Mata cokelat kehitamannya menatap lurus rumahnya dari balik pagar. Rumah yang dulu penuh dengan kehangatan dan canda tawa, kini hanya tinggal kenangan. Perasaan ingin cepat sampai rumah pun kini telah sirna.
Gadis itu masih bergeming. Tatapannya turun ke bawah, dari yang menatap lantai dua bangunan itu, kini netranya menatap pekarangan. Sudut bibirnya sedikit terangkat ketika melihat bunga-bunga itu mulai layu. Sepertinya ia harus mulai memperhatikan bunga-bunga itu, walaupun ia tahu hal itu akan mengundang banyak kenangan.
Arah pandangnya kemudian mengarah pada sebuah pagar putih. Entah mengapa, tangannya ini terasa berat untuk membuka pagar itu. Sebagian dari pikirannya mengatakan untuk tidak membuka, tetapi sebagian lainnya mengatakan bahwa ia harus tetap memasuki rumah itu. Embusan napas keluar dari mulut ketika pikirannya berkecamuk.