Chereads / Sebuah Harap Tak Selalu Berakhir Baik / Chapter 10 - Begitu Mencintainya

Chapter 10 - Begitu Mencintainya

Vidella menoleh menatap Langit, lalu bertanya, "Lang, jadi gimana? Katanya mau buat kejutan ultahnya Vallerie. Tapi kok tumben sih? Biasanya lo juga cuek sama dia."

"Sebenernya ini bukan kejutan berupa kue atau hadiah sih. Tapi gue pengen buat kejutan nanti, lo sama gue ke taman belakang sekolah, nanti istirahat pertama terus kita mesra-mesraan di sana. Dan nanti lo ajak Vallerie deh ke sana, gue pengen tahu dia cemburu atau enggak," jelas Langit panjang lebar.

Kepala Vidella terangguk, pertanda dia mengerti dengan penjelasan Langit barusan. Senyum licik mulai terpampang jelas di wajah cantik Vidella, dia bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari kenyamanan dengan bermesraan bersama Langit. Ide Langit ternyata cemerlang juga, sehingga dia tidak perlu repot-repot memikirkan bagaimana cara menjauhkan Langit dengan Vallerie.

"Gimana, setuju gak?" Salah satu alis mata Langit terangkat.

Vidella mengangkat kedua ibu jari tangannya semangat. "Setuju banget dong, nanti gue tunggu di taman ya!" jawabnya cepat.

***

Jam istirahat pertama akhirnya berbunyi, Vallerie baru saja mengerjakan tugas akuntansi keuangan yang diberikan oleh Bu Alya, guru berusia sekitar empat puluh delapan tahun yang terkenal galak. Vallerie menutup buku tebal yang ada di atas mejanya dengan lesu, hari ini Nara masih belum bisa masuk sekolah karena harus menjalani pemulihan.

Ponsel Vallerie tiba-tiba saja berbunyi ketika dia hendak keluar dari kelas. Terpampang nama Vidella dengan jelas di layar ponselnya, kening Vallerie seketika berkerut. Tumben sekali sahabatnya itu menelepon dirinya, karena tidak mau dilanda rasa penasaran Vallerie segera mengangkat sambungan telepon itu.

"Halo, Vallerie. Sekarang ke taman belakang sekolah ya, ada kejutan ulang tahun dari Langit buat lo!"

"Hah yang be--"

Belum sempat Vallerie menyelesaikan ucapannya, sambungan telepon sudah dimatikan secara sepihak oleh Vidella. Hampir saja dia melupakan hari ulang tahunnya, diam-diam Vallerie menyunggingkan senyumannya, ternyata Langit mengingat hari kelahirannya? Apakah ini mimpi? Ah jika mimpi tolong jangan bangunkan Vallerie dari tidurnya.

Hati Vallerie rasanya sangat bahagia, dia sangat tidak sabar ingin melihat kejutan apa nantinya yang akan diberikan Langit untuknya? Vallerie cepat-cepat merapikan mejanya yang berantakan oleh alat tulis dan buku-buku. Lalu segera keluar dari kelas dan berjalan menyusuri lorong sekolah menuju taman belakang.

Namun, saat sampai di taman belakang sekolah. Kejutan yang pertama kali Vallerie lihat adalah Langit sedang mengecup kening Vidella. Mereka berdua tampak mesra seperti sepasang kekasih. Vallerie mematung di tempatnya berdiri saat ini. Cairan bening mulai berjatuhan satu-persatu membasahi kedua pipi mulusnya.

"Nih, hapus air mata lo." Sebuah tissue diberikan oleh seorang lelaki untuk Vallerie.

Vallerie menatap tissue tersebut dengan tatapan nanar. "Percuma, air mata ini gak akan berhenti mengalir sebelum aku puas nangis," tolaknya secara halus.

Bagas, adalah lelaki yang memberikan tissue untuk Vallerie. Tidak pantas jika perempuan sebaik Vallerie air matanya terbuang sia-sia hanya untuk menangisi lelaki brengsek seperti Langit. Tapi apa daya jika seseorang sudah dibutakan oleh cinta. Sejahat apapun lelaki itu, sebusuk apapun lelaki yang dicintainya, dia akan tetap cinta.

"Gak pantes tahu gak sih kalau lo nangisin dia," cibir Bagas. "Masih mending dia cowok baik, lah ini? Bisanya nyakitin doang," lanjutnya.

