Chereads / Edgar's Prisoner / Chapter 62 - Psycho

Chapter 62 - Psycho

Di dalam sebuah kamar, Hanna tengah didandani oleh penata rias yang disuruh oleh Edgar.

"Nona tolong jangan menangis terus," tegur Ani.

"Aku mohon bantu aku keluar dari sini," kata Hanna sambil menangis dan menatap dirinya yang didandani seperti perempuan murahan.

"Nona, kita semua di sini tidak berani melawan. Lebih baik menuruti kemauan tuan kita," balas Ani dengan raut wajah datar.

Wajah Hanna sudah selesai dirias. Dia dipakaikan topeng yang menutup sebagian wajahnya.

"Kalian semua jahat dan tega!" teriak Hanna.

"Nona, kita harus ke panggung sekarang. Nona harus menari di depan para tamu VIP kita. Nona harus ingat untuk tidak membantah atau Nona akan mendapatkan hukuman," kata Ani.

"Aku tidak mau menari," balas Hanna.

"Nona, kita sekarang harus ke panggung," kata Ani.

"Aku tidak mau!" teriak Hanna.

Ani keluar dari kamar lalu memanggil para pengawal di depan. Hanna dibawa paksa ke panggung.

"Lepaskan aku!" teriak Hanna.

Hanna terisak. Dia sangat malu saat melihat pakaian yang dia kenakan hanya pakaian tipis dan tembus pandang.

Hanna diseret dan didorong ke panggung. Dia menutup tubuhnya dengan tangannya saat melihat semua mata pria memandang ke arahnya. Dia melihat di sana juga ada Edgar.

"Nona menarilah di tiang bersama yang lain," bisik Iyan di telinga Hanna.

Hanna berdiri kaku karena dia tidak mau menari. Dia berlari masuk kembali, tapi tangan dia ditangkap oleh salah satu pengawal yang ada di sana.

"Nona harus mengerti!" teriak Iyan.

Sebuah tangan melayang ke pipi Hanna hingga dia terjatuh dan sudut bibirnya berdarah.

"Aku tidak mau berada di sini!" teriak Hanna.

"Nona terlalu lancang melawan," tegur Iyan.

Suara langkah kaki membuat Iyan menundukkan kepalanya, sedangkan Hanna masih melawan.

"Kamu harus bekerja di sini," kata Edgar.

Edgar menatap ke arah Hanna dengan tatapan dingin.

"Aku tidak sudi bekerja untuk kamu," balas Hanna.

Edgar tertawa mengerikan. Dia memerintahkan pengawalnya untuk membawa Hanna kembali ke kamar.

"Lepaskan!" teriak Hanna.

"Susah sekali menurut," kata Edgar saat melihat Hanna sudah diseret keluar dari ruangan itu.

***

Hanna membanting pintu dengan kencang setelah masuk ke dalam kamar. Dia menutupi tubuhnya dengan selimut dan membuang topeng di wajahnya.

"Berani sekali kamu menolak kehendak aku," kata Edgar yang baru saja masuk ke dalam.

"Kamu bukan siapa-siapa aku!" teriak Hanna.

"Aku bukan siapa-siapa? Aku yang memegang kehidupan kamu saat ini. Tadi apa yang kamu lakukan? Kamu mau buat malu?" tanya Edgar sambil melangkah mendekati Hanna.

Suara teriakan kesakitan Hanna menggema di ruangan itu saat rambut panjangnya ditarik Edgar.

"Sakit? Kamu seharusnya menurut kalau tidak mau sakit," kata Edgar.

Suara ketukan pintu terdengar membuat mereka terdiam sejenak. Edgar melepaskan rambut perempuan di hadapannya lalu membuka pintu dan menatap tajam ke arah David.

"Tuan, maaf mengganggu. Ada tamu yang menawar Hanna. Dia mau Hanna malam ini melayani dia," kata David.

"Wow, baru dilihat saja sudah ada yang mau berlangganan sama kamu," kata Edgar menatap ke arah Hanna.

Hanna menitikkan air mata. Dia merasa ini adalah akhir dari kehidupannya.

"Tuan, apa kita terima?" tanya David.

"Terima. Bawa pria itu ke kamar ini dan ikat Hanna di ranjang," jawab Edgar tersenyum miring.

David menatap perempuan di hadapannya. Dia kasihan dengan Hanna, tapi ini sudah tugasnya.

