Chapter 5 - Ternyata

Setelah turun dari taksi, Langit hanya tinggal berjalan beberapa meter saja agar sampai di tempat tujuannya. Sebuah rumah besar bercat putih dapat Langit lihat, suasana rumah itu sepi seperti tidak ada penghuninya. Manik mata Langit langsung tertuju kepada seorang gadis berusia sama dengannya, tapi dengan perut yang membesar. Fiolina, gadis itu tengah mengandung dan usia kandungannya berjalan lima bulan.

"Fio," panggil Langit dengan suara datarnya.

Fio menatap Langit bahagia. "L-lang, kenapa kamu ke sini?" tanyanya sedikit terbata.

"Gak usah basa-basi, gue minta sama lo jangan teror gue lagi! Pasti yang tiap malam ngirim pesan pake nomor yang gak gue kenal itu lo 'kan?" tuduh Langit.

"Apa maksud kamu, Lang? Jangan tuduh aku sembarangan ya!" Tatapan Fio berubah menjadi tajam menatap Langit.

Langit memang seperti itu, selalu sembarangan menuduh orang tanpa bukti. Tapi jika dirinya yang mendapat perlakuan seperti itu pasti tidak akan terima. Jujur Fio ingin marah kepada Langit, tapi karena sekarang dia tengah mengandung. Dia harus bisa menahan emosinya agar kandungannya tetap aman.

Fio terkekeh pelan, kemudian berucap, "Gila ya, ternyata sifat lo masih aja kayak dulu! Gak berubah tahu gak, kasihan cewek yang sekarang jadi pacar lo pasti tersiksa banget!"

"Jaga omongan lo, ya! Lo yang busuk, bukan gue!" ucap Langit tegas.

"Helo, gue busuk tapi sekarang udah hidup enak. Sedangkan lo? Gimana? Gak tenang kan karena ada yang teror? Makanya, jadi orang tuh jangan jahat ganteng. Tahu kan lo akibatnya," ejek Fio.

Kedua tangan Langit terkepal kuat, hampir saja dia memukul perut buncit Fio kalau tidak mempunyai rasa belas kasihan. Langit meninggalkan kediaman Fio dengan napas menggebu-gebu. Sementara yang ditinggalkan tertawa puas karena berhasil melihat Langit menderita. Mantan kekasihnya yang selalu bersikap kasar, tidak punya hati.

"Duh, kasihan banget sih lo, Lang. Tapi lihat aja, masih banyak yang mau gue lakuin supaya buat lo semakin menderita," gumam Fio disertai dengan senyuman jahatnya.

***

Area sekolah SMK Indonesia Raya sudah sepi sebab bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua jam yang lalu. Langit mengambil motornya langsung ke tempat khusus parkiran motor. Sebuah motor ninja berwarna merah kesayangannya masih terparkir dengan rapi di parkiran sekolah. Langit mengembuskan napas lega, ternyata aksi mabalnya tidak diketahui oleh guru.

Langit segera menaikki motornya untuk meninggalkan area sekolah. Tapi dia teringat dengan Vallerie, gara-gara gadis itu dia harus mendapat nasehat dari teman-temannya. Emosi Langit tiba-tiba saja memuncak, karena sekarang adalah hari Selasa maka Vallerie pasti pulang agak sore karena gadis itu mengikuti ekskul PMR. Langit berniat menunggu Vallerie sampai pulang ekskul.

Lima belas menit lamanya Langit menunggu dengan sabar, sampai jam menunjukkan pukul lima sore tepat. Akhirnya buah kesabarannya muncul juga. Tampak sosok Vallerie berjalan dengan pincang hendak menghampiri dirinya. Vallerie melontarkan senyuman kepada Langit, seolah-olah perilaku kasar Langit tadi siang kepada dirinya terlupakan. Langit tidak suka melihat sosok Vallerie yang pura-pura kuat seperti itu.

"Lang, kamu nungguin aku? Kenapa gak bilang kalau mau pulang bareng?" tanya Vallerie, senyuman hangat di wajahnya tak luntur.

Langit memalingkan wajahnya ke arah lain. "Heh, siapa juga yang mau nungguin lo? Gue cuma mau ngomong empat mata sama lo! Ayo ikut gue!" ucapnya sinis, lalu dia menarik pergelangan tangan Vallerie secara kasar, membawanya ke taman belakang sekolah.

