Kiai Wungu terbang sendiri dan sembunyi di balik pohon. Kemudian Nyai Wungu Pangeran Arya menyarang Ratu lebah itu untuk mengalihkan perhatiannya. Setelah lima menit tiba-tiba Kiai Wungu keluar dari persembunyiannya. Dia terbang mengecoh Ratu lebah itu. Kemudian dia mengambil susuk taring yang menancap rambut Ratu lebah itu. Kemudian susuk itu di tusukkan ke perut Ratu lebah.
Hiyat!
Wush!
Jleeep!
Perut ratu lebah itu tertusuk oleh susuk taring yang di tancapkan Kyai Wungu.
Nguuk!
Nguuk!
Nguuk!
Ratu lebah itu terbang terpontang-panting karena kesakitan.
"Dinda saatnya gunakan kipas anginmu untuk menyerangnya," kata Kiai Wungu.
"Iya Kanda," kata Nyai Wungu.
Hiyat!
Wush!
Bought!
Kipas api di kibaskan ke arah Ratu lebah kemudian Ratu lebah itu terpental ke tanah dan akhirnya mati.
"Ambil mestikanya Raden," kata Nyai Wungu.
"Wah mestikanya indah, berwarna oranye," kata Pangeran Arya sambil membungkus mestika itu dengan daun.
Mestika itu langsung di ambil dan di satukan ke mestika lain.
"Syukurlah kita menang," kata Nyai Wungu.
"Iya bunda," kata Pangeran Arya.
Wush!
Kiai Wungu terbang dari sarang lebah tersebut sambil membawa bongkahan madu.
"Kalian mau coba?" kata Kiai Wungu.
"Iya Romo," kata Pangeran Arya.
"Iya kanda," kata Nyai Wungu.
"Wah enak sekali Romo, madu dari siluman lebah ini benar-benar manis," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden, manis sekali. Nanti kalau kita pulang kita harus bawa buat oleh-oleh," kata Nyai Wungu.
"Iya dinda," kata Kiai Wungu.
Mereka menikmati madu sejenak, ternyata madu yang di hasilkan lebah raksasa itu sangat lezat. Madu itu berwarna oranye kekuningan dengan tekstur yang kental.
Setelah tenaga mereka pulih, mereka melanjutkan masuk ke kawasan istana buto ijo. Syukurlah penghalang dari siluman lebah berhasil mereka kalahkan. Pintu masuk gerbang istana sudah di depan mereka, kali ini pintu masuknya berbeda, pintu masuk terbuat dari batu bata. Ketika memasuki kawasan itu mereka di buat takjub akan taman yang tertata rapi, dan banyak pohon buah tumbuh liar di area ini. Pepaya, pisang, jambu, jeruk, dan rambutan tumbuh subur di kawasan ini. Ini belum ke dalam, mengingat kawasan ini sangat luas, baru masuk saja mereka belum melihat wujud istana Buto ijo itu, jika ingin melihat mereka harus berjalan jauh menelusuri kawasan ini. Lebih ke dalam pasti banyak pula jenis buah-buahan yang tumbuh di sana. Masuk kawasan buto ijo dan menemukan istana buto ijo memakan waktu 3 hari lamanya.
"Ya Tuhan, kawasan istana milik buto ijo benar-benar indah dan makmur," kata Nyai Wungu.
"Iya Dinda, Lalu siapa yang memakan buah-buahan ini? Sayang sekali tidak ada yang memakannya. Sampai berjatuhan di tanah," kata Kyai Wungu.
"Iya Romo, sayang sekali buah ini. Buah ini juga besar-besar ukurannya," kata Pangeran Arya.
"Benar Raden," kata Kiai Wungu.
Setelah beberapa waktu istana buto ijo itu kelihatan.
"Semuanya! Lihat ke depan. Itu istananya bukan?" kata Pangeran Arya.
"Benar Raden," kata Nyai Wungu.
"Ayo, cepatkan perjalanan kita," kata Kiai Wungu.
Ngeeek!
Ngeeek!
Ngeeek!
Suara kuda terdengar sambil menuruti perintah tuannya.
Sekarang istana sudah di depan mata mereka, hanya ada jarak tiga meter dari mereka. Di depan mereka terdapat dua patung ular besar. Patung itu terletak di samping kanan dan kiri pintu masuk istana. Tiba-tiba mata Patung itu menyala berwarna merah. Kemudian berubah menjadi sosok ular yang menakutkan. Ular itu besar dan berwarna hijau. Panjang ular itu delapan meter.
"Hai manusia! Kembalilah kalian! Kalau tidak kalian akan menjadi santapan kami," kata Ular itu.
