Chereads / Perjuangan Cinta Dari Kutukan Ular / Chapter 15 - 15. Memasuki Hutan ilusi Lapis Tujuh Bagian I

Chapter 15 - 15. Memasuki Hutan ilusi Lapis Tujuh Bagian I

Mentari pagi bersinar seakan menyapa bumi. Mengubah kegelapan malam menjadi cerahnya pagi hari. Dari celah tenda sinar mentari menerpa mata Nyai Wungu yang sedang tertidur, lalu dia membuka mata sambil membangunkan suami dan anak angkatnya. Semangat untuk visi dan misi dari tiga pendekar itu masih berkobar untuk melanjutkan perjalanan.

"Kanda? Bangun! Ayo mandi, sarapan dan lanjutkan petualangan kita," kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda," kata Kiai Wungu.

"Raden? Bangun! Ayo mandi dan sarapan. Kita harus siap-siap berangkat sekarang," kata Nyai Wungu.

"Iya Bunda," kata Nyai Wungu.

Tiga pendekar itu selesai mandi dan sarapan pagi kemudian melanjutkan perjalanannya ke hutan lapis tujuh. Dari hutan lapis enam menuju hutan lapis tujuh mereka menghabiskan waktu sepuluh hari lamanya. Saatnya tiba di pintu gerbang hutan lapis tujuh, keadaan pintu masuknya terbuat dari berbatuan padas yang berwarna hitam pekat. Berbatuan itu banyak tumbuh rumput dan lumut liar, menandakan belum terjamah kaki manusia. Ketika memasuki hutan, keadaan hutan itu lebih gersang daripada hutan sebelumnya yang tumbuh banyak pohon, serta angin kencang sering menghembuskan ke arah tiga pendekar itu. Seperti keadaan hutan sebelumnya, hutan lapis tujuh juga ada ilusinya, tiga pendekar itu sering di sesatkan jalannya oleh siluman. Lalu jenis apakah siluman yang terdapat di hutan lapis tujuh?. Yang pasti jenis siluman ini lebih kuat dari hutan sebelumnya. 

"Wah ini lebih parah, keadaannya gersang dan berangin, masih disesatkan pula jalannya," kata Pangeran Arya.

"Iya Raden, dingin pula anginnya, siluman apa yang ada di sini?," kata Nyai Wungu.

"Biasanya karakter tempat juga menandakan karakter penghuni siluman di sini, contohnya di hutan lapis enam, banyak terdapat pohon tinggi bergelantungan, dan banyak sekali pohon pisang, menandakan penghuninya adalah siluman monyet," kata Kiai Wungu.

"Tapi ini banyak angin Kanda, siluman apa ya kira-kira?, tapi lebih baik kita lanjutkan perjalanan ke dalam saja," kata Nyai Wungu.

"Iya ayo kita lanjutkan ke dalam," kata Kiai Wungu.

Ngeek!

Ngeek!

Ngeek!

Suara kuda tiga pendekar itu terdengar ketika menyabetkan tali kuda untuk melanjutkan perjalanan. Mereka melanjutkan ke dalam hutan ilusi, tetapi semakin ke dalam anginnya semakin kencang.

Wuuuus!

Wuuuus!

Wuuuus!

Suara angin kencang menerpa badan tiga pendekar itu.

"Anginnya ya Tuhan," kata Nyai Wungu.

Tiba-tiba ada angin kencang tak sengaja menyambar Pangeran Arya.

Wuuuus!

"Arg...!" erang pangeran Arya karena terjatuh dari kudanya.

"Raden...! Kau tidak apa-apa?" kata Nyai Wungu.

Ke dua pendekar sutra ungu turun dari kuda sambil menyelamatkan anak angkatnya. Kemudian mereka mengikatkan kudanya di bawah pohon yang banyak rumputnya.

"Keadaannya lebih menyeramkan, kuda kita kasih minum Kanda, itu ada sungai kecil," kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda," kata Kiai Wungu.

Tiba-tiba dari atas keluar tiga jin, yang mana kakinya di selimuti lesus dari angin. Wujudnya sangat menyeramkan, tinggi dua anak buahnya dua setengah meter, sementara yang tengah memakai mahkota tingginya tiga setengah meter. Mahkota milik Raja Siluman angin itu ada mestikanya, warna mestika itu yaitu biru muda serta sinar yang terpancar dari mestika itu sangat indah, tapi menambah kesan mistik Raja siluman angin itu. Sementara di leher Raja itu terdapat kalung dari tali yang sederhana, tetapi bandul dari kalung itu memakai kipas yang besar bagi ukuran manusia biasa. Karena tinggi badan Raja itu mencapai tiga setengah meter, makanya kalungnya juga besar. Kipas yang menjadi bandul itu memiliki ukuran panjang satu setengah meter. Kipas yang lumayan besar untuk manusia bukan?. Sementara kepala tiga siluman itu botak, tapi ada rambut sedikit yang di ikat dengan tali akar pohon.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa Raja siluman angin.