Sesekali Vallerie meringis kesakitan karena Langit menariknya terlalu kasar. Tapi Vallerie tidak mau menangis agar Langit tidak semakin benci kepadanya. Sesampainya di taman, Langit menghempaskan tubuh Vallerie secara kasar sehingga tubuh mungil gadis itu membentur tembok cukup kuat. Vallerie memekik kesakitan, tubuhnya terasa hampir remuk.

"Awsh!" Tubuh Vallerie terjatuh ke tanah setelah membentur tembok cukup kuat.

Langit menatap Vallerie tajam, kemudian berucap, "Inget ya, jangan pernah nangis di sekolah! Gue tahu, pasti lo cuma mau caper doang karena sering gue kasarin 'kan?!"

Vallerie menggelengkan kepalanya lemah, menatap Langit dengan tatapan sendu. "Enggak Lang, aku gak ada niatan buat caper sama orang-orang. Aku emang nangis karena kecewa sama kamu! Kenapa kamu kasar kayak gini, bukannya kamu sayang sama aku, Lang?" paparnya.

"Jangan pd lo! Gue gak akan pernah sayang sama cewek tolol kayak lo!" maki Langit.

Cairan bening tidak dapat Vallerie tahan lagi, sehingga hari ini dia harus dua kali menangis karena perilaku Langit. Sebenarnya Vallerie tidak kuat lagi jika harus lebih lama menjadi kekasih Langit. Tapi sayangnya, rasa cinta Vallerie kepada Langit sudah semakin besar sehingga dia sulit untuk melepas lelaki berkulit putih itu.

"Lang, kapan kamu sayang sama aku? Kenapa kalo kamu gak sayang, kamu tetap pertahanin aku sebagai pacar kamu? Kenapa kita gak putus aja?" tanya Vallerie bertubi-tubi dengan lirih.

Langit membuang air liurnya ke tanah sembarangan. "Heh, bego! Gue ini pacarin lo karena pengen balas dendam! Lo tahu? Gara-gara bokap lo, nyokap gue harus merenggang nyawa!" bentaknya.

Vallerie dibuat kaget dengan pernyataan Langit barusan, pantas saja kekasihnya selalu bersikap kasar kepada dirinya. Hanya di awal masa pacaran saja Langit bersikap manis. Ternyata karena ada maksud terselubung, Vallerie ingin cepat-cepat putus dari Langit tapi tidak bisa. Karena rasa cintanya untuk Langit terlalu besar.

Vallerie berdiri secara perlahan, memegang tembok agar bisa berdiri dengan tegak, lalu berucap, "Lang, aku itu udah sayang sama kamu. Tapi kenapa balasan kamu sama aku malah kayak gini? Aku salah apa? Oke, di sini aku ngaku kalau ayah aku salah, jadi aku mau ngewakilin ayah aku, minta maaf yang sebesar-besarnya sama keluarga kamu ..."

"Percuma bego, permintaan maaf dari lo gak akan bisa balikin nyokap gue! Intinya gue cuma mau bilang sama lo, jangan pernah nangis di sekolah. Awas aja kalau ketahuan, mati lo!" Kemudian Langit meninggalkan taman, membiarkan Vallerie menangis sendirian di sana.

Vallerie menatap kepergian Langit dengan tatapan nanar. "Kamu hebat Lang, bisa buat aku gak bisa lepasin kamu meskipun udah diperlakukan kasar kayak gini," ucapnya kagum.

***

Hujan besar turun membasahi bumi malam ini, Vallerie tiba di rumahnya dengan kondisi basah kuyup. Rambutnya sangat lepek, seragamnya basah, serta kedua matanya merah karena menangis sepanjang perjalanan. Kapan sengsara dalam hidupnya berakhir? Vallerie ingin hidup dengan tenang tanpa ada yang membencinya. Vallerie juga ingin mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya seperti teman-temannya.

Ragil saat melihat kondisi Vallerie, bukannya memberikan handuk malah langsung menyeret tubuh Anak gadis satu-satunya itu ke dalam kamar mandi. Vallerie hanya bisa menurutinya saja, sebab tubuhnya sudah sangat terasa lemas. Dia tidak dapat melawan, Vallerie ikhlas jika harus mati saat ini juga.