Matahari berganti dengan bulan, seorang gadis terduduk di jok mobil dengan keadaan terikat dan mata serta mulutnya ditutup menggunakan kain. Dia hanya memakai baju tidur tipis yang menampilkan lekuk tubuhnya. Perempuan itu dibawa menuju tempat dia akan dilatih.
"Hmm," gumam gadis itu.
gadis itu ingin berteriak, tapi tidak bisa. Kain penutup mulut itu terikat sangat kencang hingga tidak ada celah.
"Nona tenang, semua akan baik-baik saja kalau menurut," kata Tobi.
Mereka sudah sampai di tempat tujuan. Hanna digendong seperti karung beras. Perempuan itu mau memberontak, yapi tidak bisa karena tangan dan kakinya terikat.
"Bawa dia ke kamar," kata Iyan yang berjaga di depan pintu belakang.
"Oke, Iyan. Tuan Frank ada?" tanya Tobi.
"Ada. Dia lagi mengurus hal lain," jawab Iyan.
Hanna dibawa masuk ke dalam melewati pintu belakang. Dia mendengar suara yang seperti dia kenal dan juga tidak asing dengan nama tersebut hanya bisa diam saja. Dia dibawa ke sebuah kamar menggunakan lift. Air mata Hanna membasahi tutupan mata yang dia kenakan.
"Siapa pun tolong aku," gumam Hanna.
Tiba-tiba suara kencang terdengar saat tubuh gadis di gendongan Tobi dijatuhkan ke atas ranjang. Penutup mata dan mulut Hanna dibuka.
"Tolong lepaskan aku. Apa salah aku?" tanya Hanna.
Hanna terisak, dia merasa aura yang tidak enak di sekitarnya. Dia menatap kamar yang sangat luas dan terlihat mewah.
"Simpan amarahmu untuk nanti," kata Tobi.
"Hei, kamu mau ke mana?" tanya Hanna saat melihat Tobi hendak pergi.
Hanna ingin membuka ikatan tangan dan kakinya, tapi gerakan dia terhenti saat suara pintu terdengar. Dia melihat ke arah pintu untuk memastikan siapa yang masuk.
"Hai, Hanna," kata Frank yang baru saja masuk.
"Tuan, lepaskan saya. Mereka menculik saya," mohon Hanna dengan tatapan sendu.
Frank berjalan mendekati Hanna. Dia meminta perempuan itu agar tenang.
"Apa Tuan termasuk dalang dalam penculikan saya?" tanya Hanna yang tidak percaya dengan semua yang terjadi padanya.
"Bisa dibilang iya dan tidak, tapi saya bisa membebaskan kamu," bisik Frank di telinga Hanna.
"Tuan, bagaimana caranya? Tolong saya," kata Hanna memohon.
"Jadi simpanan saya mau?" tanya Frank membelai pipi Hanna. Dia menatap tubuh Hanna dengan tatapan nakal.
"Saya tidak mau, saya mau pulang!" teriak Hanna histeris. Dia merasa terhina saat ini.
"Kamu ini benar-benar jual mahal sekali. Apa kamu mau melayani pria-pria di sini dulu terus baru mau menjadi simpanan saya?" tanya Frank kesal mencengkram dagu Hanna.
Hanna meludahi wajah Frank yang menjijikan baginya membuat Frank terkekeh. Pria itu merasa Hanna terlalu berani padanya.
"Pergi kamu sialan! Lepasin saya, tolong!" teriak Hanna.
"Manis, simpan suara kamu. Kamar ini kedap suara," perintah Frank sambil mengelap wajahnya.
Frank memegang wajah Hanna lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Hanna. Dia tiba-tiba terkejut saat gigi perempuan itu menusuk bibir dia hingga berdarah.
"Rasakan itu pria kurang ajar!" teriak Hanna.
"Perempuan sialan!" teriak Frank.
Tangan Frank hendak menampar pipi Hanna, tapi tidak jadi saat terdengar suara ketukan pintu dari luar. Frank mengepalkan tangannya lalu membuang kepalan tangan dia di udara. Dia keluar dari kamar dan menutup pintu dengan keras.
***
Hanna yang masih berada di dalam kamar terisak. Dia benar-benar merutuki kebodohannya karena terjebak dengan kebaikan seorang pria hingga dia bisa seperti ini.
