Aku dan Kaede berlari dalam langkah sunyi saat memasuki jalan kecil yang gelap.
"Tidak! Kumohon jangan!"
"Kahahaha! Tidak ada gunanya berteriak di sini gadis kecil! Tidak akan ada orang membantumu di sini!"
"Hahaha!"
"Kekeke..."
Langkah kami melambat saat mendengar suara teriakan dan tawa.
Aku mengintip hanya untuk melihat wajah-wajah vulgar yang menjijikan saat mencoba menekan gadis itu ke sudut, di mana dia mencoba sebaik mungkin untuk melarikan diri dengan wajah menangis. Mulutnya kini dibungkam agar suaranya teredam, lengannya juga kini ditahan, membuatnya tidak bisa bergerak dengan bebas. Setidaknya, gadis itu belum disentuh. Tapi tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika aku tidak menginterupsi di sini.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang, apa kau memiliki rencana?"
Bisikku pada Kaede yang berada di belakang. Aku lebih memilih memimpin karena entah kenapa aku melihat bahwa dia memiliki kepribadian yang ceroboh.
"Rencana? Kita tidak perlu rencana."
Jawab dia tanpa ada ketegangan dalam suaranya.
Aku memiliki firasat buruk mendengar dia mengatakan itu dengan acuh tak acuh. Dan saat aku menatap ke belakang, dia sudah menyiapkan senjata di tangannya sambil menyeringai.
"Yang kita perlu lakukan adalah menerobos ke depan dan kalahkan!"
"Ehh?"
Dan tanpa aku sadari, dia telah berlari keluar dari tempatnya bersembunyi dan mulai menambakan laser dari senjatanya saat dia menarik pelatuk.
"Argh!"
"S-Serangan?!"
Tembakannya mengenai salah satu dari mereka, namun tidak sampai membuatnya mengalami cedera serius.
Aku yang masih tercengang mengikuti dari belakang saat ikut menembak. Sinar foton melintas dari kedua pistolku dan mengenai tangan atau kaki dari kelompok mereka. Aku sebaik mungkin hanya mengenai bagian non-vital agar tidak ada yang mati.
Serangan kejutan kami membuat orang-orang itu panik dan mundur meski mencoba serangan balik.
Tapi, apakah pengelihatanku memang sebaik ini? Akurasi menembakku sangat tinggi berkat itu. Selain itu, aku juga dapat melihat dengan jelas kemana tembakan balasan mengarah sehingga membuatku bisa menghindarinya. Rasanya seperti memperlambat waktu. Bahkan saat Lilian mengayunkan pedangnya dan hampir memotong leherku aku masih bisa melihat gerakannya, namun tubuhku tidak dapat mengimbangi kecepatannya sehingga tidak mampu menghindar.
Mungkin hanya perasaanku saja.
Aku berpikir seperti itu agar tidak mengganggu konsentrasiku lagi.
Di gelapnya sisi bangunan, cahaya gemerlap terpancar dari kedua sisi layaknya lampu pesta.
"M-Mundur!"
Dan hanya perlu sedikit waktu sampai mereka melarikan. Kami memilih tidak mengejar karena niat kami memang hanya mengusir mereka. Namun, 2 mayat terbaring di jalan sementara beberapa orang lumpuh karena tidak bisa bergerak akibat ditembak di bagian kaki. Merangkak pun mereka kesulitan karena tangan mereka juga lumpuh akibat tertembak di sana juga.
Pertarungan selesai dengan cepat tanpa menghabiskan banyak napas. Seperti inikah hal yang biasa terjadi di dunia ini? Aku mungkin tidak akan pernah hidup dengan aman jika seperti ini setiap saat.
Aku lalu datang menghampiri Kaede untuk melihat keadaan. Dia sedikit melirik saat mendengar suara langkah kakiku.
"Kau tidak apa-apa, Satsuki?"
"Y-Yahh, aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa ingin muntah sekarang."
Balasku saat menahan rasa mual dengan menutup mulut.
