Chereads / Dreamland Word / Chapter 19 - Bimbang

Chapter 19 - Bimbang

Di sebuah tempat tampak penuh dengan banyak orang. Terlihat sekitar tiga puluh orang berkumpul. Di depan mereka seseorang duduk seperti di singgasana seperti seorang raja.

"Tampaknya semua sudah berkumpul semua. Kali ini kerja kita bukan merampok atau apa pun juga. Kita menolong seorang mandor di proyek sebelah yang akan hendak di rampok oleh mantan pekerjanya sendiri."

Salah seorang dari mereka langsung bertanya begitu mendengar tujuan bosnya.

"Memangnya kita dapat apa dengan menolong si mandor?"

"Kita dapat jasalah. Katanya pula si mandor butuh tenaga kerja. Setelah kita dapat sedikit uang jasa. Kita pun dapat bekerja di sana pula. Setelah sekian bulan kita bekerja di sana kita perlahan-lahan gasak barang-barang mereka." Kata si bos itu sambil tersenyum.

"Bang Brewok, abang yakin akan dapat persenan dari si mandor, jika bantu dia?"

Bang Brewok tampak tersenyum. Senyumnya terlihat penuh dengan muslihat.

"Loh, abang malah tersenyum?" tanya salah seorang anak buahnya bang Brewok yang lain.

"Ah tidak apa-apa. Asal kalian mengikuti apa yang aku perintahkan kepadamu, maka kamu akan dapat bagian sesuai dengan apa yang kita terima nanti!" ucap bang Brewok dengan tegas dan juga cukup meyakinkan.

"Baiklah, sekarang sudah tengah malam. Jadi, sekarang saatnya kalian kembali ke rumah masing-masing. Tapi ingat jangan telat. Nanti tepat jam setengah empat pagi kita berkumpul di tempat yang telah kita tentukan tadi. Sekarang. Cepatlah kalian pergi dari sini, saya ingin istirahat." Kata bang Brewok kepada para anak buahnya.

Satu per satu dari anak buahnya bang Brewok segera pergi meninggalkan dirinya. Hingga dia tinggal sendirian.

Sesudah sendirian, bang Brewok berkata kepada dirinya sendiri.

"Sesungguhnya aku tidak yakin apakah masih bisa melakukan hal ini, karena aku sudah lama tidak berbuat ini lagi. Dan sesungguhnya aku takut masuk penjara." Sesudah berkata demikian ia tampak seperti melamun. Lalu tak lama kemudian ia terlihat mulai memejamkan matanya. Dan lambat laun mulai tertidur.

Begitu ia mulai tertidur, tiba-tiba ia mulai merasakan tubuhnya melayang di awan.

"Aku kenapa ini?" tanyanya pada diri sendiri. lalu katanya lagi, "Kenapa aku bisa melayang-layang seperti ini?"

Sesudah berkata demikian kepada dirinya sendiri, ia pun berteriak, "Turunkan aku!"

Mendadak saja seketika itu juga tubuh bang Brewok tampak meluncur deras ke bawah, seperti di lempar begitu saja.

Bang Brewok menjerit sekuatnya, dan ia pun merasakan tubuhnya pada sakit semua ketika jatuh di sebuah tempat dan suara tubuhnya yang jatuh itu terdengar cukup keras.

Lelaki yang usianya sudah kepala empat itu, merasa kesakitan. Ia pun terlihat mencoba untuk bangkit berdiri.

Beberapa kali suaranya terdengar kesakitan.

"Aduh. Sakit sekali." katanya dengan wajah meringis.

Baru saja ia dapat berdiri dengan tegap tiba-tiba saja di depannya tampak orang sedang tawuran. Dan di antara orang-orang itu salah satunya ada dirinya. Dia sedang memegang parang dan hendak mengayuhkan parang tersebut, tetapi ternyata tubuhnya yang tampak terjatuh.

Melihat tubuhnya sendiri yang terjatuh akibat di pukul oleh seseorang, ia menjerit histeris, "Tidaaakkk!"

Bang Brewok mendekati tubuhnya yang sudah tergeletak tak berdaya.

"Apakah benar itu aku? Dan apakah benar aku sudah mati?" tanyanya dalam hati. Ia meraba tubuhnya sendiri tetapi tidak kena. Lambat laun ia merasakan tubuhnya tertarik ke belakang perlahan-lahan menjauhi tubuhnya sendiri yang sudah terlihat tidak berdaya itu.

