Pagi hari nya.
Di pemakaman.
Melsya menatap nanar saat sang nenek di kubur kan, di samping Melsya tampak sang mama yang masih setia menangis pilu. Melsya menenangkan mama nya, untuk sekarang Melsya tidak bisa egois, semua orang sedang berduka, tidak mungkin Melsya membuat onar di area pemakaman nenek nya sendiri.
Dan yang membuat diri nya bingung dan sedikit haru adalah Remaja laki - laki itu, yang sekarang sudah menjadi suami nya ikut serta dalam prosesi penguburan nenek nya. Juga aura laki - laki itu sangat berkarisma, sangat terlihat sekali jiwa pemimpin nya. Bagaimana seorang remaja bisa beraura sedominan itu? Kadang Melsya merasa bingung.
Sepulang nya dari pemakaman.
Kini di ruang keluarga, terlihat semua orang terdiam.
Hening.
Tidak ada yang mau membuka suara.
Terlihat Gio selaku anak tertua menghela nafas berat, " Kavin, maaf sudah merebut masa muda mu demi keinginan terakhir nenek mu. Jadi mau tak mau kamu harus bisa menjadi pemimpin. Membimbing Melsya dengan baik kedepan nya, membahagia kan nya. Om percaya sama kamu " Ucap Gio tegas.
Kavin mengangkat pandangan nya menatap Gio, " Apa aku harus pindah ke Jakarta Om? "
" Seperti nya iya, dan untuk sementara kamu tinggal di rumah Mama Nisa dulu, menjelang umur mu cukup untuk membeli rumah mu sendiri " Jawab Gio bijak.
Kavin menghela nafas, " Baik lah, aku akan mengurus surat kepindahan ku hari ini. Mengingat mama hanya mengajukan cuti hanya tiga hari, lebih baik aku mengurus nya sekarang, aku permisi dulu " Ucap Kavin menyalami punggung tangan satu persatu orang di sana, hingga tiba di depan Melsya.
Melsya menatap tangan Kavin heran, buat apa harus salam dengan nya juga coba?
" Cium punggung tangan suami mu Mel " Ucap Mama Nisa.
Melsya langsung melotot kaget, " Tapi mah, dia kan lebih muda dari aku " Protes Melsya bingung.
...