Melihat mayat yang terbaring dengan lubang di tubuhnya yang memiliki jejak terbakar, disertai genangan darah jelas bukanlah hal yang biasa untukku.
Memahami perasaanku, Kaede hanya tersenyum geli. Tidak banyak perubahan dalam ekspresinya meski melihat pemandangan itu seolah ini adalah kejadian sehari-hari.
"Astaga, kau adalah bocah yang naif. Haruskah aku mengucapkan selamat datang di dunia yang liar ini? Kebetulan aku memiliki guci abu porselen yang mahal dan cocok sebagai tempat peristirahatanmu jika kebetulan ini adalah akhir hidupmu."
"Humor gelapmu tidak akan pernah membuatku tertawa, Senior."
"Ara~ Apa aku pernah membuat humor sebelumnya?"
Dia lalu menatapku dengan mata tak bersalah.
"Berhenti menciptakan karakter dewasa yang baik hati. Sudah terlambat untuk itu!"
"Haa, kau sama sekali apa artinya lucu, Satsuki."
"Selain itu, kau bahkan tidak mencoba membunuh musuhmu. Itu sama sekali bukan tindakan yang bijak sebagai tentara bayaran kau tahu."
Ucapnya dengan ekspresi serius.
Aku hanya bisa memalingkan wajah padanya. Membunuh itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah, apalagi jika kau hanya seorang warga negara biasa yang cinta damai. Maka dari itu aku hanya melumpuhkan mereka dengan menembak kaki atau tangan mereka.
Melihat kenyataan dunia ini hanya bisa membuatku merasa pahit.
"Kau harus memiliki tekad yang kuat jika ingin tetap berada di jalur ini, atau malah kau yang akan terbunuh karena membiarkan musuhmu pergi."
Nada dan matanya terlihat sangat suram ketika Kaede mengucapkannya. Aku tidak begitu yakin apa yang terjadi dengan masa lalunya hingga dia seperti itu.
Dia lalu menodongkan senjatanya ke arah orang-orang yang tersisa.
"J-Jangan, kumohon. A-Aku tidak akan mengulanginya lagi— Tidakkkkkk!"
Penjahat-penjahat itu, yang sudah tidak bisa melarikan diri memohon dengan wajah ketakutan. Namun Kaede tidak memperdulikannya saat dengan dingin, lalu dia menarik pelatuknya sebelum aku dapat menghentikannya. Hanya ekspresi teror yang tersisa dari mayat mereka sekarang.
"Ada banyak sampah masyarakat seperti mereka, Satsuki. Mereka memperkosa wanita, menjarah orang, dan menghancurkan kehidupan seseorang dengan mudah. Mereka tidak lebih baik dari para perompak di luar sana. Bahkan jika kita menyerahkannya dan membuat mereka di penjara, itu tidak akan membuatnya jera dan bahkan akan menjadi lebih brutal di sana dengan memperkosa wanita di sel yang sama."
Kaede lalu menatap ke arahku. Pandangannya yang dingin perlahan-lahan menjadi cerah, namun segera dia membuat ekspresi pahit.
"Menjadi naif itu bukan hal yang salah. Tapi jika kau terus seperti itu, itu hanya akan membawa masalah pada dirimu sendiri dan temanmu."
A-Aku tidak yakin harus bereaksi seperti apa pada ceritanya. Maksudku, meski dia terlihat seperti orang yang suka bercanda, suka menggoda, dan sedikit tidak tahu malu, ternyata dia adalah orang yang cukup mengkhawatirkan orang lain. Dan melihatnya seperti ini memberiku sedikit kejutan karena kami baru saja bertemu.
"M-Mengerti, aku setidaknya akan membuat diriku tanpa ampun di hadapan musuhku."
Kaede melengkungkan bibirnya dan membuat wajah melankolis untuk sesaat sebelum menghilang dengan cepat, dan digantikan dengan ekspresi biasa nya.
