Chereads / Edgar's Prisoner / Chapter 1 - Envy

Edgar's Prisoner

🇮🇩noviaaryani
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 68.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Envy

Langit begitu cerah dan berwarna biru di sebuah apartemen berisikan satu keluarga yang sederhana dan harmonis saat semua anggota keluarga tengah menyantap sarapan mereka bersama sebelum berangkat kerja.

"Hanna Silvan, kamu sudah diterima kerja di kafe yang tidak jauh dari apartemen kita?" tanya Elsa.

"Iya, Ma. Aku sudah diterima. Bahagia banget deh, doain ya semoga kerjaan aku lancar," jawab Hanna.

"Iya, Nak. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu," balas Elsa.

"Kalau kamu sudah dapat gaji, jangan lupa nanti kasih orang tua kamu. Paling enggak kamu bayar listrik apartemen ini," kata Louis.

"Siap, Pa," balas Hanna.

"Niko, kamu jadi lanjut kuliah?" tanya Elsa.

"Pengennya sih kuliah sambil kerja, Ma," jawab Niko.

"Kalau seperti itu, Papa setuju," balas Louis.

Tring

Suara ponsel berdering membuat Hanna tersenyum. Dia adalah gadis yang mudah bersosialisasi dan hobi sekali main media sosial. Bahkan bisa video call dengan teman-teman virtualnya dan dia mudah sekali akrab.

"Kak Hanna ngapain sih?" tanya Niko.

"Bukan urusan kamu," jawab Hanna.

"Jangan kebiasaan kenalan sama orang tidak dikenal, nanti kamu ribet," kata Niko.

"Apaan sih? Kamu tidak jelas," balas Hanna yang sebal dengan adiknya.

"Sudah, kalian harus cepatan makannya," kata Elsa.

"Siap, Ma," balas Niko.

"Istriku, aku berangkat duluan," kata Louis.

"Iya, Pa. Mama antar ke depan," balas Elsa.

Elsa mengantarkan Louis hingga ke depan pintu apartemen.

"Ma, titip salam sama anak-anak. Suruh Hanna kerja yang benar dan Niko juga sekolah yang benar supaya derajat keluarga kita tidak di bawah mulu," kata Louis Silvan.

"Iya, Pa," balas Elsa.

Louis pergi dari apartemen keluarga mereka menuju tempat kerjanya yang berada di stasiun kereta api. Dia menjadi seorang office boy di sana.

"Hati-hati di jalan, Pa," kata Elsa.

Elsa tersenyum pada Louis sambil melambaikan tangannya. Setelah itu, dia masuk kembali dan melihat anak-anaknya sudah selesai makan tersenyum pada anaknya.

"Anak-anak, kalian berangkatnya hati-hati. Ini ada bekal untuk kalian berdua biar irit," kata Elsa.

"Siap, Mama. Terima kasih bekalnya," balas Hanna sambil mengambil bekalnya lalu memasukkan ke dalam tas.

Niko juga memasukkan bekalnya dalam tas ranselnya. Mereka memeluk mamanya sebelum berangkat.

"Mama nanti pergi kerja?" tanya Hanna.

"Iya, Nak. Mama nanti masuk kerja, kasihan nyonya karena pelayannya ada yang mengundurkan diri jadi yang nyuci pakaian mereka berkurang," jawab Elsa.

"Enak ya jadi orang kaya, enggak usah nyuci sendiri," kata Hanna.

"Makanya cari kekasih yang kaya. Jangan lewat media sosial mulu kerjanya," balas Niko.

"Kamu ini ngeselin banget sih," kata Hanna menjewer telinga adiknya.

"Mama, sakit. Lihat nih tingkah kakak," kata Niko.

"Sudah, kalian kayak anak kecil aja," tegur Elsa.

"Iya, Ma," kata Hanna melepaskan jewerannya.

Mereka semua pergi berangkat setelah memeluk mama mereka dan melambaikan tangan. Hanna berjalan sedikit dan menaiki kereta menuju cafe tempatnya bekerja. Selama di dalam kereta, Hanna melakukan video call bersama seorang pria.

"Kamu berangkat sendiri apa tidak takut?" tanya Victor.

"Enggak dong. Ngapain takut," jawab Hanna.

"Oh. Hati-hati, kamu kan cantik," kata Victor.

"Yaelah, baru kenal udah muji-muji," balas Hanna.

"Maaf kalau kamu risih," kata Victor sambil tertawa terbahak-bahak.

