Pertama-tama, kami pergi menuju ke pangkalan militer terlebih dahulu karena lebih dekat, serta untuk mengambil bounty dari para perompak sebelumnya, dan menjual hasil rampasan kami termasuk logam langka di pesawat. Terlalu banyak beban untuk membawa barang-barang mahal bersama kami karena kemungkinan akan mengalami incaran.
"Wow, kalian berhasil mengalahkan perompak dengan baik."
Kata seorang resepsionis dengan nada menyenangkan. Rambut pirang yang panjang serta kelopak matanya yang memiliki garis yang indah dan tajam membuat dia tampak cantik. Dia terlihat berada di usia awal 20-an, dan terlihat sangat cocok dengan pekerjaannya.
Namun, aku merasa ada yang tidak beres dengannya.
Ada beberapa tentara bayaran yang memiliki bisnis juga di sini, namun anehnya mereka tampak kaku dan gugup saat menatap wanita itu seolah dia adalah ketakutan terbesar mereka. Aku mencurigai dia bukan orang biasa di sini jadi aku menatapnya dengan waspada.
Selain itu, aku juga bisa merasakan tatapan mereka terkadang mengarah padaku. Ini aneh, seharusnya penampilanku tidak mencolok seperti Satsuki, kan? Kenapa aku yang ditatap di sini?
"Uang untuk bounty mereka dan hasil penjualan logam langka serta suku cadang sudah dikirimkan ke rekeningmu. Silahkan cek terminalmu jika ingin memastikan."
Sesuai perkataannya, aku mengeluarkan terminal portabel dan melihat isi rekeningku bertambah. Alat ini, alias terminal portabel mirip seperti ponsel cerdas dari Bumi, namun dengan layar tembus pandang. Benda ini juga bisa terhubung ke kapal termasuk Crypto, dan memiliki kegunaan yang sama dengan ponsel, serta menjadi alat untuk kebutuhan transaksi. Uang sudah tidak dicetak lagi di zaman ini, dan digantikan dengan mata uang elektronik bernama Krona. Aku setidaknya memiliki 1.500.000 Krona di rekeningku saat mengeceknya. Aku sedikit kecewa karena seharusnya uangku memiliki jumlah ratusan kali lipat dari itu, tapi setidaknya kita memiliki uang daripada tidak sama sekali. Dan kini, dengan mengalahkan masing-masing kapal perompak, dan menjual semua suku cadang serta logam langka membuat uangku bertambah menjadi 4.500.000 Krona. Sebagian besar uang itu datang dari menjual logam langka, jadi aku merasa bersyukur bahwa benda yang membawa petaka di awal itu bisa berguna di sini.
"Aku juga berniat menjual informasi mengenai sarang para perompak, berapa harga untuk itu?"
Wanita itu menyipitkan matanya padaku saat mengatakannya.
"Apa kau yakin informasi ini bisa dipercaya?"
"Aku meretas data di kapal mereka, jadi aku cukup yakin. Selain itu, arah perjalanan mereka juga sesuai dengan yang ada di koordinat dan menambah bukti untuk itu."
Wanita itu merenung sejenak sebelum menatapku dengan senyum bisnisnya.
"Seperti yang diharapkan dari rasmu, kau cukup menarik. Tuan di sana, kekasihmu adalah orang yang langka, jadi jaga dia baik-baik. Apa kau kaptennya?"
Tatapannya beralih ke Satsuki. Tampaknya dia salah paham akan identitasnya di sini.
Sementara itu Satsuki menggaruk belakang kepalanya dan mengeluarkan tawa agak gugup.
"Aku bukan kaptennya, dan hubunganku dengan dia—"
"Jadi, apakah informasi ini akan dibeli?"
Tanyaku saat menyela kata-kata Satsuki. Aku tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu di sini.
"Astaga dingin sekali. Apa kau cemburu karena berbicara dengannya?"
Wanita itu menampilkan ekspresi cemberut yang imut ketika menyilangkan kepalanya.
"Yah, terserahlah. Baik, akan kubeli dengan harga 250.000 Krona untuk 1 markas mereka sesuai dengan aturan yang berlaku, dan 20% diberikan padamu untuk sekarang. Sisanya akan dikirim setelah intelejen kami memeriksanya."
