Chereads / Aku Bukan Boneka Ayahku / Chapter 15 - Pertanda Gaun Biru

Chapter 15 - Pertanda Gaun Biru

"Sayang, kamu sudah pulang?" Sapa Ayah saat itu sedang menikmati kopi, melihat Griz sudah pulang. Grizelle pun terheran dengan sikap ayahnya yang lemah lembut tidak seperti biasanya. Namun, Griz hanya membalas dengan senyuman lalu masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuhnya. Dia terlihat sangat lelah pada hari itu. Dengan seksama melihat dinding dan celah jendela. Dia masih memikirkan apa yang sudah terjadi pada Bu Ulfa juga Evan tadi. Kejadian yang begitu singkat membuat dia setengah tidak percaya.

"Kenapa semudah itu mereka mendapatkan kebahagiaan, sedangkan aku kapan dapatkan hal itu?" Griz menghela nafas panjang di sela ayah bertanya kembali padanya. Kali ini ayah masuk ke kamar dan mengelus rambut Grizelle. Perbuatan ayahnya kali ini sangat membingungkan. Sikap yang tidak mudah di tebak, terkadang lembut terkadang keras.

"Kamu lelah hari ini?"

"Iya, Yah!" Jawab Griz singkat.

"Oh iya, Ayah ingin ajak kamu keluar. Kamu mau 'kan?"

Grizelle membulatkan matanya setengah mengerutkan keningnya. "Maksud Ayah apa?"

"Bukan apa-apa, maksud Ayah hanya ingin ajak kamu jalan-jalan saja. Kebetulan tadi Ayah dapat sedikit rezeki. Jadi kamu mau 'kan?"

"Ya memangnya kita mau kemana, Yah?"

"Kita belanja di mall. Sebenarnya Ayah ingin belikan Ibu kamu sesuatu. Tapi Ayah bingung. Duh 'kan jadi ketahuan."

"Tumben Ayah mau belikan sesuatu untuk Ibu, memangnya Ayah dapat rezeki dari mana?"

"Sudah jangan banyak tanya, ayo kita siap-siap. Ayah tunggu di depan ya!"

"Em, iya." Ayah meninggalkan Grizelle untuk bersiap-siap. Sedangkan Grizelle masih bingung dengan sikap baik ayahnya barusan. Tidak seperti biasanya. Jika sedikit cerewet bertanya pasti langsung di bentak, namun kali ini ayah begitu sangat sabar dan tulus.

"Aku rindu ayah yang seperti ini," ucapnya sembari melamun. Namun panggilan keras kembali terdengar dari luar. Ayah sudah tidak sabar menunggu Griz. Griz pun ketakutan lalu cepat keluar dari kamar tanpa mengganti pakaian yang masih dia pakai tadi.

"Griz, cepat dong!"

"Baik, Yah!"

"Loh, kok belum ganti juga?"

"Tidak, Yah. Ini masih bersih kok."

"Ya sudah kalau begitu, ayo kita berangkat."

"Iya, Yah."

Keduanya pun segera menuju motor yang sudah terparkir didepan teras rumah. Lalu melaju ke arah pusat kota di mana tempat perbelanjaan yang ramai. Di sana, kebetulan Grizelle bertemu lagi dengan Kiano. Namun Kiano tidak menyadari keberadaan Grizelle saat itu. Penampilan Kiano tidak seperti biasanya. Bahkan kali ini dia tampak lebih menawan dan rapi seperti orang kantoran. Tidak seperti biasa yang hanya mengenakan kaos tipis juga baju kerja yang lusuh.

"Aneh, kenapa Kiano kini tampak berbeda ya? Dia juga di dampingi seseorang. Sepertinya orang itu hanya mengawali gerak gerik Kiano. Apa yang aku lihat ini? Apa benar dia itu Kiano?"

"Griz, ini bagus tidak?" Ucap ayah seraya menunjukkan baju yang dia pegang.

"Bagus," jawab Grizelle tanpa menoleh. Dia hanya fokus dengan Kiano yang melewati dirinya saat itu.

"Kalau yang ini bagaimana?" Tanya ayah kembali.

"Bagus," jawaban pendek kembali dia lontarkan sehingga membuat ayah kesal.

"Grizelle, Kamu lihat tidak sih apa yang Ayah pegang?"

"Oh iya, iya. Yang mana tadi, Yah?"

