Koinadugu, Sierra Leone
19 Februari 2018
06.34 A.M Sierra Leone Time
Udara masih dingin pagi itu, namun Lintang dan Rhea sudah sibuk beraktivitas di luar. Keduanya mengetuk satu per satu rumah di desa sekitar base camp, mengantarkan suplai vitamin dan obat-obatan untuk anak-anak yang minggu lalu menerima vaksinasi. Tidak hanya itu, mereka yang sempat datang ke base camp untuk berobat karena sakit turut menerima kunjungan rumah dari kedua dokter itu. Hari ini memang jadwal pertama Lintang setelah tiba di Sierra Leone dua hari lalu.
"Hello …" sapa Lintang dan Rhea kompak begitu seorang anak membukakan pintu rumah untuk mereka. Tampak anak itu masih mengantuk, mengucek sklera matanya yang menguning selagi memberitahu ibunya di dalam bahwa ada tamu yang datang.
"Masih parah?" Lintang setengah berbisik. Rhea mengangguk, "Ya, masih baru ditangani," ujarnya seraya mengenakan kacamata.
"Oh, Doctor Lintang and Rhea?" Ibu dan anak tadi akhirnya muncul, "Long time no see you, Doctor Lintang. Please come in," lanjutnya menyapa ramah.
"Thank you, Ma'm, I just come back here." Lintang dan Rhea tersenyum ramah, masuk ke dalam rumah sederhana beralaskan tanah itu kemudian. Wanita paruh baya itu membaringkan anaknya di petiduran kayu untuk diperiksa.
"How is Afram's condition? Does he still have frequent stomach pains and vomiting?" Rhea mengenakan sarung tangan lateks, mulai memeriksa dada sampai perut Afram teliti dengan stetoskopnya, sementara Lintang hanya memperhatikan karena Ia tidak menangani Afram sejak awal anak manis itu sakit.
"Sometimes he complains of stomach pain, Doctor. But it's getting rarer after getting vaccinated."
Rhea mengangguk, masih fokus dengan pekerjaannya.
"What about his urine's color? Is it still dark?" tanya Lintang kali ini.
"Yes, I think it's still not as clear as usual. Still light brown. Does that mean there's still a problem, Doctor?"
Rhea akhirnya selesai, melepas stetoskopnya, "Afram is currently recovering, Madam. It will take a few months for the symptoms to go away completely, as this is the first time Afram gets hepatitis A. But hopefully the vaccine will work well and boost his immunity, so he will recover soon," ujarnya tersenyum, menyemangati Afram dan ibunya itu.
"Thank you, Doctor Rhea ..." ujar Afram, menarik-narik lucu ujung kemeja Rhea, membuat dokter itu gemas sendiri, "With pleasure, sweetie. I wanna see you to play ball again with your friends in front of my office."
Lintang dan ibu Afram hanya tersenyum melihat interaksi manis mereka, "From now on, pelase adopt a healthy lifestyle, Madam. Starting from eating and drinking, washing, bathing. Be careful with the water you use. Try to only use clean and boiled water, also wash your hands and used eating utensils until it clean."
"Okay, doctor. Thanks again for your help. We really appreciate it."
****
Lintang tengah sibuk di meja kerjanya, membaca satu per satu laporan medis selama satu minggu Ia tak berada di Koinadugu. Tidak hanya laporan dari distrik itu, tetapi juga dari lima distrik lain yang tentu saja menjadi tanggung jawabnya. Sepulangnya dari rumah Afram tadi pagi, Ia sudah mengadakan rapat koordinasi dengan penanggung jawab di masing-masing distrik tersebut, dan beberapa masalah kembali ditemukan.
Masalah-masalah di distrik lain cukup mirip dengan masalah di Koinadugu, terutama masalah suplai dan personel medis. Namun untungnya, tidak ada yang mendapat masalah keamanan selain di Koinadugu, sehingga Lintang dapat cepat memproses masalah itu ke atas.
CKLK!