Ketiganya turun dari atas sambil tertawa terbahak-bahak. Sambil tangannya memegang perut, pertanda menantang perang kepada tiga pendekar itu.

"Ha...ha...ha...!, Hai para manusia, kembalilah ke asalmu, jika tidak kalian akan mati," kata Raja siluman angin.

"Tidak, kami akan bertemu junjunganmu buto ijo , untuk membunuhnya," kata Pangeran Arya.

"Kurang ajar...!,Langkahi dulu mayat kami," kata salah satu siluman angin.

Hiyat!

Wuuur!

Tangan salah satu anak buah siluman angin itu di arahkan ke Pangeran Arya, kemudian dari tangannya keluar angin yang menyerang Pangeran Arya.

Hiyat!

Pangeran Arya meloncat untuk menghindari serangan siluman itu. Kemudian dari mulutnya mengeluarkan angin kencang yang langsung mengenai Pangeran Arya ketika lengah.

Wuuur!

Brught!

Pangeran Arya terpental dan jatuh ke tanah.

"Ah" kata pangeran Arya yang kesakitan.

Sementara Pendekar sutra ungu menyerang mereka dengan terbang, kemudian melancarkan selendangnya.

Hiyat!

Sreet!

Wuuur!

Tetapi ketika Nyai Wungu melancarkan selendangnya, siluman itu meniup selendang dan mengembalikan serangan kepada lawannya. Hal itu membuat Nyai Wungu jatuh dan terpental ke tanah.

"Ah" erang Nyai Wungu karena terpental ke tanah.

Sementara Kiai Wungu, melancarkan juga selendangnya untuk menyerang, ketika selendang itu melesat ke arah siluman itu, selendangnya si pegang lalu membanting Kiai Wungu ke tanah.

Hiyat!

Sreet!

Hap!

Wiss!

Ketika badan Kiai Wungu akan terpental, Nyai Wungu bangun dan menolongnya. Dia menggunakan selendangnya untuk menjerat suaminya lalu menariknya untuk mendekatinya.

"Gunakan senjata lain dinda, gunakan gada kita coba pukul dari belakan, pinjam gada milik Raden," kata Kiai Wungu.

"Iya Kanda, Raden keluarkan gadamu," kata Nyai Wungu.

"Ini Bunda," kata Pangeran Arya sambil melemparkannya.

Hiyaat!

Hiyaat!

Wush!

Wush!

Kiai Wungu dan Nyai Wungu maju membawa gada sambil terbang, kemudian menghindari serangan angin dari dua anak buah siluman itu. Kemudian mereka dengan cepat terbang ke belakang dan memukul punggung dua anak buah siluman itu dengan keras.

Brugt!

Suara Gada Kyai Wungu mengenai punggung siluman.

Bught!

Siluman itu terpental jatuh ke tanah dan kesakitan.

Brugt!

Suara Gada Nyai Wungu mengenai punggung siluman.

Bught!

Siluman itu terpental jatuh ke tanah dan kesakitan.

"Hah...! Kurang ajar kalian, rasakan ini," kata Raja siluman Angin yang melihat anak buahnya jatuh ketanah.

Wuuur!

Raja siluman angin itu mengeluarkan angin dari mulutnya untuk menyerang Kyai Wungu.

Hiyat!

Kiai Wungu menghindari serangan Raja siluman angin dengan terbang lebih atas. Sementara dari arah belakang ada Nyai Wungu yang terbang di belakang leher Raja siluman itu, menurut Nyai Wungu Raja itu dalam keadaan lengah. Tanpa basa basi selendang itu di lancarkan menjerat leher Raja siluman, dan membantingnya ke tanah.

Hiyat!

Bught!

Suara badan Raja itu terdengar karena terbanting ke tanah.

"Ah" erang Raja siluman angin itu kesakitan.

Sementara melihat ke tiga siluman itu sekarat di tanah, Pangeran Arya dari ketinggian pohon mengeluarkan senjata panahnya. Panah itu pas mengenai punggung tiga siluman itu. Karena mereka terpental secara tengkurap.

Sreet!

Sleet!

Sreet!

Sleep!

Sreet!

Sleep!

Suara anak panah melesat mengenai tubuh tiga siluman angin raksasa itu.

"Ah" erang semua siluman itu.

"Bagus Raden, tapi tiga siluman itu sepertinya masih hidup," kata Kiai Wungu.

Tiba-tiba tiga siluman itu terbangun dan mencabut anak panah dari tubuhnya. Ternyata panah Pangeran Arya tidak masuk ke dalam, karena daging siluman itu sangat tebal, tubuhnya bagai raksasa. Makanya panah tidak bisa menembus ke dalam tubuh siluman itu.

