Chereads / Aku Bukan Boneka Ayahku / Chapter 13 - Terungkapnya Cinta

Chapter 13 - Terungkapnya Cinta

"Grizelle, ayo kita pergi. Tidak pantas kamu tanya soal itu. Ayo!" Ajak Evan. Ulfa pun baru tersadar juga bahwa Evan bersama Grizelle saat itu.

"Evan?" Ucap Ulfa.

"Tidak, Van. Urusan kita belum selesai di sini." Ucap Griz dengan yakin. Akhirnya Evan membiarkan Grizelle.

"Baiklah, aku akan katakan!" Semula Ulfa menghadap Grizelle, akhirnya dia berpaling kembali untuk menatap mamanya.

"Ma, dengar! Aku tidak ingin menikah hanya karena alasan untuk melunasi hutang. Aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak aku cintai sama sekali. Apa lagi ini dengan pria tua. Aku tidak ingin menyesal di kemudian hari." Tuturnya dengan mata mulai berkaca-kaca.

"Maksud kamu apa, Fa? Jadi kamu ingin Mama kamu ini menjadi jaminan di penjara?"

"Tidak, Ma. Aku sama sekali tidak ingin Mama terlibat dengan semua ini."

"Tapi kita tidak punya jalan lain selain jalan ini, Ulfa."

"Ada, Ma. Aku akan berusaha bayar semua hutang Mama dengan kerja kerasku. Aku sengaja berhenti dari pekerjaanku sebagai dosen, karena aku hari ini ada tawaran pekerjaan yang lebih besar gajinya. Aku pasti bisa cicil semuanya." Jelasnya kembali dengan yakin, bahwa Ulfa memang hari ini mendapat kan pekerjaan yang lebih layak di sebuah perusahaan. Maka dari itu, dia rela untuk keluar dari pekerjaan mengajarnya.

"Haha, mana bisa kamu bayar hutang orang tua kamu. Sudahlah, ayo kita menikah. Lagi pula soal cinta bisa kita urus pelan-pelan. Nanti juga kamu akan terbiasa dengan perhatian yang aku berikan tiap hari." Sahut pria itu.

"Cih!!" Ulfa berdecih jijik melihat pria yang sedang memanfaatkan keadaan dalam kelemahannya itu.

"Jangan harap kamu bisa menikahi aku, karena aku sudah mencintai pria lain." Jelasnya kembali dengan yakin bahwa memang Ulfa sedang mencintai pria lain. Grizelle yang mendengar kalimat yang di lontarkan Ulfa, senyum senang. Sementara itu, Evan semakin bingung dan tertunduk lemas mendengar pengakuan Ulfa yang dicintainya ternyata sudah mencintai orang lain.

"Aku tidak akan pernah menikah denganmu yang sudah punya istri tiga." Sambungnya.

"Hei, siapa yang kamu maksud pria itu? Berani-beraninya dia sudah berhasil mengambil hati kamu. Aku yakin, pria itu tidak bisa memenuhi semua keinginan kamu. Haha!" Pria tua itu tampak semakin mengejek pria yang di cintai Ulfa. Padahal dia sendiri tidak tahu pasti seperti apa pria tersebut. Namun Ulfa kali ini tetap tenang. Dia ingin membuktikan bahwa kali ini dia pasti berhasil melawan semua.

"Bu, katakan siapa pria itu?" Sahut Griz yang semakin penasaran. Tidak sia-sia dia kembali untuk memecahkan masalah itu. Mama yang menyaksikan ucapan anaknya hanya bisa terdiam dan menanti jawaban Ulfa. Dia sendiri sebenarnya sangat kasihan dengan anaknya yang menjadi tawanan akibat hutang yang di tinggalkan papa.

"Aku dan dia memang tidak ada hubungan apa-apa. Tapi aku yakin dan sangat jelas kalau dia masih mencintai aku sampai sekarang."

"Haha, berarti tidak ada hubungan apa-apa dong. Sudahlah, tidak usah banyak bicara lagi. Ayo segera mulai akad nikah ini!"

"Tunggu! Aku belum selesai bicara. Aku akan beri tahu siapa pria itu!" Tiba-tiba ucapan Ulfa begitu sangat meyakinkan dan dia diam sejenak untuk mengumpulkan energi rasa was-was takut dia melakukan hal yang salah.

"Pria itu adalah," semua terdiam saat mendengar ucapan Ulfa di gantung.

"Ayolah, siapa yang mau kamu sebut itu!" Ucap pria tua itu mengejek.