Rhea membuka pintu ruangannya, membawa dua cangkir minuman di tangan. Ah, memang kebiasaannya membuatkan minuman untuk rekan-rekan kerjanya, "Your tea, Doctor Lintang," ujarnya seraya menaruh teh buatannya di meja kerja Lintang.
"Thanks, Rhea."
"No problem."
"How was your day?"
"Kayaknya Kita dari pagi pergi bareng ya, Lin. Kenapa nanya lagi? I'm good."
Lintang terkekeh pelan, lalu bersandar pada kursi kerjanya seraya menyesap teh hangat, "Kamu katanya gak nyaman sama tim? Makanya Aku nanya, regularly."
Rhea menggeleng, "Semua udah baik-baik aja. Ternyata Aku cuma perlu gerak sedikit bikinin belasan cangkir teh, dan Kita jadi akrab sambil ngegosipin anak-anak."
"Oh jadi selama ini Kamu gak bikinin teh buat mereka?"
Rhea menggeleng, "Soalnya Aku gak bawa teh dari Indonesia. Ini Aku minta dikirimin Tama, baru dateng seminggu kemudian."
Lintang mengerutkan dahinya, "Kamu deket sama Tama? Kok Aku baru tau?"
"Ya deket, kan temen dari kuliah."
"Hmm gitu ya. Hmm … gitu ..." Lintang senyam-senyum menggoda, membuat Rhea memutar mata malas, "Gak usah gosip yang enggak-enggak deh, Lin. Kayak anak SMP aja jodoh-jodohin temen."
Lintang mengangkat kedua bahunya dramatis, "Loh? Kata siapa Aku jodohin Kamu sama Tama? Ini sih Kamu yang minta dijodohin berarti."
"Lintang please …" ujar Rhea menggantung, karena ponsel Lintang baru saja bergetar beberapa kali. "Zevanya tuh pasti neror Kamu lagi."
Lintang menaruh teh nya di meja kembali, "Jangan suudzon deh. Bukan Zevanya ini."
"Siapa?"
"Tama."
"Oh? Ngapain Tama chat Kamu?"
"Cie nanyain."
"Lintang!"
"Iya Saya."
Kesal digodai, akhirnya Rhea beranjak pergi, meninggalkan Lintang yang tertawa puas di tempatnya. Senang sekali mengerjai temannya itu, sekaligus benar-benar berdoa kalau Rhea dan Tama benar-benar berjodoh.
Astaga.
Namun tawa Lintang itu tak berlangsung lama, karena air wajahnya sudah kembali serius begitu membuka pesan tadi yang jelas-jelas bukan dari Tama.
[iMess]
(Sandy Triadi - Lawyer Kartasena)
Mas Lintang, orang yang Anda curigai di bandara itu bukan jurnalis
Tapi Kami juga belum menemukan siapa jurnalis yang merilis berita analisis eksklusif itu
Saya juga ingin mengabari, Bapak akan kembali diselidiki di KPK besok
Saya akan mendampingi Bapak sesuai strategi dari Anda
(Lintang Aji)
Baik, Pak Sandy. Terimakasih
Ya, arahkan penyidikan ke parlemen
Apa yang dikatakan dalam berita eksklusif itu bisa menjadi pegangan Anda juga, melengkapi dokumen-dokumen yang sudah Saya susun waktu itu
(Sandy Triadi - Lawyer Kartasena)
Baik, Mas
Saya pastikan salah satu perwakilan pimpinan puncak Partai Integritas Nasional akan menjadi yang diselidiki selanjutnya
Lintang menghela nafasnya berat, kembali memfokuskan diri pada pekerjaannya saat ini. Dua hari ini susah payah Ia membiasakan diri untuk membagi fokus.
"Lintang!" seru seseorang. Lagi-lagi Rhea dibalik pintu, membuat Lintang terkejut bukan main, "Apa sih, Rhe! Kaget!"
"Itu loh, di depan banyak orang. Kamu kok gak bilang kalau personel medis tambahan, militer, sama tim nonmedis datang hari ini?"
"Mereka baru dateng tuh."