"Jadi kau mengancam wanita itu?!"
Adrian melirik malas ke arah sahabatnya yang kini memasang wajah tak percaya. Adrian enggan untuk menanggapi segala celoteh Frans. Lagipula, Adrian juga terbiasa mengancam seseorang jadi ini bukanlah hal yang mengejutkan baginya.
"Dasar pria aneh! Pantas saja wanita itu langsung ketakutan padahal kalian berdua baru saja bertemu setelah malam itu."
Adrian memutar bola matanya dengan malas. "Ini bukan pertama pertama kalinya aku mengancam seseorang. Jadi kenapa kau bersikap sangat menyebalkan, sih?"
Frans hanya bisa menghela napas panjang. Sahabatnya ini memanglah pria yang tidak peka. Adrian benar-benar dingin seperti gunung es.
"Bro, jika kau memang ingin mendekati wanita maka perlakukan dia secara lembut dan jangan pernah menggertaknya."
"Siapa yang berniat untuk mendekati wanita itu?!"
"Itu kau!" Frans menunjuk tepat ke arah sahabatnya dengan menggunakan jari telunjuknya.
Adrian melotot tajam. Pria sedingin es ini tak ingin mengaku. "Aku tidak bermaksud untuk mendekati wanita itu." selorohnya sambil memalingkan wajahnya.
Frans tersenyum sinis. "Oh, ya? Lalu kenapa kau terus bersikeras untuk mencarinya, heh?"
"Aku hanya penasaran saja."
"Penasaran atau malah tertarik? Apa kau pikir aku tidak tahu tentang hal yang ada di dalam kepalamu itu?" Tatapan Frans yang tampak mengejek justru membuat rasa tak nyaman bagi Adrian.
Sebenarnya Adrian sendiri bingung. Dia bahkan hampir tak pernah tertarik dengan gadis manapun. Tapi entah mengapa wanita itu sangat berbeda dari para gadis lainnya. Jika para gadis di luar sana berlomba-lomba untuk mengajar Adrian, wanita itu sangat berbeda. Bahkan di dalam tatapan wanita itu sekalipun tak terlihat rasa tertarik pada Adrian.
Justru hal inilah yang membuatnya penasaran.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Adrian melirik sekilas sebelum menghembuskan nafasnya perlahan. "Entahlah. Aku hanya merasa heran saja dengan wanita itu. Dia sepertinya tidak tertarik padaku sama sekali."
Frans mengernyitkan dahinya begitu mendengarkan kalimat yang cukup mengejutkan keluar dari bibir sahabatnya. Untuk pertama kalinya dia juga baru mendengar ada seorang wanita yang tidak tertarik pada Adrian. Frans sendiri sudah bosan mendengar teriakkan para fans Adrian. Meski sahabatnya ini sedingin gunung es namun ketampanannya justru semakin bertambah karena dia tampak dingin dan misterius.
"Mungkin saja karena wanita itu sudah menikah jadi dia tidak tertarik sama sekali dengan pria lain." seloroh Frans.
Adrian tampak berpikir sejenak sebelum kemudian kembali menatap intens lawan bicaranya. "Itu mungkin saja. Tapi jika dia memang tidak tertarik dengan pria lain, lalu mengapa wanita itu justru menghabiskan malam panas bersama denganku?"
Frans hanya bisa diam. Dia sendiri bingung harus memberikan jawaban seperti apa untuk memuaskan rasa ingin tahu dari sahabatnya. Adrian benar juga, ada banyak teka-teki tentang wanita itu.
"Hah, kenapa aku justru memikirkan wanita itu terus, sih?!" Adrian menggerutu kesal. Meski suaranya pelan namun masih bisa terdengar oleh Frans.
Saat ini, Frans ingin menertawai sahabatnya. Adrian tak pernah gelisah seperti ini. Dia pria yang tak peduli dengan apapun. Namun Adrian seperti kehilangan akal sehatnya hanya karena seorang wanita yang bahkan tampaknya tidak tertarik pada sahabatnya itu.
"Lupakan saja wanita itu. Lagipula dia sudah menikah dan sepertinya dia juga tidak tertarik dengan dirimu."
Adrian menoleh dengan tatapan yang kini tampak membara. "Apa kau sekarang sedang menghinaku?!"
"Ti-tidak, kok. Aku hanya bicara yang sebenarnya. Memangnya ada yang salah dari perkataanku barusan?" Frans bertanya dengan nada bicaranya yang terdengar bergetar. Adrian mudah tersulut emosi dan impulsif. Wajar saja jika pria dingin ini tak pernah menjalin kasih dengan gadis manapun.