"Evan!" Dengan lantang Ulfa menyebut nama Evan. Seketika Griz sangat senang, sedangkan Evan tercengang masih tidak percaya dengan apa yang sudah dikatakan Ulfa.

"Evan, akhirnya Ibu Ulfa juga suka sama kamu. Ayo tolong Ibu Ulfa?" Grizelle mendorong tubuh Evan lebih maju selangkah dari Grizelle ke depan. Hingga semua mata tertuju padanya.

"Apa ini? Apa yang harus aku lakukan, Griz?"

"Lakukan apa yang bisa kamu lakukan. Karena ini adalah kesempatan kamu untuk membuktikan cinta kamu."

"Tapi?"

"Tidak usah tapi-tapian. Aku di sini siap bantu kamu. Kamu tenang saja, Van!" Grizelle mengedipkan matanya melihat sahabatnya sangat gugup.

"Mana yang bernama Evan? Dia? Haha! Anak bau kencur ini yang kamu cintai?" Lagi-lagi pria tua itu mengejek Evan.

Namun Evan yang mulai memanas dan memberanikan diri. Berdiri tegap dengan tubuh atletisnya, bahkan tingginya melebihi pria tua itu. Tubuh kekar dan wajah tampan si bau kencur itu terlihat semakin semangat untuk membuktikan bahwa dirinya bisa melakukan apa saja. Termasuk kebahagiaan Ibu Ulfa mantan dosennya yang dia cintai.

"Van, terima kasih sudah datang kemari. Maafkan aku kemarin, sebenarnya aku juga suka kamu." Jelas Ulfa tanpa memperdulikan ucapan pria tua itu lagi. Ulfa segera mendekati Evan dan memegang tangan Evan.

"Cukup Ulfa?" Mama mendekati Ulfa juga Evan yang berdiri sejajar.

"Apa yang kamu harapkan dari pria ini? Dia memang tampak lebih muda dan tampan. Tapi apa dia bisa bahagiakan kamu nanti?" Sambungnya.

"Ma, Mama tahu 'kan cinta itu apa? Dan Mama pernah cerita besarnya cinta Mama sama Papa dulu. Nyatanya Papa berusaha buat Mama bahagia 'kan?"

"Buat bahagia apa? Nyatanya Papa kamu sudah meninggal pun dia meninggalkan hutang sebanyak ini."

"Mama sadar tidak? Papa berhutang untuk siapa? Itu semua karena Mama yang ingin gaya hidup terlalu tinggi. Mama pergi sana sini sama teman Mama hanya menghamburkan uang. Sementara Papa dalam keadaan sakit pun dia tetap kerja. Dalam keadaan sulit pun, Papa tetap berusaha selalu ada untuk Mama. Bahkan soal uang, pasti Papa usahakan. Apa itu kurang cukup? Apa Mama tidak sadar soal itu? Jadi memang pantas semua itu harus Mama bayar."

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Ulfa. Mama merasa sangat dipermalukan di depan banyak orang.

"Diam!" Ucap Mama.

"Aku tidak akan diam, Ma. Mama pantas mendapatkan semua ini tanpa perlu korbankan masa depanku."

Plak!

Tamparan itu mendarat lagi. Hampir yang ketiga kalinya, Evan dengan cekatan menangkis tangan Mama dan memegang kuat. Kali ini, Evan yang bicara.

"Tante, jangan hukum Ulfa lagi. Ya! Benar. Kami saling mencintai. Soal hutang Tante, aku akan bayar lunas hari ini juga."

Evan sangat geram dan spontan saja dia ucapkan itu. Mama hanya terdiam mendengar ucapan Evan. Namun, lagi-lagi pria tua itu mengejek Evan.

"Heh, anak muda! Seberapa kaya kamu? Memangnya kamu sanggup bayar hutang itu. Haha, aku tidak yakin."

"Sebut saja berapa, dan sebut nomor rekening kamu?" Ujar Evan sembari mengeluarkan handphone miliknya.

"Yah, dia sangat berani mempermainkan hal ini. Haha!" Pria tua itu terus mengejek, semua pengikutnya pun tertawa.

"Oke baiklah, aku sebut nomor rekening aku. Lalu aku akan beritahu jumlah hutangnya."

Pria tua itu menyebut nomor rekening miliknya, lalu dengan cepat pula dicatat Evan. Setelah selesai, Evan menanyakan jumlahnya.

"Berapa yang harus aku kirim?"