Bahu wanita ini bergetar. Sophia tak sanggup menggenggam benda pipih yang beratnya tak seberapa itu. Alhasil benda pipih itu terjatuh ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Dadanya berdegup kencang saat menyadari bahwa kini seseorang telah mengetahui hal yang dia kubur serapat mungkin. Bagaimana bisa? Dia bertanya dalam hati.
Sophia pikir tak ada siapapun yang tahu akan kejadian malam itu selain dirinya, pria asing itu serta Tuhan. Kali ini kecurigaannya mengarah pada pria asing yang sempat mengancamnya siang tadi.
"Apa pria itu benar-benar mengancam diriku?"
Radit telah bersikap dingin padanya dan pergi dalam keadaan marah. Namun saat ini seseorang bahkan mulai berani menunjukan taringnya. Sophia tak bisa berpikir dengan tenang sama sekali. Lehernya terasa tercekat seolah ada sebuah tali yang mengikatnya dengan erat.
Sophia yakin si penelepon tadi tidak akan tinggal diam jika panggilannya kembali diabaikan. Pesan berupa ancaman bahkan masih terngiang di dalam ingatan. Ini semua terasa tak masuk akal.
Bahkan meskipun semua yang tejadi diluar kendalinya. Radit pada akhirnya hanya akan menaruh semua kesalahan itu pada Sophia. Pria yang mudah tersulut emosi itu pasti tak akan tinggal diam jika mengetahui istrinya pernah menghabiskan malam bersama dengan pria lain.
Mungkin saja tak ada maaf lagi ataupun kesempatan lagi bagi Sophia.
"Kenapa ini terjadi, Tuhan? Aku bahkan tidak sengaja melakukan kesalahan itu. Tapi kenapa semuanya seolah sedang mencoba untuk menghancurkan pernikahanku?"
Jika memang pria asing itu yang mengancamnya. Ini juga tak bisa dibiarkan. Lagipula meskipun dia bukan pria bayaran, seharusnya kalimat maaf sudah bisa memadamkan api kemarahan, bukan?
Sedang dalam keadaan kalut. Pintu rumah terbuka dan memperlihatkan sosok yang sejak tadi dikhawatirkan. Radit berdiri tepat di ambang pintu sambil menatap istrinya dengan pandangan kosong.
Sophia yang menyadari kehadiran suaminya itu bergegas menghampiri. Namun sepertinya kejadian sore tadi masih membekas hingga pria itu memutuskan untuk mengabaikan istrinya. Radit pergi tanpa bicara dan memilih untuk pergi ke kamar daripada harus berbincang dengan Sophia.
Sakit. Itulah yang dirasakan Sophia. Ternyata diabaikan oleh seseorang yang kita sayang rasanya sangat menyakitkan. Seolah kehadiran kita tak terlihat.
Sebelum langkah pria itu benar-benar menjauh. Sophia menghela napas panjang sebelum melontarkan pertanyaan yang cukup membingungkan.
"Apa kesalahanku begitu besar sampai kamu mengabaikan diriku seperti ini?"
Radit menghentikan langkahnya lalu sedetik kemudian berbalik menatap punggung istrinya yang tampak rapuh. Jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia juga tidak ingin mengabaikan istrinya. Namun berbincang dalam keadaan yang masih diselimuti amarah hanya akan menambah masalah.
Radit menghela napas panjang. Dia benar-benar merasa lelah karena pekerjaan. "Aku lelah dan tidak ingin berdebat denganmu. Bisakah kita bicarakan ini lain kali saja?"
Sophia hanya bisa tersenyum tipis. Senyum yang terlihat begitu miris. Dia melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Bahunya yang ringkih kini tampak bergetar.
"Aku hanya ingin hubungan kita seperti biasanya tanpa ada rasa canggung. Mungkin aku sudah keterlaluan, tapi apakah kamu akan terus mengabaikan diriku dan tak mau mengatakan apapun?"
"Hah, bukankah aku sudah bilang padamu untuk membahas masalah ini besok? Aku lelah--"
Sebelum Radit berhasil menyelesaikan ucapannya, Sophia sudah lebih dulu memotongnya. Wanita itu berbalik dengan mata yang kini berkaca-kaca. "Sampai kapan aku harus menunggu? Pesan yang sejak tadi aku kirimkan juga tidak kamu balas. Saat pulang ke rumah, kamu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun padahal ada aku disini. Namun kamu memperlakukanku seolah tak terlihat."
