"Surprise!" pekik Christian dengan entengnya. Ia tertawa senang karena telah berhasil membuat sang kakek kelimpungan berkat kata-katanya.
Kakek Hamish tampak terkejut.
"Kurang ajar! Beraninya kau mengerjai Kakekmu ini. Huh! Untung saja jantungku masih berfungsi dengan normal. Awas saja kau kalau aku sampai kenapa-kenapa! Aku kan belum memiliki cicit dari kalian. Setidaknya kalau kau ingin membuat kejutan untukku hingga aku pingsan, berikan aku satu cicit yang lucu!" celetuk Kakek Hamish asal.
Christian terkekeh geli.
Alessia yang tak pernah melihat canda tawa atau guyonan tak masuk akal seperti yang baru saja terjadi memilih hanya diam. Ia menatap keheranan. Di dalam pikirannya, ia sudah berpikir yang tidak-tidak. Ia sudah ketakutan dan amat khawatir. Dan nyatanya…mereka hanya berdebat konyol dengan candaan semacam ini.
Sejenak, Alessia merasa konyol berada di tengah-tengah kakek dan cucu tersebut.
Bagaimana bisa kakek tua itu membahas masalah cicit? Saat ini saja ia sedang mendapat siklus bulanan. Mungkinkah tuan mudanya akan menyentuh tubuhnya dan menanamkan benih di rahimnya?
Perempuan bermata teduh itu tak mau berharap lebih. Menjadi seorang istri dari Christian Allen saja tak pernah ada dalam benaknya. Bagaimana dengan mengandung cicit Allen?
Ah yang benar saja!
Alessia mengenyahkan pikiran itu jauh-jauh dari otaknya. Ia tak mau bermimpi terlalu tinggi. Ia takut jatuh dan tak bisa kembali ke tempatnya semula.
"Alessia, kenapa kau diam saja? Kemarilah, ayo kita minum teh bersama dan berbincang-bincang! Banyak hal yang ingin kutahu tentang pertemuanmu dengan Christian selama ini," terang kakek Hamish pada pasangan suami istri tersebut.
Alessia mengangguk patuh.
Tak ada ekspresi kepanikan di dalam diri Christian. Pria itu bersikap biasa-biasa saja, seolah tak ada masalah.
'Sebenarnya dia mendengar kata-kata kakeknya atau tidak, sih? Bagaimana bisa dia tetap menunjukkan sikap tenang? Aku saja sampai tak bisa bernapas dengan baik. Sementara dirinya, lihatlah bagaimana raut wajahnya saat ini! Huh menyebalkan,' gerutu Alessia dalam hati. Perempuan muda itu mendadak kesal setengah mati.
Bagaimana tidak kesal, perbincangan kali ini terasa menjengkelkan baginya. Tapi sepertinya menyenangkan di dalam diri Christian. Pria itu selalu santai menanggapi ucapan sang kakek dan mengambil alih jawaban Alessia.
Setidaknya, waktu bisa berjalan lebih cepat karena ia tak dipusingkan untuk mencari jawaban atas setiap pertanyaan sang Kakek tua di hadapannya.
***
Dua jam sudah pasangan muda itu terjebak di kamar VIP sang kakek.
Saat keduanya hendak keluar dari sana, seseorang berlari tergopoh-gopoh dan meminta dibukakan pintunya oleh dua orang pengawal di ambang pintu kamar kakek Hamish.
"Biarkan aku masuk! Aku harus menemui kakekku di dalam," pinta David pada dua pengawal berbadan tegap yang bertugas di ambang pintu.
"Maaf Tuan David, Tuan besar sedang bersama Tuan Christian dan Nona Alessia. Mereka sedang membicarakan hal penting di dalam sana," sahut salah satu pengawal dengan sopan tanpa mengurangi rasa hormat.
"Apakah aku tidak diizinkan masuk? Apakah kau tidak tahu siapa aku? Aku juga cucu kakek Hamish dan aku juga berhak bertemu dengannya. Mereka hanya berbincang, kan? Aku juga pasti boleh bergabung," yakin David dengan penuh penekanan.
Salah satu pengawal berinisiatif menelepon seseorang di dalam kamar kakek Hamish. Ia tak mau mengambil resiko. Jadi, sepertinya menelepon seseorang dapat membantunya menyelesaikan masalah ini.
Ceklek
Pintu terbuka dan orang yang pertama kali dilihat oleh David adalah Christian. Mendadak matanya menyipit dengan alis yang nyaris bertaut.