Adrian masih memasang wajah tak bersahabat. Dia geram dengan perkataan Frans. Namun Adrian sendiri sadar bahwa perkataan sahabatnya barusan mungkin saja benar. Apalagi mengingat sikap acuh dari wanita yang telah menghabiskan malam panas bersama dengannya.
"Hei,"
Frans menoleh saat mendengar panggilan Adrian. "Ada apalagi?"
Adrian diam sejenak seolah tengah berpikir sebelum berucap. "Apa aku kurang menarik?"
Disisi lain,
Sophia hanya bisa termenung sambil menyesali perbuatannya barusan. Seharusnya dia bersikap santai pada Suaminya. Mungkin Radit hanya berusaha untuk menghilangkan kekhawatiran, namun dirinya sendiri justru memulai pertengkaran.
Ancaman dari pria asing itu telah membuat Sophia kelabakan. Dia sendiri yakin jika pria itu tidak main-main dengan ucapannya apalagi dengan wajah yang mengancam. Takut, itulah yang dia rasakan sekarang. Ada banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi jika pria itu nekat memberitahukan yang sebenarnya kepada Radit. Mungkin hal yang paling mengerikan bisa saja terjadi.
"Andai saja aku tidak pergi keluar, mungkin aku tidak akan bertemu dengan pria menyebalkan itu." gumam Sophia sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa kesal. Kini Radit bahkan pergi keluar tanpa meminum teh hangat yang telah dia buat. Pada akhirnya Sophia memilih untuk mendaratkan pantatnya di atas sofa sambil memijat kening yang terasa pusing.
"Jika diingat lagi, pria asing itu sangat marah saat mendapatkan beberapa lembar uang sebagai tambahan atas jasanya di malam itu. Tapi ini aneh. Bukankah seharusnya dia senang?"
Bagi seseorang yang mendapatkan bayaran lebih seharusnya berterima kasih karena jasanya mendapatkan sebuah tip tambahan. Tapi pria asing itu sangat berbeda. Dia bahkan memasang wajah penuh amarah seolah baru saja mendapatkan hinaan.
"Apa aku melewatkan sesuatu? Tapi apa, ya?" Sophia kembali bergumam. Namun tiba-tiba sebuah pikiran aneh muncul di dalam kepalanya.
Sophia kembali mengingat penampilan pria asing itu. Pria itu tidak terlihat seperti pria bayaran, bahkan tampak jauh lebih profesional bak seorang pebisnis. Meski wajahnya yang arogan dan dingin namun tak bisa menyembunyikan wibawa yang telah mendarah daging.
"Hah, apa mungkin aku salah menilainya?" Kini rasa cemas kembali menghampiri benak wanita berusia 27 tahun ini.
Kini dia baru menyadari akan kesalahannya yang telah memberikan beberapa lembar uang sebagai bayaran. Pria asing itu pasti benar-benar marah pada Sophia.
"Ya Tuhan, kenapa aku bodoh sekali? Pantas saja dia terlihat begitu marah saat aku memberinya uang tambahan. Pantas saja dia mengatakan tak membutuhkan uang."
Bagi siapapun yang mendapatkan perlakuan seperti itu pasti akan merasa terhina. Meski tidak disengaja namun tetap saja mengukir lara. Sophia hanya ingin menghargai pria asing itu namun perbuatannya justru malah semakin membuat masalah.
Drrtt!
Suara ponsel yang berbunyi membuat lamunan wanita itu buyar. Sophia melirik dengan malas ke arah benda pipih itu sebelum meraihnya. Terpampang jelas dilayar ponselnya ada sebuah panggilan masuk. Namun anehnya nomor itu merupakan deretan angka tanpa nama.
'Siapa, ya?' batin Sophia. Dia memilih untuk langsung menolak panggilan. Akhir-akhir ini banyak penipu yang cukup sering menggangu.
Sophia menghela napas lelah. Dia hendak meletakkan kembali ponselnya ke atas sofa. Namun tiba-tiba suara dering yang menandakan ada pesan masuk kembali membuatnya mengerutkan dahi.
Kali ini, Sophia memutuskan untuk membuka pesan itu. Sedetik kemudian matanya terbelalak saat melihat isi pesan dari seseorang yang misterius.
[Jika kau terus mengacuhkan panggilan ini. Maka aku akan memberikan bukti perselingkuhan dirimu. Kau masih ingat dengan hadiah yang sempat aku kirimkan, bukan?]