Radit tersentak saat menyadari wanita yang dia cintai kini terlihat begitu menyedihkan. Apa dia sudah bersikap keterlaluan?
"Kenapa kamu malah menangis? Aku minta maaf, aku--"
Radit tak bisa menyelesaikan ucapannya saat tiba-tiba saja wanita itu memeluknya dengan erat. Sophia mengeratkan pelukannya seolah-olah takut jika pria itu benar-benar meninggalkan dirinya. Selama ini dia hanya bergantung pada Radit. Semenjak menjadi sepasang suami istri, Sophia tak pernah diijinkan lagi untuk bekerja. Dia begitu dimanja bahkan sampai lupa caranya meniti karier. Radit satu-satunya orang yang begitu mengerti dirinya. Lalu bagaimana jadinya jika pria itu meninggalkannya?
"Haih, bagaimana bisa aku marah padamu jika sikapmu bahkan sangat imut?"
Sophia mengerutkan keningnya. Dia sedang menangis sekarang tapi suaminya ini malah mengejeknya dengan kalimat gombalan. Wanita ini memukul dada Radit. Pukulan kecil yang terasa menggelikan. Dalam sekejap saja hubungan yang tadinya canggung dan tengah bersitegang kini berubah mencair.
"Jangan menggodaku seperti itu! Jika saja kamu tidak bersikap dingin dan acuh, mana mungkin air mataku akan mengalir."
Radit tersenyum tipis. Meski dalam keadaan marah sekalipun dia akan tetap luluh dengan sikap manja Sophia. Radit mengelus pelan puncak kepala Sophia. Wanita suka dimanja, itu sebabnya dia sering melakukannya pada Sophia maupun Jessica. Keduanya sama saja. Bodoh dan naif.
Selama ini, Radit hanya ingin mencintai satu orang saja. Namun pada kehidupan nyata dia kembali tergoda dengan cinta terlarang yang disuguhkan Jessica. Bagaimana mungkin dia akan menolak kesempatan yang ada?
Mungkin beberapa orang akan mengutuknya jika mengetahui perselingkuhannya dengan sahabat dari istrinya sendiri. Tapi itu tidak mungkin terjadi sebab dia telah menutup pengkhianatan ini dengan rapat. Jessica juga tak mungkin buka suara sebab wanita lemah sepertinya pasti akan selalu membutuhkan kasih sayang semu.
"Sayang?" Suara lembut yang mendayu membuyarkan lamunan Radit. Sophia menatapnya dengan tatapan polos yang menyejukkan. Radit tersenyum tipis dengan alisnya yang naik sebelah.
"Maaf karena aku sudah membuatmu kecewa. Padahal aku yakin kamu hanya khawatir tentang keadaanku."
Radit tersenyum tipis sambil mengelus rambut Sophia. "Aku tau kamu pasti tidak melakukannya dengan sengaja. Seharusnya aku yang meminta maaf karena telah membuatmu tidak nyaman."
Sophia hanya diam tanpa bicara sedikitpun. Hanya dengan mendengar jawaban dari suaminya itu telah berhasil membuatnya kembali dilingkupi dengan rasa bersalah. Dia ingin bicara jujur, tapi apakah kejujurannya akan diterima atau justru malah akan mengakibatkan hal yang tak terduga. Sophia tak tahu.
Mungkin kebohongan jauh lebih baik dibandingkan harus berkata jujur namun mempertaruhkan hubungan. Sophia kembali memeluk erat suaminya. Dia menghirup dalam aroma khas yang menguar dari tubuh Radit. Namun indera penciumannya justru menangkap aroma parfum yang berbeda dari milik suaminya. Aroma manis yang tak mungkin dikenakan oleh seorang pria manapun.
Sophia mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah suaminya dengan intens. Radit yang menyadari sejak tadi mendapatkan tatapan tajam langsung memasang wajah penuh kebingungan.
"Ada apa, Sayang?"
Sophia hanya bisa menggelengkan kepalanya perlahan. 'Aku pasti hanya salah paham. Aroma ini ... bukan parfum wanita, kan?' pikirnya.