Adel dan Hanna yang sudah sampai di kafe mencuci tangan dan langsung memakai sarung tangan. Mereka mulai mengerjakan pesanan dari para pelanggan. Tidak lama Floren datang membuat mereka dan para karyawan lainnya menunduk pada Floren.
"Saya ke sini mau menginfokan Betty teman kalian sudah mengundurkan diri dari kafe ini. Katanya dia sudah mendapatkan pekerjaan lebih baik dan doakan saja yang terbaik untuk dia. Ingat kalian juga harus tetap semangat bekerja di sini dan tolong bersikap profesional," kata Floren.
"Siap, Nyonya," balas semua karyawan.
"Semuanya kembali bekerja," kata Floren.
Mereka kembali bekerja. Hanna mendadak merasa tidak enak dengan Betty memanggil Adel.
"Adel, Betty keluar dari sini karena aku," kata Hanna.
"Sudah, tidak usah mikirin orang lain. Mikirin diri kamu aja dulu. Lanjut kerja yuk sebelum nyonya marah," balas Adel.
"Siap," kata Hanna.
***
Menjelang sore, Hanna yang sudah selesai bekerja membeli kue untuk keluarganya karena hari ini dia sudah gajian. Dia ingin keluarga dia juga merasakan kue enak.
"Semua keluargaku suka semua kue yang aku beli," gumam Hanna.
Hanna memasang headsetnya lalu berjalan menuju stasiun kereta untuk pulang. Selama di perjalanan, dia melihat pesan yang masuk dari Victor dan hanya berisi permintaan maaf karena pria memblokir dia kemarin membalas pesan itu.
"Sudah aku maafkan. Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Kita mungkin harus berteman dulu," kata Hanna.
"Oke, Hanna. Aku minta maaf ya," balas Victor di pesan itu.
"Iya," kata Hanna.
Hanna melihat ada pesan masuk dari aplikasi Cimi. Dia melihat Edgar mengirim pesan padanya menjawab.
"Aku di kereta, lagi jalan pulang," kata Hanna.
"Loh, tidak dijemput?" tanya Edgar.
"Siapa yang jemput aku, aku kan tidak punya sopir," jawab Hanna.
"Ya sudah nanti saja baru lanjut, aku juga mau jalan pulang habis kerja," kata Edgar.
"Oh, oke hati-hati di jalan," balas Hanna.
Hanna memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. Tidak lama pengumuman kereta sudah sampai membuat dia bersiap dan turun dari kereta lalu berjalan menuju rumahnya.
***
Di perusahaan Odilio, Edgar tersenyum melihat foto Hanna. Dia rasanya ingin mengenal Hanna, tapi dia harus menyamar dulu. Dia tidak tidak mau Hanna mengetahui siapa dirinya. Edgar membereskan file-file yang ada di meja, lalu dia keluar dari ruangannya.
"Gustav, saya jalan pulang duluan. Kalau ada info apa pun segera hubungi saya. Kamu kalau sudah selesai pulang aja," kata Edgar.
"Baik, Tuan," balas Gustav.
Edgar melangkah menuju mobilnya. Saat sudah sampai di depan mobilnya, pintu mobil dibukakan oleh Rex.
"Tuan, silahkan masuk," kata Rex.
Edgar masuk ke dalam dan tidak lama mobil itu mulai melaju diikuti beberapa mobil pengawal. Selama di perjalanan, Edgar memikirkan gadis bernama Hanna. Dia membuka ponselnya, tapi belum ada pesan lagi.
"Apa aku harus mengirim pesan duluan?" gumam Edgar.
Edgar yang merasa penasaran mengirim pesan pada Hanna.
"Hanna, sudah sampai belum?" tanya Edgar.
***
Di kediaman Silvan, Hanna sedang berkumpul dengan keluarganya dan memakan makan malam mereka beserta dessert yang dia belikan tadi di cafe.
"Niko, kamu sudah mendaftar universitas?" tanya Louis.
"Sudah, Pa. Aku sedang mengajukan beasiswa supaya aku bisa membantu keuangan keluarga kita juga," jawab Niko.
"Iya nanti kamu cari kerja paruh waktu juga, lumayan untuk uang sakumu," kata Louis.
"Siap, Pa," balas Niko.
"Hanna kalau kamu pekerjaan kamu lancar?" tanya Louis.
"Lancar, Pa," jawab Hanna.
"Hanna, Papa tahu kamu ingin memiliki kekasih, tapi umur kamu masih muda. Jadi tidak perlu terburu-buru," kata Louis.
"Pa, apa mendingan Hanna kuliah juga kayak Niko?" tanya Hanna menatap papanya dengan tatapan takut.
"Papa izinkan kalau kamu bisa dapetin beasiswa kayak Niko dan otakmu pintar, tapi karena kamu ini sekolah biasa saja dan tidak dapat beasiswa Papa kesulitan membiayai kamu," jawab Louis.
"Oke tidak apa-apa Niko saja, Pa. Hanna tahu otak Hanna pas-pasan,"kata Hanna dengan nada pelan.
Hanna berusaha menahan air mata yang keluar. Dia selalu saja dibandingkan dengan Niko, tapi emang dia tidak sepintar Niko.
"Kak, maafkan aku yang selalu saja dibangga-banggakan papa," gumam Niko.
