Hujan tidak ada berhentinya, suara rintikan hujan jatuh di atas genteng membuat suasana menjadi mencekam apalagi ditambah angin menggerak-gerakkan dedaunan dan suara petir yang menggelegar memenuhi seisi ruangan dimana Disha dirawat.
Terlihat Disha terlentang tak sadarkan diri akibat banyak darah yang keluar, tidak terasa Disha sudah satu hari dirawat di ruangan itu hanya ditemani adiknya Zaenal yang agak ketakuatan karena merasa kesepian dia berjalan-jalan berkeliling rumah sakit.
Tidak sengaja saat berbelok kearah kanan dari jalan beloakan gang Sabar dia menabrak seorang wanita tua yang sedang menggunakan kursi roda dengan didorong oleh seorang laki-laki tampan hingga terdorong dan jatuh.
Sontak laki-laki itu menjadi marah karena Ibunya jatuh dengan berkata, "Hai ... Kamu! Hati-hati kalau jalan lihat Ibuku jatuh ... Awas ya ... kalau nanti ada apa-apa kamu yang saya tuntut, kamu harus bertanggung jawab."
"Maaf Kak, saya tidak sengaja," kata Zaenal yang langsung menghampiri wanita tua yang terjatuh itu.
Dengan berusaha menolong untuk kembali ke kursi roda, dan tidak disangka wanita itu tiba-tiba bisa berjalan dan berbicara yang sebelumnya tidak bisa apa-apa.
"Hai kamu siapa Nak? Terimakasih ya, ini adalah sebuah keajaiban ... ha ... saya bisa berdiri dan bisa berbicara," kata Wanita tua itu sambil berputar-putar melihat dirinya sendiri karena merasa keheranan dan takjub melihat dirinya bisa berdiri seraya berkata pada anaknya, "Raka! ... Lihat Ibu ... Ibu sudah bisa berdiri dan bisa berbicara."
Betapa terkecutnya Raka melihat Ibunya yang tiba-tiba bisa sembuh tanpa lama-lama karena sangking bahagianya dia langsung memeluk Ibunya seraya berkata, "Ha ... Ibu! ... Ibu sudah sehat, Alhamdulillah Ibu ini adalah keajaiban."
Setelah beberapa waktu kemudian Raka melepaskan pelukannya dan berniat ingin meminta maaf pada Zaenal dan berterimakasih, namun Raka melihat ke sana dan kemari Zaenal sudah tidak ada.
"Ibu! Dimana ya ... Anak kecil yang menabrak Ibu tadi, saya belum sempat meminta maaf dan mengucapkan rasa berterimakasih atas semua ini, tapi dia sudah tidak ada." kata Raka sambil melihat ke segala arah namin tetap tidak menemukannya.
"Ha ... Tidak ada, Raka! Kamu harus mencari anak tadi, kita bertang budi padanya, sepertinya dia sedang ada masalah, terlihat dari raut wajahnya, sudah antar Ibu ke ruangan Dokter Heni dan kamu cari anak itu." kata Ibunya yang merasa bersalah tidak enak pada anak laki-laki itu.
"Baik Ibu, mari kalau begitu," sahut Raka yang kemudian menuntun Ibunya berjalan ke ruangan Dokter Heni untuk melakukan konsultasi yang sebelumnya ingin kontrol.
Kreek ... Suara pintu terbuka
Dokter Heni melihat temannya datang sontak menyapanya,
"Hai Dokter Raka, sudah lama tidak bertemu bagaimana kabarnya? Hampir satu Bulan tidak hadir disini apa karena sibuk ke luar negeri atau sudah mau menikah," ledek Dokter Heni.
"Ha ... Ibumu sudah sembuh! Sejak kapan perasaan beberapa minggu kemaren masih naik kursi roda dan sulit berbicara eh ... lihat sekarang sudah bisa apa-apa," kata Dokter Heni yang juga merasa ikut senang melihat hal itu.
"Selamat ya Ibu, semoga sehat selalu ya," kata Dokter Heni pada Ibunya Dokter Raka.
"Amin, terimakasih doanya Dokter," kata Ibunya Raka.
"Ceritanya panjang Dok, itu sebenarnya saya tidak tega melihat Ibuku seperti kemaren-kemaren, mau ngap-ngapain tidak bisa, jadi ini tadi sebenarnya ingin berkonsultasi dan cek kesehatan, apa masih memungkinkan untuk melakukan operasi , eh tapi tidak menyangka tadi Ibuku tertabrak anak kecil dan menjadikannya seperti ini, tapi saya belum meminta maaf dan berterimakasih dia sudah tidak ada," kata Raka sambil mengajak Ibuny duduk di shofa.