Ting

Suara pertanda kereta sudah sampai membuat Hanna mematikan video call itu. Dia turun dari kereta dan langsung pergi ke kafe tempat dia bekerja dengan berjalan kaki. Saat sudah sampai di kafe, dia buru-buru ke belakang untuk mengganti seragamnya.

"Halo, Hanna," sapa Floren.

"Hallo, Nyonya Floren. Saya ganti baju dulu ya," kata Hanna.

"Iya. Hari ini juga teman saya lagi datang ke sini. Nanti kamu bantu tata kue di dapur. Kamu kan kalau soal menata rapi tuh," balas Floren.

"Baik, Nyonya," kata Hanna.

"Teman saya baru mampir lagi, nama dia Agatha. Kamu kalau lihat orangnya cantik banget walaupun sudah tua," balas Floren.

"Iya saya percaya. Nyonya saja cantik," kata Hanna Silvan.

"Ya sudah nanti kita lanjut pembicaraan ini. Hanna, bikin yang bagus, ya," balas Floren.

"Siap, Nyonya," kata Hanna.

Hanna pergi untuk berganti baju. Setelah itu, dia ke dapur. Di sana sudah ada Betty yang menatap sinis ke arah dia.

"Sudah puas cari muka depan bos kita?" tanya Betty.

Hanna hanya diam. Dia langsung menata kue kue yang sudah jadi untuk tamunya Floren dan mendekornya.

Brak

Betty tiba-tiba mendorong kue yang sudah Hanna tata hingga berantakan di lantai.

"Kamu apa-apaan sih?" tanya Hanna sambil memegangi jantungnya.

"Betty, kamu gila? Nanti kalau nyonya tahu ini kuenya jadi hancur kayak gini gimana?" tanya Adel.

"Kamu belain dia aja terus. Dia itu penjilat tahu," balas Betty.

"Terus kalau dia penjilat kamu apa, perusak?" tanya Adel.

"Sudah, kalian menjadi bertengkar gara-gara aku. Lebih baik sekarang ada tidak kue yang lain? Nanti nyonya Floren bisa marah besar," kata Hanna.

"Ya kamu lihat aja sendiri," balas Betty.

Betty malah mendudukkan diri di kursi tanpa peduli Hanna dan Adel yang kesusahan gara-gara dia.

"Ada, Hanna. Ini masih ada di tray. Kamu bantu aku susun dan dekor bantu, ya," kata Adel.

"Iya," balas Hanna.

Hanna menghelakan napas kasar. Dia merasa semua orang di sini seperti tidak menyukainya, padahal dia selama ini berperilaku biasa.

"Guys, sudah jadi belum? Ya ampun, kenapa  berantakan gini? Kalian kerjanya ngapain aja sih?" tanya Beni dengan logat perempuannya.

"Kamu diam aja deh," kata Adel.

"Adel, bagaimana aku bisa diam kalau melihat kuenya begini? Ya ampun, jatuh gini. Eh, Betty, kamu ngapain duduk di situ gitu?" tanya Beni.

"Ya daripada kamu, ngoceh kayak perempuan gitu lebih baik bantu dong," jawab Betty.

"Ogah. Aku laporin kalian kalau kalian bikin lama. Itu tamu penting nyonya sudah mau datang," kata Beni sambil melambai-lambaikan tangannya.

Adel memutar bola matanya. Dia yakin Beni keluar pasti untuk memberikan laporan kepada nyonya mereka.

"Ayo kita dekor ulang lagi sebelum nyonya tahu," kata Adel.

Hanna dengan cepat mendekor kue-kue mini itu dengan krim, beberapa toping coklat dan buah-buahan.

"Wah, jadi cantik," puji Adel mengacungkan jempol ke Hanna.

"Terima kasih, Adel. Nanti kapan-kapan aku belajar cara bikin kuenya juga biar aku bisa membantu kamu," kata Hanna.

"Kamu mau gantiin aku?" tanya Betty.

"Aku tidak berpikir untuk menggantikan kamu. Aku hanya ingin bisa bikin kue juga, bukan hanya dekor saja," jawab Hanna.

Tap tap

Suuara langkah kaki terdengar disusul dengan suara deheman seseorang membuat mereka langsung menghadap Floren.

"Ada apa ini? Kata Beni kalian bertengkar," kata Floren sambil menyilangkan tangannya.

"Nyonya, gadis ini yang mengganggu kreativitas kami," balas Betty. 

"Jangan fitnah deh, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan," kata Beni.

"Beni, kamu bisa diam?" tanya Floren.

"Bisa, Nyonya. Maafkan saya," jawab Beni.