Niko menatap kakaknya sendu. Dia tahu Hanna dulu ingin sekali kuliah, tapi tidak bisa karena tidak dapat beasiswa dan papanya menentang.
"Sudah, habiskan makan kalian lalu kembali ke kamar. Besok kalian kan pada sibuk dengan urusan masing-masing," kata Elsa.
"Iya, Ma," balas Niko.
"Hanna sudah selesai. Aku duluan ya, capek dan mau istirahat," kata Hanna.
"Hanna, kamu besok libur?" tanya Elsa.
"Iya, Ma. Aku kan ada jadwal liburnya," jawab Hanna.
"Oke, sayang," balas Elsa.
Hanna ke dapur mencuci piring bekas dia lalu berjalan ke kamar. Dia merogoh ponselnya dan melihat ada pesan masuk tersenyum saat mengetahui Edgar yang mengirim pesan. Hanna menyandar di ranjangnya dan membalas pesan dari Edgar.
"Iya ini aku sudah sampai rumah dan baru selesai makan malam sama keluargaku. Kamu sudah makan malam belum?" tanya Hanna.
Hanna tersenyum, tapi matanya menitikkan air mata karena dia sangat sedih. Dia tersenyum kembali saat tidak lama balasan dari Edgar masuk begitu cepat.
"Aku juga sudah makan. Oh iya, bolehkah aku video call kamu? Aku ingin tahu aja ini nyata atau tidak, hehehe," kata Edgar.
"Hmm, boleh pakai aplikasi ini aja?" tanya Hanna.
"Iya, Hanna," jawab Edgar.
Edgar langsung melakukan panggilan video call membuat Hanna merapikan rambut dan mengusap matanya yang tadi habis menangis. Dia mengangkat panggilan itu. Sebenarnya dia gugup, tapi dia harus terlihat santai.
"Hanna," panggil Edgar membuat Hanna menatap langsung ke ponselnya.
Hanna menatap Edgar yang menurut dia sangat tampan dan terlihat matang serta lebih dewasa.
"Iya, Edgar," kata Hanna lembut.
Edgar tersenyum pada Hanna. Dia melihat keseluruhan wajah Hanna yang begitu imut menurutnya membuat dia berdesir.
"Hmm apa ya yang mau dibicarakan? hehehe, jadi gugup ya kita saat mengobrol begini," kata Edgar berusaha mencairkan suasana.
Hanna tersenyum lebar. "Iya. Aku kan baru lihat kamu di video call dan tidak menyangka kalau kamu terlihat tampan. Maaf aku berlebihan," balas Hanna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tidak berlebihan kok. Aku tidak suka memajang foto asliku di media sosial seperti itu," kata Edgar.
"Oh. semua orang beda pemikiran sih, senyaman mereka aja," balas Hanna.
"Hanna, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Edgar.
"Boleh kok," jawab Hanna.
"Sekarang kamu lagi sibuk apa?" tanya Edgar.
Aku dibilang sibuk, enggak sih. Aku kerja di kafe," jawab Hanna.
"Oh iya aku juga bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan," balas Edgar. Dia berbohong karena dia tidak mau Hanna merasa minder.
Edgar menatap raut wajah Hanna yang berubah kesal membuat dia merasa tidak enak.
"Edgar, maaf koneksiku sepertinya agak buruk. Nanti kita lanjutkan," kata Hanna.
"Hanna, kita baru mengobrol. Kasih tahu aku, kamu bohong kan soal koneksi buruk? Aku masih bisa mendengar dan kualitas videonya juga masih bagus," balas Edgar.
Deg
Hanna terkejut karena Edgar sangat to the point.
"Soalnya ada yang menelepon aku," kata Hanna sambil menundukkan kepala.
"Hanna, siapa yang menelepon?" tanya Edgar dengan nada yang terdengar dingin di telinga Hanna.
"Ini temanku mau aku omelin dulu, dia menelepon video call juga," jawab Hanna.
"Hanna, matikan video call itu. Aku sedang berbicara dengan kamu," perintah Edgar.
"Eh, iya," balas Hanna sambil mematikan video call itu.
"Hanna, aku ingin berteman dengan kamu. Jangan berbohong seperti itu dan yang menelepon laki-laki atau perempuan?" tanya Edgar.
"Perempuan. Dia temanku," jawab Hanna menggigit bibirnya.
"Oke," balas Edgar.
"Manis sekali kalau lagi berbohong begini. Oke kita lihat kamu mau berbohong seperti apa lagi," gumam Edgar dengan senyum kecilnya.
Edgar sebenarnya sedang menyadap ponsel Hanna membuat dia bisa melihat Hanna di video call oleh siapa dari laptop yang saat ini ada di pangkuannya.
"Victor, sepertinya aku pernah mendengar nama. Aku nanti akan bertanya pada Gustav," gumam Edgar.
"Edgar sudah makan belum?" tanya Hanna.
"Sudah, Hanna. Kenapa raut wajah kamu menjadi sedih gitu? Aku lihat di mata kamu ada kesedihan," kata Edgar.
"Mataku habis kelilipan," balas Hanna.
"Aku pasti tiupin kalau kamu dekat," kata Edgar sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kamu bisa aja. Memang mataku balon, ditiup-tiup," balas Hanna terbahak.
Edgar terus menatap Hanna yang tersenyum begitu manis menurut dia.