"Baik, Tuan," balas David.

David pergi dari hadapan Edgar, sedangkan pengawal lain masuk ke kamar untuk memegang tangan dan kaki Hanna.

"Edgar, tolong jangan begini. Aku mohon tolong lepaskan aku!" teriak Hanna.

Air mata Hanna membasahi pipinya. Dia memberontak hingga tangannya lecet.

"Edgar, jangan begini," kata Hanna.

Setelah selesai mengikat, para pengawal keluar dari kamar itu. Edgar meninggalkan Hanna begitu saja.

"Dasar manusia tidak punya hati," kata Hanna.

Pelanggan pertama Hanna didampingi oleh David pergi ke kamar yang terdapat Hanna.

"Tuan Arya, silahkan menikmati malam indah ini," kata David.

"Oke," balas Arya.

Arya masuk ke dalam. Dia seketika terkejut saat melihat perempuan yang dia lihat tadi terikat.

"Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi padanya," gumam Arya.

Arya tidak banyak bertanya. Dia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.

Hanna menatap pria di hadapannya. Dia seperti pernah bertemu dengan pria itu.

"Hanna bukan?" tanya Arya.

"Maaf, saya bukan wanita panggilan. Tolong bantu saya," mohon Hanna.

"Iya kamu Hanna yang waktu itu membawakan minuman," balas Arya.

"Iya, Tuan. Tolong lepaskan saya," pinta Hanna.

"Iya saya akan melepaskan ikatan ini, tapi ada syaratnya," balas Arya menatap tubuh perempuan di hadapannya.

"Tuan, saya mohon," kata Hanna.

Hanna merasa putus asa. Dia bergerak terus-terusan.

"Saya minta kamu tetap melayani saya dengan baik. Saya udah bayar mahal," kata Arya.

Hanna menggelengkan kepalanya. Ternyata semua pria sama saja bagi dia.

"Kalau kamu tidak mau, ya sudah saya tetap akan menyentuh kamu," kata Arya sambil menangkup wajah Hanna.

"Lepaskan saya!" teriak Hanna.

Bibir Hanna dibungkam oleh pria di hadapannya. Dia menggigit bibir pria di hadapan dia hingga berdarah.

"Argh, dasar perempuan gila! Cukup, kita main ke intinya!" teriak Arya sambil mengambil tisu dan mengelap bibirnya.

Hanna semakin syok dan tidak berdaya. Pakaian dia sudah dirobek dan tubuhnya tengah digerayangi.

***

Edgar yang berada di ruang kerja mengetok-ngetok pulpen di tangannya.

"Argh, sial!" teriak Edgar.

Edgar keluar dari ruangan kerjanya membuat semua pengawal yang menatap dia ketakutan. Edgar memakai topengnya supaya para orang tidak penting tidak melihat wajahnya.

"Kenapa aku mendadak gelisah seperti ini?" gumam Edgar.

***

Hanna di dalam kamar menangis dan memohon saat melihat Arya membuka pakaiannya sendiri.

"Tuan, jangan," mohon Hanna.

Hanna benar-benar merasakan harga dirinya sudah hilang saat ini. Tubuh dia sudah dilihat oleh pria lain.

"Tuan, jangan sentuh saya," kata Hanna.

Suara Hanna sudah habis untuk berteriak. Air mata terus mengalir dari mata indahnya, tapi laki-laki yang sudah tidak mengenakan apa pun itu tetap saja tidak peduli padanya.

"Hanna, kamu cantik sekali. Saya akan membeli kamu dan mengeluarkan kamu dari sini kalau kamu melayani saya dengan baik," bisik Arya di telinga Hanna.

"Bunuh saya saja. Saya tidak sudi ikut dengan pria macam kalian," kata Hanna sambil menangis tersedu-sedu.

"Iya benar kata kamu, lebih baik kamu di sini melayani para pria yang akan membayar kamu mahal," balas Arya menahan kaki Hanna.

"Tidak, tolong jangan lakukan ini pada saya," mohon Hanna merasakan Arya menyentuh tubuhnya dengan jari-jarinya.

"Tubuhmu sangat indah, sudah berapa banyak pria yang sudah kamu layani? Aku lihat kamu sudah tidak gadis lagi," kata Arya.

"Lepas, jangan sentuh saya. Kegadisan saya juga direnggut paksa oleh pria seperti kalian!" teriak Hanna.