"Kapan mereka akan selesai melakukan penyelidikan?"
"Kira-kira 1 bulan."
1 bulan, ya. Kurasa tidak masalah jika begitu.
Kami akan tetap di sini selama waktu itu, dan jika kami pergi dan menghilang dari sini dengan uang itu, dan ternyata informasi yang kami berikan adalah palsu kami akan menjadi buron dari pihak militer. Atau itulah yang kudengar. Tentu, jika informasi ini salah kami akan mengembalikan uang sebelumnya, dan membayar uang denda untuk biaya intelijen.
Nah, aku tentu sangat yakin dengan informasi yang kami miliki jadi aku tidak terlalu peduli.
"Baik."
Aku setelah itu memberikan data koordinat padanya. Tak lama setelah itu juga uang masuk ke dalam rekeningku. Aku memiliki 3 koordinat dari markas mereka setelah meretas data kapal perompak, jadi dengan ini aku mendapat 150.000 Krona untuk sekarang. Sisanya akan masuk nanti setelah 1 bulan.
Senang rasanya mendapatkan uang dengan mudah.
"Ini membuatku ingin tahu. Kau dengan entengnya menyetujui untuk membeli informasi dari kami tanpa persetujuan dari atasanmu. Siapa sebenarnya kau?"
Aku mungkin bukan orang yang tahu seluk beluk militer, tapi setidaknya aku tahu bahwa langsung menyetujui proposal penting tanpa memberitahu atasan jelas bukan hal yang biasa. Kecuali orang itu memiliki pangkat yang lebih tinggi.
"Siapa aku?"
Wanita itu membuat senyum miring saat menyipitkan matanya.
Suasana anehnya berubah. Orang yang mengantre di belakang serta para tentara bayaran lainnya berlari keluar dari sini dengan wajah takut.
!!
Instingku tiba-tiba bangkit ketika merasakan perasaan merinding.
Aku segera memegang bahu Satsuki dengan erat yang membuat ekspresi terkejut atas tindakanku, dan membuatnya menunduk. Setelah itu aku mengambil cartridge hitam sebelumnya dengan masing-masing di tanganku dan mengaktifkannya.
Hembusan angin menderu ketika suara benturan logam terdengar.
"Apa maksud dari ini?"
Tanyaku dengan dingin pada wanita itu.
Pedang yang mirip katana bersinar dengan warna kekuningan di kedua tanganku. Yang satunya tengah menahan pedang logam berwarna perak di tangan gadis itu yang entah keluar dari mana, sementara yang lainnya ku arahkan ke lehernya. Sebelumnya, dia menghunuskan pedangnya ke arah Satsuki sebelum mengarah ke diriku. Aku tentu saja marah karena berani melukai temanku, jika aku tidak cepat, dia mungkin akan terbelah menjadi dua.
"Ha ha ha. Aku hanya ingin mengetes kemampuan bertarung dari ras Luppo. Sangat jarang bisa bertemu dengan ras sepertimu, tahu. Refleks serta kecepatanmu sangat baik."
Balasnya dengan seringai lebar.
Mengabaikan balasannya yang seperti maniak pertempuran, keadaan kami sama-sama tidak menguntungkan. Sementara pedangku diarahkan ke lehernya, dia juga memiliki pistol di lengan kirinya dan menargetkannya di kepalaku. Dia mengeluarkan benda itu dengan cepat saat aku berhasil menangkis pedangnya. Hanya butuh satu gerakan bagi kita berdua untuk menyelesaikan semuanya.
"Aku ingin tahu apakah tebasanmu lebih cepat dari tembakanku."
"Ingin mencobanya?"
Suasana di antara kami menjadi semakin intens. Tatapan kami tidak pernah teralihkan meski itu hanya berkedip.
"Baiklah, cukup di sana."
Tapi hal itu dipotong oleh Satsuki yang menodongkan kedua senjatanya masing-masing ke arah kami.
"Nona, sebaiknya kita berhenti di sini. Kanon, kau juga."
Aku melirik ke arah Satsuki yang mengedipkan sebelah matanya padaku. Dia tampaknya ingin mengendalikan situasi setelah berhasil menahan keterkejutannya.