"Itu bagus! Sekarang kau satu langkah ke depan untuk keluar dari jalur amatir."
Seru dia saat mengacungkan jempol.
"..."
.... Aku bertanya-tanya apakah cerita dan ekspresi tadi itu telah dibuat-buat.
Aku pikir tidak ada hal yang salah pada dia, tapi aku segera menemukan kelainan di tubuhnya. Di bagian bahu kirinya terdapat bekas tembakan dan terus mengeluarkan darah.
"Senior, kau terluka!"
Tembakan laser memiliki efek luka yang berbeda dibandingan peluru timah atau kuningan yang biasa digunakan sebagai proyektil di Bumi. Laser merupakan pancaran energi radiasi elektromagnetik, biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal. Dalam kasus ke pengaplikasian senjata, cahaya laser dibuat terkonsentrasi disertai dengan frekuensi yang tinggi sehingga radiasinya dapat dengan mudah menembus baja. Jadi, terkena satu tembakan di kepala sudah dipastikan kematian instan tanpa kemungkinan untuk selamat kecuali kau memakai peralatan pertahanan yang sesuai.
"Ahh, aku gagal menghindar saat maju tadi. Tidak apa-apa, aku bisa menyembuhkannya dengan cepat di rumah sakit."
Kaede melirik bahunya yang membentuk lubang saat terus mengeluarkan darah, lalu merobek baju kausnya dan melilitnya seperti sebuah perban dan mengikatnya dengan erat. Ekspresinya sedikit mengernyit karena rasa sakit yang dia terima.
"Nahh, sekarang sudah tidak apa-apa."
"Kau yakin itu tidak sakit?"
"Aku tidak pernah mengatakan itu tidak sakit, bodoh. Tapi ini lebih baik daripada terus kehilangan darah. Selain itu, kau dampingi dia."
Kaede lalu menunjuk ke belakang di mana di sana ada seorang gadis yang duduk gemetaran. Dia adalah orang yang telah kami selamatkan dari orang-orang ini. Dia cukup beruntung bisa bertemu dengan kami, karena jika tidak, hal yang sangat buruk mungkin akan terjadi padanya.
"Uhh, bukankah orang dari jenis kelamin yang sama lebih cocok untuk mendatanginya sekarang?"
"Lihatlah aku, aku sedang terluka. Apa tidak ada rasa kasihan dalam dirimu padaku? Selain itu, aku telah cukup berkontribusi dalam baku tembak tadi."
Tapi kau melakukannya atas kehendakmu sendiri.... Aku ingin mengatakan hal itu, tapi mungkin Kaede akan menambah panjang kalimatnya sehingga aku diam.
Tanpa menunda, aku segera menghampiri gadis itu untuk membantu dan melihat kondisinya.
"Kau tak apa?"
Tanyaku saat mengulurkan lengan padanya.
Dia terlihat terkejut dan semakin gemetaran. Mungkin akibat trauma yang dialaminya membuat dia secara tidak sadar takut padaku.
"Tidak apa-apa, aku tidak akan menyakitimu."
Aku mencoba meyakinkannya saat membuat wajah tulus. Dari kelihatannya dia tampak masih rasional dengan matanya yang jingga keemasan masih cerah meski dirinya tampak lusuh dan kotor. Tapi masih ada rasa cemas dan takut saat kuperhatikan.
Dia tampak ragu dan tidak yakin pada awalnya, namun dia perlahan menerima uluran tanganku dengan malu saat perlahan berdiri.
"T-Terima kasih telah membantuku..."
Suaranya terdengar serak, namun itu tidak bisa menghilangkan jejak halus dari suasana gadis canggung.
"Tidak perlu untuk—"
Balasanku terhenti ketika dia tiba-tiba runtuh, dan aku secara refleks menahannya dalam pelukanku.
Aku menjadi panik tentang hal itu karena berpikir suatu hal buruk terjadi padanya.
Tapi Kaede datang ke sisiku untuk melihat keadaannya yang membuatku menjadi tenang.