Mulut Vallerie bungkam, tidak bisa berkata-kata lagi. Ucapan Bagas barusan memang ada benarnya juga. Tapi coba jika Bagas yang berada di posisi Vallerie, pasti dia akan sama seperti Vallerie. Akan sulit melepaskan orang yang dicintainya, sebab sudah dibutakan oleh cinta. Memang cinta bukanlah segalanya, tapi karena cinta kita bisa merasakan bahagia.

Vallerie menghapus air matanya secara kasar. "Udah, tenang aja aku gapapa kok. Kalo gitu aku ke kelas dulu ya, bilang nanti sama Della, sama Langit juga makasih kejutannya," pesannya.

***

Sekarang, Langit bersama ketiga sahabatnya sedang berada di warung kopi yang lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolah. Seperti biasa, mereka jika pulang sekolah pasti menongkrong terlebih dahulu karena malas langsung pulang ke rumah. Dengan salah satu kaki yang diangkat, Langit duduk santai. Tak lupa sebatang rokok dia hisap untuk menghilangkan rasa penatnya.

Satu gelas kopi hitam yang biasa Langit pesan sudah ludes habis, tapi rasa penat Langit hari ini belum kunjung hilang. Dia memesan satu bungkus nasi beserta lauknya ikan goreng dan ayam bakar tak lupa sambal hijau kesukaannya. Langit memesan satu gelas kopi hitam lagi untuk teman makan sorenya itu. Bisa dikatakan Langit jarang makan malam karena tidak mau jadi pria gemuk.

Ketiga sahabat Langit yang melihat cara makan dan minum Langit menjadi merinding, mereka mengira jika sahabat mereka yang terkenal garang itu kesurupan kakek-kakek tua. Raja sedikit menjauhkan tubuhnya dari sebelah Langit, dia sudah was-was takutnya Langit akan berteriak tidak jelas karena arwah kakek-kakek masuk ke dalam tubuhnya.

"Heh, lo pada kenapa diam aja? Gak mau makan? Gue traktir deh," tanya Langit kebingungan.

Raja menelan salivanya susah payah. "B-beneran? T-tapi lo gak kesurupan 'kan? Ini lo masih normal 'kan?" tanyanya memastikan.

"Ya elah, lo pada kira gue kesurupan? Ya kagaklah! Gue laper tahu, udah sana cepetan pesen makan. Kalo gak mau ya udah, jangan nyesel ya." Langit terus melahap makanan yang ada di depannya dengan cepat sampai habis, seperti orang selama satu tahun tidak makan.

Tidak ada yang dapat dilakukan ketiga sahabat Langit selain menatap Langit heran. Porsi makan Langit hari ini benar-benar meningkat, seperti tukang becak. Resta menggelengkan kepalanya beberapa kali, kemudian berdiri dan mulai memesan makanan pula karena ngiler melihat Langit makan sangat banyak. Kebetulan sekali dia tidak membawa uang bekal banyak, rejeki anak baik tidak akan ke mana.

Resta kembali ke mejanya dengan membawa satu piring nasi goreng kesukaannya. Resta melahap nasi gorengnya tanpa memberi tawaran kepada Raja dan Alga. Memang, ternyata semua yang gratis pasti enak. Lihatlah, Resta sampai lupa mengucapkan terima kasih kepada Langit, padahal lelaki berwajah jutek itu sudah memberikan traktiran kepadanya.

"Widih, lo berdua makan banyak banget. Gak takut perut lo pada buncit?" ejek Raja.

Alga mengembuskan napasnya secara kasar, lalu berucap, "Kagaklah, orang kalo udah laper mana inget sama postur tubuh. Tapi giliran udah gendut, pasti nangis tuh haha."

"Dih, sembarangan lo. Gue gak akan gendut ya, karena setiap hari Sabtu sama Minggu olahraga. Satu lagi, ngebatin supaya kurus," elak Langit.

Tawa Alga seketika pecah, tanpa malu dia memukul meja yang ada di warung kopi itu. Untung saja tidak banyak orang di sana, sehingga dia tidak harus menanggung malu. Hanya ada seorang gadis saja anak pemilik warung kopi, nanya Jamilah. Gadis berusia dua puluh tahun yang memiliki wajah cantik bak orang India.