Dalam hatinya berkata, "Sudah lama juga aku tidak sholat." Langkahnya pun terhenti di depan teras masjid tersebut.
Tak terasa airmatanya berlinang keluar membasahi kedua pipinya. Akhirnya ia pun membalikkan badannya. Begitu ia membalikkan badan di hadapannya tampak Babah Liong.
Melihat kebaradaan Babah Liong, Ari merasa heran.
"Pasti kamu hendak bertanya kenapa saya berada di sini?" kata Babah Liong mendahului Ari.
Bocah itu mengangguk pelan.
Babah Liong pun tersenyum, lalu katanya, "Saya kebetulan lewat sini. Dan hendak berjumpa kawan lama. Hayo kita masuk." Ajak lelaki keturunan Chaines itu kepada Ari.
Sepertinya tubuh Ari terdorong oleh sebuah kekuatan yang keluar dari tangan Babah Liong.
Mau tidak mau Ari pun ikut masuk ke masjid tersebut bersama dengan Babah Liong.