"Tidak, kami ingin bertemu dulu dengan Buto ijo dan membunuhnya!" kata Pangeran Arya.
Sssst!
Sssst!
Akhirnya dua ular menyerang tiga pendekar itu.
Wush!
Wush!
Semburan angin di lancarkan kepada 3 pendekar itu.
Hiyat!
Hap!
Hiyat!
Hap!
Hiyat!
Hap!
Dengan gesitnya mereka menghindari serangan ular raksasa itu. Tetapi ular itu juga mengandalkan ekornya untuk menyerang tiga pendekar itu.
Wuug!
Brugt!
Wuug!
Brugt!
Wuug!
Brugt!
Akhirnya tiga pendekar itu terpental ke tanah karena pukulan ekor ular tersebut.
"Ah!" Erang tiga pendekar itu kesakitan.
"Kanda, meditasi kanda! Apa kelemahan ular itu," kata Nyai Wungu.
"Baiklah!" kata Kiai Wungu.
"Hai...! Lari ke mana pendekar yang satunya," kata ular itu.
Akhirnya Kiai wungu pergi bersembunyi untuk bermeditasi. Sementara Nyai Wungu dan Pangeran Arya menghadapi dua ular itu untuk mengalihkan perhatian mereka. Setelah lima menit Kiai Wungu keluar dari persembunyian. Dan mendekati Pangaran Arya.
"Raden keluarkan padahmu. Panah tubuh ular yang ada lingkaran merahnya," kata Kyai Wungu.
"Baiklah Romo," kata Pangeran Arya.
"Dinda tutup mata ular itu dengan selendang kita," kata Kiai Wungu.
"Iya kanda," kata Nyai Wungu.
Sreet!
Sreet!
Selendang sutra ungu di luncurkan dan menutupi mata dua ular besar itu. Dan dua ular itu terpontang-panting karena tidak bisa melihat.
"Saatnya Raden panah lingkaran merah yang ada di tubuhnya itu," kata Kiai Wungu.
"Baik Romo," jawab Pangeran Arya.
Sreet!
Jleep!
Sreet!
Jleep!
Panah Pangeran Arya mengenai titik kelemahan ular itu, sesuai instruksi Romonya. Dua ular itu terpontang-panting karena terkena panah dari Pangeran Arya.
"Sekarang keluarkan mestika itu dari kipasmu dinda, pindahkan semua mestika itu ke pedangmu atau pedang milik Raden. Setelah itu tebas kepala mereka," kata Kiai Wungu.
"Baik Kanda. Biar aku saja yang menebas kepala mereka," kata Nyai Wungu.
Mestika di dalam kipas sakti di pindahkan ke dalam pedang Nyai Wungu agar mujarab untuk menyerang siluman itu.
Hiyat!
Sleep!
Hiyat!
Sleep!
Akhirnya dua siluman itu berhasil di kalahkan.
"Huh!...Syukurlah," kata Nyai Wungu sambil menghela nafas.
"Kita mengalahkan siluman itu," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden. Dua siluman ini benar-benar sangat kuat," kata Nyai Wungu.
"Iya benar, kalau kita tidak bisa menemukan titik kelemahannya dia juga kebal seperti siluman angin itu," kata Kiai Wungu.
"Iya yang penting mereka sudah mati," kata Nyai Wungu.
"Betul," kata pangeran Arya.
Tiba-tiba dari kepala ular yang terpenggal itu menganga dan membuat penasaran tiga pendekar itu.
"Ayo kita masuk ke istana buto ijo," kata Kyai Wungu.
"Tunggu, lihat mulut ular yang terpenggal itu. Mereka mengeluarkan cahaya hijau," kata Nyai Wungu.
"Wah benar. Coba aku cek terlebih dahulu," kata Pangeran Arya.
Pangeran melihat mulut ular yang mengaga itu. Sinar hijau yang menyala itu tak lain adalah mestika milik ular itu. Jumlah mestika dua dan memiliki ukuran yang sama.
"Wah mestika kembar bunda. Bagus sekali," kata Pangeran Arya sambil mengambil mestika itu.
Kemudian orang tua angkatnya menyusul untuk melihat mestika itu.
"Wah indah sekali Raden," Kata Nyai Wungu sambil membawa daun untuk membungkus mestika itu.
"Biarkan lima menit terbungkus daun dulu dinda, baru nanti satukan ke pedangmu," kata Kiai Wungu.
"Iya kanda," kata Nyai Wungu.
Setelah lima menit Nyai Wungu memasukkan mestikanya ke dalam pedang. Agar menyatu dengan kekuatan mestika lain di hutan lapis sebelumnya.
Bersambung.