Tidak lama pintu terbuka kembali. Mata Hanna membulat saat mengetahui siapa yang datang. Dia berusaha bergerak mundur, tapi tidak bisa dia.
"Sayang, kamu baik-baik saja? Apa Frank tadi mengganggu kamu?" tanya Edgar.
"Kalian semua pengganggu!" teriak Hanna.
"Sayang, jangan marah-marah mulu. Ini kita di tempat kerja kamu," kata Edgar dengan senyum miring.
Edgar mendekat lalu menarik kaki gadis di hadapannya. Dia membuka ikatan di kaki perempuan itu.
"Lepas. Apa yang kamu lakukan?" tanya Hanna.
"Pelajaran pertama, aku tidak suka kamu menolak seperti ini," kata Edgar dengan tangan menyusup ke dalam baju tidur yang dikenakan Hanna.
"Jangan," pinta Hanna.
Hanna merasakan jari-jari nakal Edgar mengusap miliknya yang masih berbalut dalaman meminta pria itu untuk berhenti, tapi tidak dihiraukan. Pria itu sekarang justru menahan kaki Hanna dengan tangan. Hanna menggelengkan kepala, dia tidak mau seperti ini.
***
Frank yang berada di ruangan lain sangat marah. Dia membanting seluruh barang di ruangan kantornya.
"Kenapa Edgar harus datang sekarang? Aku seharusnya sudah bisa menyentuh Hanna, tapi gadis itu terlalu jual mahal" teriak Frank dengan hati yang bergemuruh hebat.
Frank mencengkram meja di hadapannya lalu memukul-mukul meja itu dengan kencang membuat Gisel yang baru saja datang terkejut.
"Frank, apa yang kamu lakukan?" tanya Gisel menatap ruangan kerja Frank yang terlihat kacau balau.
"Sejak kapan kamu boleh masuk ke ruangan aku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?" tanya Frank dengan tatapan marah.
"Frank, kamu ini kenapa sih? Aku heran sama kamu yang beberapa hari ini berubah," kata Gisel.
"Aku lagi pusing sama pekerjaan aku, ditambah kamu yang menyebalkan dan datang-datang langsung masuk," balas Frank.
"aku mau tanya sejak kapan aku harus mengetuk pintu? Sejak sekarang atau bagaimana?" tanya Gisel dengan wajah memerah.
"Gisel keluar. Aku pusing mendengar ocehan kamu yang tidak beralasan. Memang aku minta kamu datang?" tanya Frank.
"Frank, kamu ini kenapa sih?" tanya Gisel.
Gisel melihat Frank hanya diam saja langsung keluar dari ruangan Frank lalu membanting pintu dengan keras.
"Pasti ada yang mereka sembunyikan dari aku," gumam Gisel.
Langkah kaki Gisel tiba-tiba berhenti saat melihat ada penjaga yang berjaga di ujung sana. Dia melirik ke arah Iyan.
"Iyan, di sana ada apa?" tanya Gisel.
"Tuan Edgar menaruh kekasihnya di kamar itu," jawab Iyan.
"Hanna ngapain dibawa ke sini?" tanya Gisel.
"Nona bukannya sudah tahu rencana apa yang dilakukan mereka?" tanya Iyan.
Gisel baru ingat soal aplikasi yang tidak dia terlalu suka. Aplikasi Cimi yang menjebak para perempuan.
"Berarti Hanna termasuk dalam jebakan mereka, tapi kenapa Frank begitu marah? Apa jangan-jangan dia menyukai gadis bernama Hanna itu?" gumam Gisel.
"Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya Iyan.
Gisel hendak berjalan ke ruangan itu, tapi langkahnya terhenti saat Iyan menghalangi dia.
"Nona tidak bisa ke sana karena sudah dijaga pengawal," kata Iyan.
"Kenapa tidak bisa? Aku ini termasuk bagian dalam usaha ini," balas Gisel ketus.
"Nona harus izin pada tuan dulu," kata Iyan.
"Saya cuma mau lihat saja, tidak perlu melarang. Saya tidak akan masuk ke dalam kok," balas Gisel.
Iyan menahan tangan Gisel. Dia meminta perempuan itu agar tidak melangkah maju lagi.
"Menyingkir!" teriak Gisel mendorong Iyan.