Pada saat ia merasakan dirinya semakin menjauhi tubuhnya sendiri yang tergeletak tidak berdaya, ia tanpa sadar kembali berteriak, dengan kerasnya, "Aku tidak mau mati!"

Bersamaan dengan itu, bang Brewok terbangun dari tidurnya sambil berkata kepada dirinya sendiri.

"Ah, hanya mimpi saja. Tapi seluruh badanku basah ya, sepertinya aku baru saja melihat diriku sendiri mati."

Bang Brewok segera membuka bajunya sendiri karena sudah basah dengan keringat dingin.

Sambil mengelap tubuhnya yang basah oleh keringat dingin dengan bajunya sendiri yang ia lepas, tiba-tiba ia teringat kembali akan rencananya yang ia susun untuk menolong si mandor dari komplek sebelah. Yang rencana itu sesungguhnya ada udang di balik batu.

"Apakah betul aku akan mati nantinya?" ucap bang Brewok bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, lalu ia tampak termenung. Sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

Sambil berpikir, ia beranjak bangkit berdiri dan berjalan keluar dari tempat berteduhnya. Sesudah berada di luar ia memandang ke langit. Saat itu langit sangat cerah walaupun di malam hari. Karena banyak bintang bertaburan. Ada yang besar dan ada pula yang kecil, sekecil kelingking. Mungkin karena letaknya sangat jauh jadi terlihatnya kecil seperti jari kelingking.

"Sebentar lagi pagi." Ucap bang Brewok ketika mendengar kentongan tiga kali. Yang biasa di lakukan oleh hansip yang sedang melakukan ronda keliling di kampung dan komplek.

Tak terasa ia meraba ke belakang pinggangnya. Lalu menariknya keluar. Ternyata sebuah parang yang ada di belakang punggungnya.

Ia tampak menarik nafas panjang. Sambil masuk kembali ke bangunan tempat ia berteduh, bang Brewok berkata kepada dirinya sendiri, "Kita kan hanya menakut-nakuti mereka saja. Kenapa harus bawa senjata seperti ini, salah-salah aku jadi sasaran. Atau pun tidak, pasti ada korban lainnya. Yang ada mau untung malah buntung."

Sesudah berkata demikian bang Brewok segera meletakan parang itu di lantai. Kemudian di masukkan ke kolong kursinya yang seperti singgasananya seorang raja.

Begitu parang tersebut sudah berada di bawah singgasananya, bang Brewok malah terlihat tidak tenang.

Bang Brewok terlihat memandang parang itu, sepertinya ia gelisah tak menentu. Seolah-olah terjadi perdebatan di dalam batinnya.

"Jika aku tidak membawanya, apa lawanku juga tidak membawanya? Lalu jika aku tidak membawanya dan lawanku membawanya, apakah dia dengan sengaja melukaiku dengan senjatanya seperti yang terjadi dalam mimpiku? Tetapi jika aku yang membawa senjata itu dan ternyata lawanku tidak membawanya, apakah aku bakal melukainya dengan senjata yang aku pegang. Atau aku membiarkan dia pergi hidup-hidup."

Setelah berpikir demikian, bang Brewok kembali menyentuh benda tersebut dan hendak menarik keluar dari bawah kolong singgasananya.

Begitu benda itu sudah di tarik keluar dari bawah singgasananya sendiri, kembali terlihat dirinya ragu untuk membawanya.

Hatinya kembali berkecamuk. Dan jantungnya terasa berdebar cepat. Seperti orang habis berlari maraton. Nafasnya juga mendadak saja terasa sesak. Matanya juga seperti berkunang-kunang.

"Apa yang terjadi dengan diriku!" ucapnya dengan suara keras. Sambil berkata demikian tangannya segera melepaskan parang yang baru saja ia pegang kembali.

Sesudah ia melepaskan parang tersebut dari tangannya, ia kembali terlihat normal. Biasa saja, tidak ada gejala-gejala yang tampak seperti tadi. Seperti ia memegang parang tersebut.

"Tidak seperti biasanya aku seperti ini pada saat memegang parang yang sudah sekian lama bersama dengan aku." Ucap Bang Brewok yang terlihat semakin bingung.

Tiba-tiba ia di kejutkan dengan suara dari para anak buahnya, "Bang Brewok, kami sudah siap semuanya!"