"Dia tampaknya kelelahan dan pingsan. Ini mungkin karena dia kelaparan selama beberapa hari, dia tampak kurus."
Ucapnya dengan tenang.
"L-Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Kenapa bertanya padaku? Itu urusanmu karena ingin bertanggung jawab atas gadis itu."
Jawabnya dengan nada jengkel.
Jadi ini yang dia maksud dengan bertanggung jawab atas tindakanku.
"Itu....."
Melihat aku yang kebingungan menjawab, Kaede menghela napas.
"Hahh, inilah kenapa para pemula cepat mati. Kau tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Pertama-tama, mari kita bawa gadis itu keluar dari tempat ini. Di sini terlalu berbahaya."
"Baik."
Aku hanya bisa mengikuti sarannya karena memang lebih berpengalaman dalam hal ini.
Kaede sedikit mengerutkan dahinya saat menatapku.
"Lalu bagaimana dengan pacarmu, apa kau tidak khawatir padanya?"
Kata-katanya segera membuatku beku karena niatku datang ke sini adalah untuk mencari Kanon. Dan jika aku mengurus gadis ini sekarang, itu akan menghambatku. Ada juga keadaan tempat ini yang berbahaya. Kami yang baru saja masuk sudah disuguhi dengan kejadian menjijikkan. Ini semakin membuatku khawatir dengan keadaan Kanon dan ingin segera mencarinya. Tapi aku juga tidak bisa meninggalkan gadis ini di sini. Akan lebih baik membawanya keluar terlebih dahulu.
Setelah berpikir sesaat, aku menjawab dengan bibirku yang mengkerut.
"... Aku cukup yakin Kanon setidaknya bisa mengatasi jumlah orang dengan kemampuan semacam ini. Jadi tidak apa-apa. Dan aku akan mencoba menghubunginya lagi nanti, mungkin dia sudah berada dalam jangkauan saat itu. Jika dia menjawab, kita akan menunggu untuk sementara di luar sini."
Kaede mengangguk mendengarnya sambil tersenyum samar. Mungkin berpikir bahwa apa yang dia ajarkan untuk membuat keputusan secara logis membuahkan hasil.
Tidak, meski begini aku tetap bisa berpikir secara rasional... Tapi tidak ada waktu bagiku untuk berkata seperti itu padanya.
"Lalu bagaimana dengan mayat-mayat ini?"
Tanyaku saat melihat ke tubuh-tubuh yang terbaring di lantai dengan genangan darah. Aku takut mayat mereka akan membusuk dan menyebarkan penyakit di sini.
"Pihak 'bersih-bersih' akan lewat 3 kali dalam 24 jam, jadi biarkan saja mereka yang mengurusnya."
Katanya dengan nada datar.
Maksudmu mayat sudah biasa berada di jalanan ini sehingga orang-orang memiliki pekerjaan untuk mengurusnya? Distrik ini sungguh brutal, bahkan menganggap pengurus mayat sebagai tukang bersih-bersih.
Kami tidak berlama-lama lagi di sini, dan pergi keluar dari Distrik 5 dengan gadis itu di punggungku.
---
Sementara itu di sudut gelap yang lain.
"Cih, untuk menyerang seorang gadis dengan senjata sambil menyelinap, itu bukan sesuatu yang bisa diapresiasi."
Ucap Kanon dengan suara dingin sementara memegang sisi kiri perutnya. Darah bisa terlihat tengah menetes di balik tangan yang menekannya.
Sementara itu, tangan kirinya memegang pedang yang bersinar kekuningan saat tetap menjaga kewaspadaannya.
Barisan mayat dengan tubuh yang terbelah dan tidak dapat dikenali terpampang di hadapannya. Keadaan mereka sangat mengerikan. Ada yang kepalanya hilang atau setengah terbelah sehingga memperlihatkan jus otaknya, atau badan yang dibelah 2 baik itu secara vertikal maupun horizontal, maupun jantungnya di tusuk. Sebagian besar dari mereka ada yang tangan atau kakinya dipotong sebelum terbunuh dengan ekspresi horor.