"Mungkin kalau Dokter melihatnya bisa menghubingi saya ya Dok, beneran saya merasa bersalah sudah memaki-maki dia,"
Imbuhnya.
"Oh ... Hmm ... Oh iya kemaren itu ada pasien gadis wanita dan ditunggu anak kecil seumuran 13 tahunan," kata Dokter Heni sambil membayangkannya.
"Beneran Dok, baik mari kita tengok siapa tahu itu dia, waw saya akan sangat bahagia sekali jika benar," kata Raka yang penuh dengan seribu harapan.
"Memang sakit apa ya Dok," imbuhnya.
"Dia mencoba bunuh diri dengan melukai urat nadi dirinya sendiri memakai pisau entah permasalahannya apa hingga bisa melakukannya." tutur Dokter Heni yang mendapat tugas merawatnya.
"Bisa sekarang kita melihatnya Dok," Ajak Raka yang penasaran.
Dengan cepat mereka berjalan menuju ruangan itu, terlihat disekitar jalanan sempit yang dilaluinya banyak orang-orang yang merintih kesakitan hingga ada yang sampai berteriak-teriak, "Ya Allah ... Tolong saya ... Saya takut ... jangan ... jangan ... pergi ... pergi ... oh siapa kamu." teriakan seperti mengalami trauma tentang suatu hal yang membuatnya ketakutan.
Ada juga yang duduk-duduk diatas kursi roda dengan tangan tertusuk jatum impus, hingga wajahnya terlihat pucat pasih, ada juga yang baru datang terlihat sangat merintih kesakitan karena habis mengalami tabrakan dengan cepat para suster membawanya ke dalam ruangan.
Dengan merasa sangat iba tetap Dokter Raka dan Fokter Heni melanjutkan langkahnya hingga tiba disalah satu ruangan yang tidak begitu ramai karena pasien yang masuk ruangan itu hanya Disha, Dokter Raka melihat di depan pintu ada tulisan sabar menandakan pasien-pasien yang kurang mampu.
Terlihat di dalam ruangan itu berbaring seorang gadis yang cantik dengan rambut yang terurai, memejamkan mata dan tersenyum tipis, Raka yang melihatnya pertama hatinya seperti ada ketertarikan.
"Dokter Heni! Sepertinya ini kekurangan darah apa golangan darahnya? Kalau cocok saya siap mendonorkan," kata Raka yang terlihat hawatirkan Disha.
"Itu Dokter, golongan darahnya B hasil lap kemaren, Apa perlu di cek lagi!" kata Dokter Heni sambil memperlihatkan scanan data lewat Ponselnya.
"Baik Dok sepertinya cukup, kebetulan golongan darahku sama dengannya, kapan Dok ini bisa di tranfusikannya ambil saja sebanyak-banyaknya," kata Raka kemudian dikagetkan dengan kemunculan sesosok anak kecil dari balik pintu yang tidak tahu kalau yang di dekat Kakaknya adalah orang yang Ibunya ditabraknya.
"Maaf Dokter, Kakakku Bagaimana keadaannya, kok banyak orang disini," kata Zaenal pada Dokter Heni.
Saat Zaenal mendekati Kakaknya dan melihat orang yang didekatnya dibuatnya ketakutan karena insident yang baru saja terjadi sontak Zaenal berkata, "Bapak! Kamu ... Maafkan saya Dok saya tidak sengaja."
"Tidak ... Saya yang harus minta maaf dan mengucapkan banyak terimakasih berkat kamu Ibuku menjadi sembuh, saya sangat berhutang budi sama kamu," kata Dokter Raka yang sambil memegang kedua bahu Zaenal.
"Tapi saya Kan ...," sahut Zaenal dengan menundukkan kepalanya.
"Sudah jangan merasa bersalah, begini saja semua biaya akan saya tanggung, dan kebetulan golongan darah saya juga sama jadi saya siap mendonorkan darah saya," kata Raka terlihat sangat meyakinkan Zaenal.
Zaenal terlihat bengong kaget dengan ungkapan Dokter Raka, seperti tidak mungkin.
"Zaenal! ... Kamu tidak apa-apakan?" tanya Raka sambil menggerak-gerakkan tubuh Zaenal.
"Oh ... Benar itu! Terimakasih sebelumnya Bapak, Tolong selamatkan Kakakku ini, hanya dia yang saya punya," kata Zaenal.