"Kenapa gak di UKS aja? Supaya lo juga bisa tidur," bujuk Nara.
Hati Nara rasanya sakit ketika melihat wajah polos Vallerie. Bisa-bisanya teman sekelas mereka dengan mudah termakan kabar hoax. Padahal jika diperhatikan lagi, ada yang janggal dalam masalah ini. Biasanya jika ada murid yang meninggal pasti guru-guru akan datang melayat. Tapi kemarin ataupun hari ini, suasana sekolah tetap seperti biasa. Tidak ada guru yang pergi ke rumah Sahara untuk melayat.
"Gak usah Nara, aku gapapa kok," tolak Vallerie secara halus.
"Vall, yang kuat ya? Gue yakin pasti orang-orang yang udah nuduh lo bakalan menyesal. Gue akan selalu ada untuk lo, sabar ya." Tangan Nara bergerak untuk mengusap surai hitam Vallerie lembut.
Kepala Vallerie terangguk pelan, Nara ternyata percaya kepada dirinya. Tapi Vallerie tidak yakin jika Nara benar-benar baik, karena kebanyakan orang sudah membenci dirinya. Apakah benar Nara tidak termakan oleh kabar hoax itu? Hal yang wajar bukan jika Vallerie berjaga-jaga?
***
Setelah pelajaran berakhir dan belum pertanda istirahat berbunyi. Para murid langsung berhamburan keluar dari kelas, memenuhi kantin yang semula kosong melompong menjadi penuh seketika seperti pasar. Banyak murid yang tidak kebagian tempat duduk sehingga harus mencari tempat lain untuk istirahat. Termasuk Vallerie, untung saja dia membawa bekal dari rumah sehingga bisa memakannya di rooftop.
Mengingat rooftop pasti Langit masih ada di sana. Vallerie tak sabar ingin makan siang bersama kekasihnya. Vallerie mempercepat langkahnya kala jarak antara lorong sekolah dengan rooftop sudah semakin dekat. Sesampainya di sana, Vallerie membuka pintu secara perlahan. Lalu masuk dengan langkah super pelan agar tidak mengganggu Langit.
Ternyata Langit sedang tertidur, wajahnya kelihatan sangat pulas seperti tidak ada beban. Vallerie tersenyum kemudian duduk di samping Langit, dengan memangku sebuah kotak bekal berwarna biru. Perut Vallerie sudah sangat keroncongan, sehingga dengan terpaksa dia harus membangunkan Langit. Sial, Langit yang merasa terganggu malah memarahi dan membentak Vallerie. Membuat Vallerie kembali merasa ketakutan, tubuhnya bergetar hebat sehingga kotak bekal yang ada di pangkuannya jatuh.
"Dasar cewek bego! Lo kenapa sih bisanya ganggu gue, hah?! Sana keluar bodoh! Gue ngantuk, sialan!" usir Langit secara kasar.
Vallerie menundukkan kepalanya dalam. "M-maaf Langit, a-aku niatnya m-mau ajak kamu makan siang bareng," ucapnya terbata karena ketakutan.
Langit menatap Vallerie nyalang. "Sana keluar cepetan bego! Gue gak mau diganggu!" usirnya lagi dengan cara yang semakin kasar, mendorong tubuh mungil Vallerie sehingga gadis itu terjatuh.
"I-iya Langit, a-aku keluar ..." Lalu, Vallerie berusaha untuk berdiri secara perlahan, setelah itu keluar dari rooftop dengan pincang karena sebelah kakinya seperti keseleo.
Air mata Vallerie tak dapat ditahan lagi, dia berjalan menyusuri koridor sekolah dengan berhati-hati. Kebetulan sekali ketiga sahabat Langit yang hendak datang menemui Langit di rooftop melihat Vallerie. Mereka berbisik-bisik membahas Vallerie yang selalu diperlakukan kasar oleh Langit. Padahal tidak sepantasnya Vallerie diperlakukan kasar seperti itu.
Alga, Raja dan Resta, ketiga sahabat Langit masuk ke rooftop tanpa mengucapkan salam apapun. Mereka bernyanyi dengan suara yang cukup keras dan hal itu berhasil membuat Langit merasa terusik. Langit terbangun dari tidurnya dengan wajah malas, rambut acak-acakan, serta seragam yang kusut.