Aku padahal tidak ingin seperti ini...
Pada awalnya setelah membuat 3 preman pertama pingsan, semua orang datang dan pertarungan berjalan hanya dengan ayunan tangan kosong. Tapi aku bisa menghindar dan membalas pukulan mereka dengan mudah sambil bermain-main, jadi seiring waktu kesabaran mereka habis, dan mereka mulai menggunakan senjata.
Aku masih mentoleransi hal itu. Namun, serangan diam-diam diarahkan dari belakang dengan niat membunuh yang jelas saat pisau diarahkan menuju area vitalku mengubah semuanya. Berkat instingku, aku berhasil membuatnya tidak mengenainya, tetapi hal itu juga membuatnya berhasil menusukku di bagian perut. Beruntung itu hanya melukai bagian tepinya. Aku memang cukup lengah saat itu, juga kondisi tubuhku bukan dalam keadaan yang terbaik dan sedikit kaku karena.... Kejadian semalam. Niat orang-orang itu juga bisa terlihat telah berubah dengan jelas, yang pada awalnya hanya ingin menangkapku, kini malah ingin membunuh.
Begitulah yang terjadi. Dan selanjutnya, seperti yang kalian perhatikan, karena mereka datang dengan niat yang jahat yang jelas, ditambah membuatnya terluka membuat Kanon marah dan mulai mengaktifkan Shading Blade untuk menebas mereka. Sayangnya, beberapa dari mereka berhasil melarikan diri.
"..."
Kanon melihat tangannya yang berlumuran darah sebelum mengepalkannya. Matanya yang berwarna gelap keemasan dan tanpa ekspresi tampak khawatir akan sesuatu saat kembali melihat mayat-mayat, genangan darah, serta cairan otak yang berceceran di depannya. Namun dia segera menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk menghilangkan pikiran itu.
Aku mungkin bukan manusia lagi....
Mengabaikan keadaan pikirannya yang kacau, dia lalu mencari-cari di beberapa jasad sebelum menemukan sesuatu yang dia inginkan dari mayat yang tampaknya adalah pemimpin mereka, dan memasukkannya ke dalam tas. Dia pikir orang-orang yang dia anggap preman itu bukan sekelompok penjahat biasa. Jika mereka ingin mempermainkan tubuhnya, mereka bisa mengalahkannya tanpa memiliki minat membunuh. Dan jika mereka tidak bisa, melarikan diri adalah pilihan yang paling baik. Namun daripada melakukan itu, mereka malah berniat datang dengan sikap membunuh. Itu jelas tidak normal. Maka dari itu, dia ingin mencari informasi lebih lanjut jika seandainya dia telah menyinggung seseorang atau suatu organisasi apabila serangan balasan terjadi.
Selesai dengan itu, Kanon dengan memegang perutnya yang terluka berjalan keluar dari Distrik 5. Dia hendak kembali ke Genesis untuk menyembuhkan lukanya, namun pesan dari terminalnya berdering berulang kali membuatnya beristirahat sebentar. Dia jelas tahu dari siapa ini karena hanya 1 orang yang memiliki kontaknya.
"Satsuki..."
Menggumamkan namanya dengan ekspresi mengendur, dia melihat panggilan masuk yang tidak terjawab beberapa kali, serta membaca banyak pesan yang datang akibat dari gangguan jaringan komunikasi dari Distrik 5. Tidak ada yang penting dari mereka, hanya kata-kata kekhawatiran, dan meminta maaf atas apa yang telah dia perbuat, serta mencari tahu di mana lokasinya sekarang, yang membuat Kanon menghela napas. Namun pesan terakhir membuatnya mengerutkan kening dengan serius sebelum mengambil langkah cepat setelah membalasnya.
(Ini darurat Kanon! Temui aku di koordinat yang telah kubagikan! Aku sedang berada di perbatasan Distrik 5.)