Tatapanku kembali beralih ke gadis berambut pirang di depanku yang mempertahankan seringainya.
"Sayang sekali. Padahal aku ingin bertukar pedang denganmu."
Dia lalu berhenti memberikan tekanan pada pedangnya lalu menariknya dari garis bentrokan kami, serta menurunkan pistolnya. Mengikuti gerakannya, aku juga menonaktifkan pedangku dan cahaya perlahan pudar dari ujung pedang sebelum sepenuhnya hanya gagangnya yang tersisa. Satsuki juga diam-diam menurunkan lengannya dan menaruh pistolnya kembali.
"Kau punya pedang yang menarik di sana."
Dia memiliki mata penasaran ketika menatap pedangku yang hanya tersisa gagangnya saja.
Tentu saja dia akan tertarik, karena hanya aku yang memiliki cetak birunya di dunia ini. Nama pedang yang aku gunakan ini adalah Shading Blade, dimana cetak birunya berhasil kudapatkan dalam sebuah event tersembunyi dengan skor teratas. Satsuki juga tidak tahu hal ini karena aku tidak pernah memperlihatkannya. Alasannya adalah karena aku tidak pernah menggunakannya. Alasan itu terjadi karena pedang ini mudah patah akibat bilahnya yang tipis. Bilah tipis itu diperlukan agar bisa keluar masuk dari gagang pedangnya, tapi meski tipis, itu cukup kokoh karena menggunakan logam yang kuat. Kelemahannya juga ditutupi dengan sedikitnya bahan yang diperlukan serta energi termal yang sangat panas dan menutupi seluruh bilahnya. Mengesampingkan hal itu, sayangnya pedang ini hanya bisa bertahan selama 20 menit, serta potensi kekuatan maksimalnya hanya mampu dipertahankan di 5 menit pertama, dan seiring waktu berlalu kekuatannya akan melemah.
Aku pada awalnya sangat kecewa melihat deskripsinya. Namun, digantikan dengan rasa takjub ketika melihat kekuatan pedangnya yang mampu menembus perisai energi dari kapal kecil, meski perlu sedikit usaha untuk melakukannya dan seiring waktu tidak bisa menembusnya lagi karena perlahan kehabisan energi. Tapi! Aku berhasil menghilangkan kelemahan pedang ini! Yaitu membuatnya sebanyak mungkin, dan menggantinya setiap kali diperlukan. Aku bahkan bisa melemparnya ke depan saat bermain, dan itu terasa menyenangkan.
Kembali lagi kenyataan, aku menaruh cartridge kembali ke dalam tas pinggangku sementara dia menunduk mengambil sesuatu di bawah meja, lalu menyarungkan pedangnya.
Ohh, jadi dia menaruhnya di bawah meja. Sungguh tidak biasa menaruh sesuatu semacam itu di sana.
"Hmm?"
Telingaku berkedut ketika suara langkah kaki berderak dan terdengar semakin dekat ke arah kami.
"Amankan tempat!"
Segerombolan orang dengan perlengkapan khusus serta bersenjata mengepung seluruh ruangan dan menodongkannya ke arahku dan Satsuki. Jelas bahwa mereka dari pihak militer dilihat dari koordinasi gerakan mereka.
"Astaga, mengganggu kesenangan saja."
Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan wajah tidak suka seolah kesenangannya telah dihentikan.
"Kalian ingin tahu siapa aku, kan?"
Tanya dia saat mengarahkan mukanya ke arah kami.
"Namaku Lilian von Ashberg."
Sialan, seperti yang aku duga.
"Perwira bintang 5, sekaligus pemimpin tertinggi di pangkalan militer di sini."
Dia adalah bangsawan kekaisaran. Definisi dari orang yang tidak ingin kami urusi karena kemungkinan terkena plot yang mengganggu. Atau itulah yang dikatakan Satsuki.
"Apakah kita akan ditahan di sini?"
Tanyaku dengan tenang.
Mengacungkan senjata ke arah bangsawan sama artinya kau akan mendapat hukuman pancung, bahkan berkata kasar atau tidak sopan di depan mereka akan membuatmu dihukum dengan cara yang sama. Setidaknya itu yang sering kubaca di beberapa novel atau sejarah mengenai abad pertengahan. Hal ini mungkin juga berlaku di sini.