"Tuh kan, kamu tidak fokus. Ya sudah coba kamu pakai baju ini diruang ganti." Ayah menyodorkan baju gaun tampak cantik yang berwarna biru muda. Tidak terlihat untuk orang tua, namun lebih ke anak muda. Namun, Grizelle tidak memikirkan hal itu. Dia menuruti keinginan ayahnya saja saat itu.

"Wah, baju ini terlihat cantik saat aku kenakan. Lalu apa mungkin ini untuk ibu ya?"

"Griz, bagaimana? Sudah belum?" tiba-tiba ayah bertanya dari luar ruang ganti. Grizelle pun keluar dengan menggunakan dress cantik yang dia kenakan. Hal itu semakin membuat dia terlihat menawan tiada tara.

"Wah, kamu terlihat cantik dengan pakaian ini."

"Masa iya, Yah?"

"Iya, benar. Kamu suka?"

"Suka banget, Yah. Ini juga warna kesukaan aku. Tapi Ayah 'kan mau belikan untuk ibu?"

"Kalau kamu suka, ya untuk kamu saja. Nanti kita carikan yang baru untuk ibu kamu."

"Iya, Yah. Tumben Ayah perhatian? Memangnya Ayah dapat uang dari mana?"

"Sudah, jangan banyak tanya. Bukannya kamu suka hal ini 'kan?"

Grizelle hanya terdiam setelah itu, dia tidak tahu harus senang atau malah sebaliknya. Karena memang tidak seperti biasanya ayah berperilaku peduli seperti itu.

"Ayo!"

"Kemana, Yah?"

"Temani Ayah ke rumah teman Ayah sebentar. Sekalian lewat rumahnya."

"Tapi kita belum selesai. Baju untuk ibu juga belum dibeli. Aku juga belum ganti."

"Bisa lain kali saja, Ayah tadi lupa kalau ada janji sama teman. Kamu juga tidak perlu ganti lagi. Nanti biar Ayah bayar langsung."

Tanpa basa-basi lagi, Ayah menarik tangan Grizelle ke meja kasir. Lalu menyelesaikan transaksi baju yang dikenakan Grizelle.

Mereka keluar lalu kembali menaiki motor dan menuju rumah teman yang dimaksud ayahnya itu.

"Yah, masih jauh ya? Ini sudah hampir magrib!"

"Tidak jauh kok, sebentar lagi juga sampai." Ucap Ayah mulai datar dan dingin. Grizelle hanya mengerutkan keningnya.

Tidak lama kemudian, motor ayah parkir pada sebuah rumah yang sangat mewah. Terdapat dua ekor anjing yang menggonggong kuat ke arah mereka berdua. Namun anjing itu terikat kuat oleh rantai yang melingkar di lehernya. Selain itu juga ada satu orang bertubuh kekar ikut menjaga depan rumah orang kaya itu. Grizelle hanya tercengang dengan mulut menganga melihat keindahan rumah tersebut.

"Ayah, aku takut. Aku tunggu di sini saja ya!"

"Tidak, kamu harus ikut di dalam. Tidak baik seorang wanita duduk sendiri diluar."

"Tidak apa-apa, Yah. Kan ada anjing itu yang menjaga."

"Iya kalau anjing itu menjaga kamu, kalau dia lepas dan gigit kamu nanti bagaimana. Sudah, ayo ikut Ayah. Hanya sebentar kok!"

"Baik lah, Yah!"

Akhirnya Griz pun ikut serta untuk masuk ke dalam rumah itu dan melewati dua ekor anjing dan satu penjaga itu. Bulu kudu berdiri semua dan bergidik ngeri saat Griz melintas dua ekor anjing itu. Namun dia memegang kuat tangan ayahnya yang serta menuntun dirinya.

Sampai dalam ruangan yang mewah, besar, dan sangat nyaman. Tidak terlihat seorang pun dalam ruangan.

"Ayah, di mana orangnya? Kok sepi?"

"Sebentar!"

Ayah berulang kali memanggil tuan rumah, namun tidak ada sahutan atau jawaban sedikit pun. Rumah sebesar itu terlihat sepi bagai 'tak berpenghuni. Grizelle mulai bosan, dia terus merengek minta pulang.

"Ayah, ayo kita pulang saja. Mungkin orangnya tidak sedang di rumah. Lain kali saja Ayah kemari lagi. Aku ada tugas yang harus diselesaikan malam ini."

"Sebentar lagi. Kamu sabar saja!"

Namun, tiba-tiba Griz merasakan ada yang menyekapnya dari belakang. Tapi dia tidak dapat meronta lagi.