Chereads / Edgar's Prisoner / Chapter 63 - No Pride

Chapter 63 - No Pride

Hanna merasa dirinya sudah tidak berharga lagi. Suara dia sudah habis untuk meronta.

"Pasti orang tua dan adikku sudah mencariku, tapi maaf Hanna tidak yakin bisa bertemu kalian lagi. Maafkan yang begitu bodoh percaya sama orang hingga akhirnya jadi begini," gumam Hanna memejamkan matanya.

Mata Hanna tiba-tiba membelalak kaget saat melihat seseorang yang memakai topeng memukul Arya. Dia ingin teriak, tapi suara dia sudah habis. Dia hanya bisa diam.

"Hei, apa kamu gila?" tanya Arya.

"Iya gue memang gila. Lu memang mau apa?" tanya pria itu.

"Rasakan!" teriak Arya mengambil vas di sampingnya.

Arya menghantamkan vas itu pada wajah pria yang menggunakan topeng.

"Sial!" teriak pria bertopeng melirik Hanna tajam membuat Hanna menutup matanya karena ketakutan.

Arya berlari ke pintu, tapi mendadak langkah kaki dia terhenti saat peluru berhasil menembus kepalanya.

"Tolong," kata Hanna dengan suara pelan.

"Dasar pria bodoh. Dia tidak akan aku biaekan menyentuh milik aku, apalagi dia seorang pengkhianat," kata pria bertopeng dengan tajam.

Tiba-tiba pintu terbuka membuat Arya yang berlumuran darah di kepalanya terjatuh begitu saja.

"Tuan, maaf," kata David.

Hanna menatap pria bertopeng yang membuka topengnya. Dia begitu terkejut dengan kegilaan di depan matanya.

"Edgar, kamu sudah gila!" teriak Hanna.

"Hanna, aku gila karena kamu. Lihat, bahkan aku sampai harus memusnahkan orang yang mau menyentuh kamu. Betapa berharganya kamu bagiku," kata Edgar dengan senyum miring yang terlihat menakutkan.

Hanna terisak. Dia benar-benar merasa dirinya akan gila kalau terlalu lama bersama Edgar.

"Tuan, kami bawa dia?" tanya David.

"Bawa manusia bodoh itu. Buat dia seolah-olah bunuh diri," jawab Edgar.

"Baik, Tuan," balas David.

David menyuruh semua keluar dari kamar itu sebelum tuan mereka menghancurkan mata mereka juga.

"Sayang, jangan takut. Mari aku buka ikatan ini, aku mau ajak kamu bersantai di tempat yang indah," kata Edgar.

"Apa dulu kamu membunuh Victor?" tanya Hanna sambil mengingat kejadian yang menimpa pria yang dekat dengannya saat dia sudah tidak tertarik lagi pada Edgar.

"Victor. Oh, kamu mengingat pria yang mati mengenaskan. Iya dia salah satu pria yang tidak beruntung juga karena berdekatan dengan kamu. Aku sangat cemburu saat Victor mendekati kamu dan kamu menjauhi aku, harga diriku benar-benar jatuh," jawab Edgar.

"Menjijikkan. Kamu psikopat gila. Apa mau kamu? Kamu mau menjual aku, tapi kamu juga membunuh orang yang di dekat aku. Siapa lagi yang mau kamu sakiti?" tanya Hanna dengan nada tinggi.

"Mungkin teman dekatmu yang bernama Adel," jawab Edgar.

"Jangan sakiti dia. Adel tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang terjadi," balas Hanna.

"Iya memang dia belum ikut campur. Dia saat ini sedang begitu dekat dengan adikku, tapi aku pura-pura tidak tahu saja," kata Edgar.

"Max maksud kamu? Apa adik kamu mengetahui aku diculik oleh kakaknya yang gila?" tanya Hanna.

"Hanna, tentu saja adikku tahu. Satu hal lagi yang perlu kamu tahu, mama kamu bekerja dengan keluargaku," jawab Edgar membuat wajah Hanna menjadi benar-benar kaku.

"Kenapa kamu tega pada aku? Kamu tahu mamaku kerja mati-matian demi kami, pasti sekarang dia lagi sedih banget saat aku belum ditemukan," kata Hanna.

Edgar terkikik. Dia berjalan mendekati Hanna lalu menatap mata perempuan itu.

"Mama dan papa kamu pasti nanti tidak akan lagi mencari kamu," kata Edgar.

