Meski sempat kewalahan di awal, Lintang, Rhea, dan tim yang lain akhirnya bisa mengkondisikan diri untuk menyambut kedatangan dua belas personel proyek tambahan yang datang tanpa konfirmasi pagi ini. Beruntungnya, base camp belum terlalu ramai sekitar jam sepuluh pagi, hanya ada anak-anak yang bermain dan kemudian menimbrung di pekarangan, mencari perhatian para dokter, ahli, sampai tentara yang baru mereka lihat hari ini. Oh, anak-anak lucu itu senang sekali jika kedatangan orang baru.
Lintang berbicara di depan, memberikan sambutan informal sekaligus briefing proyek singkat, menjelaskan kembali apa tujuan mereka didatangkan kesana, dan apa yang harus mereka lakukan. Dua belas profesional yang kebanyakan berasal dari Eropa dan Asia itu mudah mengerti, pun cepat mengakrabkan diri dengan Lintang dan tim yang lebih dulu bekerja disana.
Lalu dua orang di tengah-tengah barisan sana beberapa kali menjadi pusat perhatian Lintang. Pertama, siapa lagi kalau bukan Zevanya? Gadis itu sudah tersenyum sejak awal datang dan melihat Lintang keluar dari base camp. Kedua, orang ini benar-benar tak pernah disangka kedatangannya oleh Lintang, apalagi Rhea.
Tama, dokter bedah itu tiba-tiba muncul bersama kontingen tambahan dengan santainya, bahkan tadi hanya sekedar menaikkan sebelah alis begitu Lintang menyapa penuh keterkejutan. Semoga saja sifat dingin Tama itu dapat mencair seiring tugasnya di Koinadugu yang agak panas suhu udaranya.
"Once again, welcome to Koinadugu, everyone. Hopefully, we can work together really well, and serve the best as we can for people here, who needs us. Thank you, please enjoy your first day exploring something nice, since the kids beside you …" Lintang menunjuk anak-anak yang tersenyum malu-malu di kanan pekarangan, mengundang kontingen baru itu untuk turut melambaikan tangan menyapa.
"They will act as your tour guide here," lanjut Lintang bercanda, membuat mereka semua tertawa pelan. Acara briefing itu kemudian selesai, semua kembali ke posisi masing-masing. Namun sebelum itu tentu saja Lintang dan Rhea harus menyapa dua orang.
"Ze? Aduh … beneran datang kesini deh dia. Apa kabar?" Lintang memeluk Zevanya singkat, saling rindu sekali sepertinya pasangan LDR yang satu ini.
"Baik, Lin. Kamu sehat kan? Utang penjelasan loh kenapa kemarin ke Indonesia gak bilang-bilang."
Lintang tersenyum simpul, "Nanti Aku cerita ya," ujarnya yang hanya diangguki Zevanya. Keduanya menoleh kemudian, lalu tak sadar kalau sedari tadi sudah diperhatikan nyinyir oleh Tama dan Rhea.
"Heh! Bagus Lo ya, Tam. Gak ngabar-ngabarin Gue Lo mau minggat kesini," seru Lintang, menyalami Tama khas gaya lelaki.
"Sok penting banget Lo harus Gue kabarin?"
"Ya penting lah, kan Gue ketuanya."
"Dih sombong najis."
Rhea dan Zevanya hanya tertawa melihat interaksi dua sekawan itu. Mereka lantas masuk ke dalam, hendak menaruh barang bawaan di tempat masing-masing. Base camp itu agak terbatas katanya, hingga satu kamar harus diisi oleh empat orang dengan dua tempat tidur tingkat.
"Ini Kamu sama Rhe …"
DDUK!
"Oh, sorry …" Lintang tak sengaja bertabrakan dengan seseorang hingga menjatuhkan barang bawaannya. Maklum, lorong-lorong base camp menuju asrama tenaga medis itu cukup sempit.
Wanita yang ditabraknya itu hanya mengangguk seraya mengambil barang yang terjatuh, tanpa Lintang yang sempat membantunya.
"Ehm … what's your name again?" Lintang lupa akan siapa nama perempuan berjaket jeans itu.
"Dia orang Indonesia, Lin," sambung Zevanya, sepertinya sudah bertemu selama perjalanan menuju kemari.
"Oh? Really?"
Wanita itu tersenyum tipis, "Ya, Saya dari Indonesia."
"Wah, nambah banyak aja yang satu negara. Kamu kayaknya bukan dokter ya? Namanya siapa?" Lintang mengulang pertanyaannya lebih ramah, pun mengingat singkat foto-foto profil dokter baru yang Ia validasi beberapa hari lalu. Seingatnya, wanita itu tidak ada dalam daftar.