"Ah...! Cruut!" suara siluman itu terdengar ketika mencabut anak panah dari tubuhnya.

"Rasa sakit panahmu hanya seperti tertusuk duri, ha...ha...ha," kata Raja siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa Raja siluman angin.

Para siluman angin itu terbangun dan siap untuk bertarung lagi.

"Rasakan ini!" kata Raja siluman angin sambil meniupkan angin besar ke arah Pangeran Arya.

Wuuuuur!

Angin itu melesat menuju ke Pangeran Arya. Dengan sigap selendang Nyai wungu menjerat tubuh Pangeran dan menariknya ke atas, karena Pangeran memang tidak bisa terbang.

Sreeet!

Hap!

Pangeran di tarik ke atas di pegang badannya oleh Nyai Wungu. Sementara Kyai Wungu mendekat sambil memegang badan anak angkatnya yang tidak bisa terbang itu.

"Terima kasih bunda," kata Pangeran Arya.

"Iya Raden, musuh ini benar-benar kuat," kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda, kita sudah membantingnya ke tanah, tapi masih saja bisa bangkit, tapi aku yakin, pasti ada titik kelemahannya," kata Kiai Wungu.

Wuuuur!

Tiba-tiba angin di luncurkan siluman itu tepat mengenai tiga pendekar itu. Ke tiga pendekar terpental, kemudian supaya tidak terjatuh, selendang milik pendekar sutra ungu itu melesat di ikatkan pohon, supaya tidak terbanting ke tanah.

Sreeet!

"Ah!" kata ke tiga pendekar itu karena hampir terpental.

Hiyat!

Kemudian tiga pendekar itu meloncat ke dahan pohon.

"Ha...ha...ha...! Bagaimana? Apa kalian masih ingin melanjutkan perjalanan untuk membunuh buto ijo junjungan kami?, kalian belum mampu melawan kekuatan kami," kata Raja siluman angin.

"Tidak, kami akan tetap melanjutkan perjalanan untuk membunuh buto ijo," kata Nyai Wungu.

"Kalian keras kepala! Rasakan ini," kata siluman angin.

Wuuuur!

Tiba-tiba angin itu meluncur mengenai tiga pendekar itu, mereka terlempar ke danau, dengan gesit selendang Kiai Wungu melesat dan membentuk wadah untuk menerima badan mereka.

Sreet!

Sreet!

Sreet!

"Ah!" kata ke tiga pendekar itu karena hampir masuk ke danau.

Kali ini mereka akan lawan satu per satu. Kiai Wungu melawan Rajanya, Nyai Wungu dan Pangeran Arya melawan anak buahnya. Pangeran Arya perang di bawah, sementara Pendekar sutra ungu itu perang dari udara.

Dengan tangan kosong siluman angin itu menyerang Pangeran Arya, Pangeran menggunakan pedang untuk perlawanan.

Wuuur!

Hiyat!

Sreet!

Suara pedang tepat menyabet badan siluman itu dari belakang. Karena Pangeran menghindar dari hembus angin, kemudian meloncat ke belakang. Dan sabetan pedang tepat mengenai siluman itu. Tapi anehnya darah siluman itu berwarna hitam.

"Ah!" erang siluman itu kesakitan.

"Kurang ajar!" teriak siluman itu.

Weeet!

Tiba-tiba tangan besar siluman itu menghantam Pangeran Arya dan terpental ke semak-semak.

Sementara Nyai Wungu menggunakan senjata pedangnya untuk melakukan perlawanan terhadap siluman itu. Semburan angin di luncurkan siluman itu, tapi dengan gesit Nyai Wungu terbang untuk menghindarinya.

Wuuuur!

Hiyat!

Wuuuur!

Hiyat!

Wuuuur!

Hiyat!

Suara angin melesat ke sana ke mari menyerang Nyai Wungu. Saat lengah Nyai Wungu menyabetkan pedangnya di bagian perut belakang. Darah hitam juga keluar dari tubuh siluman itu.

"Ah!" erang siluman itu kesakitan.

"Kurang ajar!" teriak siluman itu.

Tiba-tiba mulut dan dua tangan siluman itu mengeluarkan angin, hal itu membuat kewalahan Nyai Wungu untuk menghindar. Akhirnya angin itu mengenai Nyai Wungu dan terpental ke danau.

Wuuur!

Byuur!

"Ha...ha...ha...!" tawa satu siluman angin karena berhasil mengalahkan musuhnya.

Nyai Wungu berenang ke tepi danau, kemudian sembunyi di balik berbatuan.

"Hai....! Keluarlah pendekar wanita hadapi aku lagi, ha...ha...ha," kata siluman angin itu menantang.

Bersambung.