"Terserah apa kata kamu, aku tidak peduli. Kamu membuat aku seperti perempuan yang tidak punya harga diri lagi," balas Hanna menutup tubuhnya dengan selimut.

"Harga diri kamu tidak perlu ada," kata Edgar.

Edgar nelihat layar ponselnya menyalakan begitu senang saat mengetahui siapa yang menelepon.

"Apa lagi yang dia rencanakan? Tolong lindungi keluargaku," gumam Hanna.

Edgar kembali pada Hanna. Dia meminta Hanna untuk berpakaian kembali.

"Dia mau mengajak aku ke mana?" gumam Hanna.

Hanna memakai pakaiannya. Dia digendong oleh Edgar setelah dipasangkan topeng.

"Kamu tidak usah tegang," kata Edgar.

Topeng yang melekat di wajah mereka baru dilepaskan setelah mereka sudah masuk mobil.

"Hanna, kamu akan aman saat bersama aku," bisik Edgar di telinga Hanna.

"Terserah," balas Hanna.

Edgar mengkodekan pada Rex untuk menutup partisi mobil sehingga Rex tidak bisa melihat apa yang terjadi di belakang.

"Hanna, lihat aku," perintah Edgar.

"Apa lagi yang kamu mau?" tanya Hanna.

Hanna menatap ke luar jendela. Dia malas banget menatap Edgar yang tidak ada habisnya membuat dia emosi.

"Hanna, sini. Aku tidak suka memanggil orang berkali-kali," kata Edgar.

"Sakit, lepas!" teriak Hanna tersentak saat rambutnya ditarik oleh Edgar.

"Kamu cantik, tapi kalau kamu penurut akan jadi makin cantik. Bisa tidak jangan bikin aku marah?" tanya Edgar.

"Kamu kira aku boneka yang bisa kamu perlakukan seenaknya?" tanya Hanna.

"Iya kamu bonekaku," jawab Edgar menarik tubuh Hanna ke atas pangkuannya.

"Apa yang kamu mau? Aku tidak mau," kata Hanna merasakan cengkraman di pinggangnya.

"Aku mau kamu," balas Edgar.

"Aku tidak menginginkan kamu, hentikan," kata Hanna.

"Aku tidak akan berbuat kasar sama kamu dan keluarga kamu kalau kamu tidak memberontak. Lakukan apa yang aku inginkan," balas Edgar.

Edgar mengecup pipi perempuan di hadapannya. Tangan dia masuk ke dalam gaun pendek yang digunakan oleh Hanna.

"Aku bukan pemuas nafsumu. Lepaskan aku!" teriak Hanna menahan tangan Edgar yang menyentuh miliknya di bawah sana.

"Mulutmu boleh menolak, tapi tubuh kamu tidak menolak sentuhan aku. Rasakan bagaimana tubuhmu ini merasa kecanduan dengan sentuhan aku," balas Edgar dengan suara serak dan seksi.

Hanna menggigit bibirnya. Dia akui Edgar memang pria yang tampan. Bahkan aura Edgar yang dominan dapat membuat siapa pun bisa bertekuk lutut, tapi dia tidak mau kalah dengan pria di hadapannya. Sudah cukup harga dirinya hilang bersama pria seperti Edgar.

"Aku tidak boleh seperti ini," gumam Hanna.

Hanna menutup mata begitu merasakan jari-jari Edgar bermain di pusat dirinya. Dia tidak bisa memberontak, tubuh dia benar-benar ditahan oleh Edgar.

"Tolong hentikan!" teriak Hanna.

"Sayang, suara kamu indah. Jangan tutup matamu, lihat aku. Hanna, kamu tidak boleh menolak kalau keluargamu yang berada di genggaman aku aman. Aku bisa buat adik kamu masuk penjara lagi. Mama dan papa kamu juga bisa aku buat kehilangan pekerjaannya. Apakah kamu tega membiarkan keluarga kamu menderita demi kebebasan yang kamu inginkan?" tanya Edgar.

Hanna terengah-engah saat merasakan permainan jari lelaki yang merenggut segalanya darinya. Dia merasakan sedikit lagi akan meledak.

"Argh!" teriak Hanna terkejut saat tiba-tiba pria di hadapannya mengerjainya.

"Kenapa? Kamu marah karena tidak bisa puas? Minta saja apa yang kamu mau," kata Edgar dengan senyum miring.

Hanna merasakan tubuhnya tengah terhantam gelombang besar yang menginginkan kepuasan, tapi saat ini dia harus menepis gelombang yang menyerangnya.

"Sial, kenapa aku seperti ini?" gumam Hanna.