"Rupanya sudah selesai perbincangan kalian tanpa aku di dalam sana," celetuk David mengomentari Christian.
Christian hanya memiringkan senyumnya. Ia bahkan tak peduli ada atau tidak saudara sepupunya tersebut di sana.
"Untuk apa sampah berada di dalam? Bukankah hanya akan mengganggu saja?" balas Christian yang terdengar menyakitkan di telinga David.
" Sialan kau! Beraninya kau menghi—," Amarah David terhenti ketika ia melihat sosok yang ia tunggu sedari tadi.
"Untuk apa kau datang kemari?" serobot kakek Hamish mengambil alih perdebatan kedua cucunya di ambang pintu. Ia memberi pertanyaan pada David dengan tatapan tak suka.
David buru-buru menjatuhkan lututnya di lantai mahal hotel itu. Ia tak peduli jika ada orang yang mengatainya. Baginya hal yang paling penting untuk ia lakukan saat ini adalah meminta maaf pada Kakek Hamish dan meraih simpatinya kembali.
"Aku tanya, apa yang kau lakukan di sini? Jangan mengotori tempat ini dengan kedatanganmu!" bentak kakek Hamish yang tampak begitu murka.
"Kakek, tolong maafkan aku! Semalam aku benar-benar mabuk dan tidak sadar dengan apa yang kukatakan. Aku benar-benar meracau semalam. Aku pasti membuat Kakek terkejut. Tolong ampuni cucumu ini, Kek," pinta David yang benar-benar memelas. Mengemis maaf pada sang kakek demi sebuah… tujuan.
"Sepertinya besok kau harus banyak belajar, orang mabuk itu adalah orang yang paling jujur. Itu adalah fakta yang sejauh ini kutahu selama hampir delapan dekade aku hidup di dunia," cetus kakek Hamish pada David.
Glek
David kesulitan menelan salivanya. Sesuatu tak kasatmata sepertinya mengganjal di sana. Napasnya tercekat. Kata-kata apa yang semalam keluar dari bibirnya secara lancang hingga membuat sang kakek marah padanya?
Ah, sial!
Ia benar-benar tak sadar dengan apa pun. Semua ini gara-gara Christian. Ya, gara-gara Christian, hingga membuatnya menenggak cairan memabukkan demi menyelamatkan mentalnya karena menghadiri pesta pernikahan semalam.
David menatap tajam pasangan muda-mudi di hadapannya.
Alessia memilih menundukkan pandangan dan membuatnya tak bisa memandang wajah cantik perempuan itu.
Sementara Christian, ia melemparkan pandangan tanpa rasa takut pada saudara sepupunya tersebut.
"Kakek, aku benar-benar salah. Aku tidak tahu kata-kataku yang mana yang telah membuatmu marah. Aku tahu pasti aku telah berbuat kesalahan padamu, Kek," ucap David berusaha menunjukkan rasa bersalahnya.
"Untuk apa kau meminta maaf kalau kau tak tahu apa kesalahan yang kau lakukan? Yang benar saja! Jangan bercanda, hai anak muda!" sambung kakek Hamish dengan santainya.
Pria tua itu berjalan perlahan-lahan keluar dari kamarnya dan melayangkan pandangan pada cucu keduanya.
David masih berusaha mengorek fakta semalam. Tadi pagi ia dibangunkan oleh sang ibu yang segera memberitahunya bahwa semalam ia mabuk dan menyulut amarah sang kakek. Maka dari itu, inilah alasan di balik adanya dirinya saat ini di sini.
"Apakah kau tak tahu siapa yang kau singgung semalam dengan mulut baumu yang penuh akan alkohol itu?" tanya Kakek Hamish pada David.
David memalingkan wajahnya. Ia mencoba mengingat kejadian semalam, tapi tak kunjung ia dapatkan gambaran di dalam pikirannya.
Pada akhirnya David menggeleng pasrah.
"Aku benar-benar tidak tahu siapa yang kusinggung, Kek. Tapi aku mohon maafkan aku. Aku mohon, Kek," kejar David yang sebenarnya tak peduli tentang kejadian semalam. Yang ada di pikirannya hanyalah… sesuatu.
"Pergi dari sini sekarang juga! Kau boleh kembali kemari setelah kau menyadari apa kesalahan yang telah kau lakukan!" usir Kakek Hamish pada cucu keduanya itu.
"Tapi, Kek?" ucapan David menggantung di udara.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, Christian menyunggingkan senyum penuh misteri.
To be continue…