"Gayatri Tara."
"Betul, Saya bukan dokter."
****
Sekitar jam delapan malam, ruang makan di base camp tampak ramai, hampir seluruh anggota tim berkumpul disana, kecuali sepuluh orang yang sedang mendapat jadwal jaga malam di kantor depan. Ini bukan agenda semacam pesta penyambutan tim, karena Lintang tidak akan pernah menyetujui acara seperti itu digelar selama proyek. Hanya saja suasanya memang sangat ramai saja kali ini, mungkin karena banyak dari mereka yang senang sekali dapat bertemu lagi dengan rekan sejawat satu negara, sama seperti Lintang dan Rhea yang kedatangan Zevanya dan Tama.
"Auntie, let me help!" Lintang beranjak dari kursinya begitu melihat tiga juru masak base camp yang sibuk sekali menghidangkan makanan-makanan di meja utama. "Wah, African chicken, my favorite!" serunya heboh.
Bibi juru masak itu tersenyum senang, "This one too, braised spinach," ujarnya, menepuk pelan bahu Lintang.
"I will definitely eat this up. Thank you, Auntie."
"Sure, enjoy your dinner with new friends, Lintang."
"I will …"
"Madam, let me help too."
Lintang menoleh cepat, rupanya Gayatri ada disana, ikut membantu. "Kok baru keliatan, Tri?" tanyanya berbasa-basi selagi mereka berjalan beriringan menuju meja.
"Tadi istirahat," jawab Gayatri singkat tanpa ekspresi. Lintang hanya mengangguk seadanya, lanjut menata makanan-makanan di atas meja makan. Agak canggung, karena rupanya sekarang ada yang jauh lebih dingin daripada Tama.
Akhirnya acara makan malam pun dimulai, dengan semangat belasan orang itu mengambil makanan di piring masing-masing. Beberapa terlihat sangat antusias menemukan makanan dan budaya baru sampai diabadikan lewat foto.
"Lintang, can you stand there and show your food to my camera?" pinta Taylor, dokter wanita asal Inggris yang sepertinya aktif di media sosial.
"Eat your food directly, Taylor!"
"No, I want to see Lintang first …" kekeuh Taylor.
"She's obsessed with photos and camera, I can't even believe!"
"Hahaha!"
"Taylor the influencer."
"Haha alright, like this?" Lintang berpose keren bagai tengah mengiklankan sepiring makanan khas Afrika. Taylor mengangguk-ngangguk semangat, "Ya ya, like that, okay … one … two … three!"
"Wow, he's a model!" celetuk seseorang di belakang sana, mengundang sorak-sorakan random selanjutnya.
"Woow!"
"Do we already have a brand ambassador? Amazing!"
CKRK!
CKRK!
"Yeaaayyy!"
"Yeaahh! Huh!"
"Hahaha!"
Ruang makan itu semakin ramai karena Taylor yang berseru bangga mendapatkan foto Lintang dan makanannya. Astaga, cukup random, tapi menyenangkan juga karena mereka dapat benar-benar akrab dalam waktu kurang dari semalam.
"Makan dimana, Tri? Gabung sama Kita aja disana," ajak Lintang begitu Gayatri sepertinya hendak mencari tempat duduk sendiri.
"Disana aja gak apa-apa."
"Jangan, sama Kita aja. Yuk sini, biar akrab dulu sama yang satu negara." Lintang setengah memaksa, karena Ia tidak ingin ada yang menjadi penyendiri dalam timnya. Sejak tadi gadis itu lebih banyak diam dalam keramaian.
Gayatri akhirnya mengikuti Lintang saja, bergabung di meja bersama Zevanya, Tama, dan Rhea. Tiga orang itu tampaknya menunggu Lintang kembali untuk makan bersama.
"Nungguin ya?"
"Ish …"
"Duduk deh Lo, keong bener ngambil makanan sepiring doang!" omel Tama.
"Ya tadi gak liat apa Gue diminta foto dulu sama Taylor? Risiko jadi artis ya gini lah, Tam."
Tama geleng-geleng kepala, "Urusin tunangan Lo ini coba, Ze, biar narsisnya turun dikit."
Zevanya hanya tergelak, "Gayatri sini duduk samping Aku aja, Aku males sampingan sama Lintang."
"Eh? Kok Kamu belain Tama?"
"Hadeh, drama deh. Duduk sini, Tri." Rhea menarik pelan lengan Gayatri, mempersilakannya duduk senyaman mungkin. Gayatri hanya menurut seraya tersenyum seadanya, masih canggung dengan mereka berempat yang jelas sekali sudah sangat akrab.
Hm, apakah Ia bisa menyesuaikan diri nantinya?
Entahlah.