"Berisik lo semua, ngapain ke sini? Gak ada bedanya sama cewek tolol itu!" komentar Langit.
Alga melipat kedua tangannya di depan dada. "Lo apain lagi si Valle sih? Tega bener sama cewek sendiri, tadi dia nangis loh. Sana kejar nanti ada cowo yang rebut baru tahu rasa," paparnya.
"Mukanya juga kelihatan sedih banget, kasar bener sama pacar sendiri. Dengerin ya, seharusnya lo beruntung punya pacar kayak Vallerie, karena dia itu sabar dan tetap mau bertahan sama lo meskipun udah disakitin juga dikasarin," sambung Resta.
Dalam kamus hidup Langit, tidak akan ada yang namanya kasihan kepada Vallerie. Gadis bodoh yang selalu membuatnya merasa risih, hanya menjadi beban saja. Tidak ada bedanya dengan mantan kekasihnya dulu yang bernama Fiolina, gadis bodoh yang mau menikah dengan lelaki tua.
"Udah nasehatin guenya? Jangan ikut campur masalah gue deh, kalau hidup kalian belum benar," ucap Langit datar.
Raja menepuk pundak Langit, kemudian berucap, "Heh, lo mikir gak? Vallerie itu polos, gak sama kayak Fiolina, dia murahan. Lo kayaknya harus balik lagi ke SD deh, supaya bisa bedain mana yang bodoh dan mana yang polos."
Langit tidak suka dinasehati seperti ini, dia bangkit dari posisi duduknya dengan napas terengah-engah akibat menahan emosi. Lalu hendak keluar dari rooftop tapi tangannya dengan cepat dicekal oleh Alga. Salah satu sahabat Langit yang rela memendam perasaannya kepada Vallerie, demi sahabatnya sendiri.
"Apa? Lepas! Gue mau keluar!" Langit melepaskan cekalan tangan Alga dari tangannya, lalu tanpa berpamitan langsung meninggalkan tempat tersebut.
"Woy, Langit! Jangan nyesel lo ya, kalau cewek lo tiba-tiba minta putus!" teriak Alga tapi tak didengarkan oleh Langit.
***
Layaknya seorang maling, Langit memanjat pagar belakang sekolah dengan hati-hati. Matanya celingak-celinguk ke sana ke mari berjaga-jaga takut ada guru yang melihatnya. Suasana sekolah sepi karena jam pelajaran kembali dilanjut setelah istirahat pertama selesai dilaksanakan. Ini adalah kesempatan bagi Langit untuk mabal.
Akhirnya, setelah berusaha untuk keluar dari sekolah. Kini Langit bisa berhasil melompat dari pagar belakang sekolah bercat hitam yang menjulang cukup tinggi. Taksi online yang dipesannya sudah tiba sejak tadi. Yap, Langit tidak membawa motornya sebab takut ketahuan oleh guru. Alhasil dia meninggalkan motornya saja di sekolah.
Satu tempat yang ada di pikiran Langit sekarang, yaitu rumah Fiolina. Siang hari ini juga dia ingin menyelesaikan semua masalahnya dengan Fio. Gadis yang sekarang ini sudah berstatus sebagai mantan kekasihnya. Dan sekarang Fio sudah berbahagia dengan lelaki lain yang usianya terpaut sangat tua dari dirinya.
"Pak, sampai sini aja. Makasih." Dua lembar uang berwarna biru Langit berikan kepada Sang Supir taksi.
Setelah turun dari taksi, Langit hanya tinggal berjalan beberapa meter saja agar sampai di tempat tujuannya. Sebuah rumah besar bercat putih dapat Langit lihat, suasana rumah itu sepi seperti tidak ada penghuninya. Manik mata Langit langsung tertuju kepada seorang gadis berusia sama dengannya, tapi dengan perut yang membesar. Fiolina, gadis itu tengah mengandung dan usia kandungannya berjalan lima bulan.
"Fio," panggil Langit dengan suara datarnya.
Fio menatap Langit bahagia. "L-lang, kenapa kamu ke sini?" tanyanya sedikit terbata.
"Gak usah basa-basi, gue minta sama lo jangan teror gue lagi! Pasti yang tiap malam ngirim pesan pake nomor yang gak gue kenal itu lo 'kan?" tuduh Langit.