"Hei, hei, tidak perlu takut. Kalian tidak akan dihukum. Dan kalian para tentara, silahkan turunkan senjata kalian dan kembali ke pos masing-masing. Terima kasih atas kerja kerasnya~"
Tentara-tentara itu menuruti kata-katanya dengan bahu terkulai seperti orang kelelahan. Aku juga bisa mendengar kata, "Putri membuat keributan lagi.", "Selalu saja seperti ini.", "Ini sudah yang kelima kalinya terjadi dalam bulan ini.", "Kapan aku punya istri.", dari mereka. Tampaknya orang ini biasa berpura-pura menjadi resepsionis dan membuat keributan. Dan apa-apaan dengan pernyatan terakhir itu? Jika kau ingin istri maka cari!
"Hahh, Yang Mulia. Tolong berhenti membuat keributan dengan menjadi resepsionis dan mengganggu pendatang baru. Itu mengganggu pekerjaan kami."
Suara menghela napas datang dari tempat para tentara itu menghilang. Melirik ke belakang, seorang pria yang terlihat berusia 50-an berjalan kemari dengan wajah bermasalah. Rambutnya yang sedikit beruban ditata dengan rapi, kumisnya juga tampak dirawat dengan baik. Raut wajahnya memperlihatkan sosok yang elegan, dan sorot mata serta tubuhnya yang tegap menampakkan pengalamannya sebagai orang yang memiliki umur.
Akhirnya aku bisa bertemu orang yang memiliki otak rasional di sini.
"Ayolah Kranel. Aku hanya tertarik pada mereka berdua karena tidak biasanya aku melihat ras Luppo. Model kapal mereka juga tidak pernah kulihat!"
Pria tua bernama Kranel melirik sesaat ke arahku sebelum mengembalikan tatapannya pada Lilian.
"Tapi tetap saja. Jangan membuat orang-orang kerepotan dengan tindakanmu itu. Jika tidak, aku akan melaporkan hal ini pada ayahmu."
"Baik, baik. Setidaknya biarkan aku bersenang-senang sedikit."
Balas dia saat mengembungkan pipinya. Cara bicaranya sungguh jauh berbeda dari bangsawan yang aku tahu.
Tampaknya orang bernama Kranel ini adalah orang mengendalikan sifat kekanakan dari Lilian ini. Aku bertanya-tanya apakah dia tidak stres dengan kepribadian putri ini.
Kranel lalu menghadap kami dan menundukkan kepalanya.
"Maaf telah membuat masalah pada kalian berdua. Kalian bisa pergi, ini adalah kecerobohan komandan kami sehingga kalian tidak akan terkena konsekuensi apapun."
"A-Ah, tidak perlu meminta maaf."
Satsuki dengan cepat menahan pria tua itu untuk berhenti menundukkan kepalanya.
"Kau pasti kesulitan."
Kataku padanya.
Atas kata-kataku, Kranel membuat wajah masam. Aku bisa tahu penderitaan yang dia alami dari ekspresinya.
"Begitulah. Kakek tua ini hampir mengalami kebotakan karena masalah yang ditimbulkan Yang Mulia."
"Hei, aku tidak seperti itu!"
Keluh Lilian pada Kranel.
"Kalau begitu kami permisi dulu."
"Ya, hati-hati. Aku akan menahan Putri yang merepotkan ini."
Aku menarik lengan Satsuki dan berjalan cepat dari sini setelah itu. Menetap di sini sama saja menunggu masalah.
"Ah! Hei! Jangan pergi! Aku masih ingin berbincang-bincang dengan kalian!"
"Yang Mulia, tahan! Berhenti membuat dirimu kehilangan wibawa! Jangan bertindak egois!"
"Apa itu wibawa! Aku hanya ingin melakukan apa yang aku inginkan!"
"Itulah yang dinamakan egois!"
Aku bisa mendengar suara Lilian yang berusaha menghentikan kami sementara Kranel mencoba menahannya, dan terjadi perdebatan diantara mereka. Tapi kami berpura-pura mengabaikannya saat terus melangkah.
Tampaknya kami akan kerepotan menghadapinya lagi nanti.