Chereads / Perjuangan Cinta Dari Kutukan Ular / Chapter 16 - 16. Memasuki Hutan ilusi Lapis Tujuh Bagian II

Chapter 16 - 16. Memasuki Hutan ilusi Lapis Tujuh Bagian II

Sementara Kiai Wungu harus berhadapan dengan Rajanya, yang lebih tangguh. Kiai Wungu menggunakan senjata gadanya untuk melakukan perlawanan terhadap siluman itu. Semburan angin di luncurkan siluman itu, tapi dengan gesit Kiai Wungu terbang untuk menghindarinya.

Wuuuur!

Hiyat!

Wuuuur!

Hiyat!

Wuuuur!

Hiyat!

Suara angin melesat ke sana ke mari menyerang Kiai Wungu. Saat lengah Kiai Wungu memukulkan gadanya di bagian perut belakang. Lagi-lagi pukulan gada itu mengenai punggung Raja siluman angin dan terpental ke tanah.

Hiyat!

Brught!

"Ah," erang Raja siluman itu kesakitan.

"Kurang ajar kau, rasakan ini," kata Raja siluman angin itu.

Wuuur!

Raja siluman angin itu terbang, sambil mengapalkan tangan untuk memukul Kiai Wungu. Tapi berhasil menghindar ke kanan. Ketika tahu terbang ke arah kanan, tangan besar itu menampar badan Kiai Wungu dan terpental ke danau yang mana istrinya bersembunyi di batu-batu danau itu.

Plak!

"Ah" erang Kiai Wungu kesakitan.

Byuur!

"Hai....! Keluarlah para pendekar hadapi aku lagi, ha...ha...ha," kata siluman angin itu.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!keluarlah," tawa Raja siluman angin.

"Sepertinya mereka tak ada nyali lagi untuk menghadapi kita baginda," kata salah satu anak buah siluman angin.

"Iya Baginda, Kita sudah menunggu dari tadi tak ada kabar dari mereka, apa mereka melarikan diri ke hutan sebelumnya?, apa lebih baik kita cari mereka saja," kata salah satu anak buah siluman angin.

"Tidak perlu, malah kita buang-buang waktu, kalau mereka tidak keluar dalam waktu yang lama , berarti mereka sudah menganggap kekalahan mereka," kata Raja siluman angin.

"Iya, baginda," kata salah satu anak buah siluman angin.

"Ayo kita ke bawah, untuk tapa , meminta pada junjungan kita buto ijo, agar luka di tubuh kita di obati dari jarak jauh," kata Raja siluman Angin.

"Iya, baginda," kata salah satu anak buah siluman angin.

Wuuur!

Wuuur!

Wuuur!

Mereka terbang ke bawah untuk tapa, dengan duduk bersila. Beberapa menit kemudian luka-luka serangan dari tiga pendekar itu lenyap dari tubuhnya.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa Raja siluman angin.

"Luka kita sudah sembuh, ini berkat pertolongan Raja Buto ijo junjungan kita," kata Raja siluman angin.

"Iya, baginda," kata salah satu anak buah siluman angin.

Mereka tertawa terbahak-bahak di tanah, sambil bercanda gurau merayakan kemenangan mereka melawan musuh.

Ketika itu Kiai Wungu melihat istrinya dari belakang. Kemudian langsung mendekatinya. Pangeran Arya yang tahu orang tua angkatnya terpental ke danau dan bersembunyi di batu-batu danau, dia langsung melarikan diri ke semak-semak danau dan mencari orang tua angkatnya. Ketika menyelam, Pangeran sudah menemukan orang tua angkatnya dengan melihat kaki mereka di air.

Byuur!

"Raden kau bisa menemukan kami? syukurlah," kata Kiai Wungu.

"Iya Romo, Aku tahu kalian terpental kesini dan bersembunyi, karena aku lihat kaki kalian saat berenang, he...he...he," kata Pangeran Arya.

"Iya Raden, lihatlah mereka sedang tapa, meminta bantuan dari Buto ijo," kata Kiai Wungu.

"Iya Kanda, hanya beberapa menit luka dari serangan kita telah sembuh, tanpa bekas Kanda," kata Nyai Wungu.

"Kita sudah bertarung menghabiskan tenaga kita, tapi siluman itu sulit dikalahkan," kata Pangeran Arya.

"Iya Raden, kuat sekali mereka, di tambah badan mereka seperti raksasa dan berdaging tebal," kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda, Kira-kira apa kelemahan dari siluman itu, apa aku harus meditasi dengan guruku, supaya dapat petunjuk," kata Kiai Wungu.

"Lebih baik begitu Kanda, siapa tahu ada jalan keluar untuk mengalahkan mereka, aku dan Raden akan menjagamu ketika engkau meditasi kepada guru kita," kata Niai Wungu.

"Baiklah dinda, aku mulai meditasinya sekarang," kata Kiai Wungu.

Kiai wungu memulai meditasi dengan memejamkan mata. Sekitar sepuluh menit lamanya dia bermeditasi, sementara di samping kiri ada Pangeran dan samping kanan ada istrinya, mereka menjaga Kiai Wungu saat memejamkan mata. Kemudian dia membuka matanya.

"Bagai mana Kanda? Kau sudah dapatkan jawabannya?" kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda, aku sudah dapatkan jawabannya," kata Kiai Wungu.

"Ceritakan Romo," kata Pangeran Arya.

"Jadi begini, letak kelemahan Raja siluman angin itu terletak di kalung kipasnya. Jika kita mengambil kipasnya maka kekuatan dari tiga siluman itu akan berkurang. Kipas itu juga senjata untuk mengeluarkan angin. Contohnya jika kipas itu di libas kan musuh maka akan keluar angin. Kipas itu adalah senjata untuk melawan mereka juga dinda," kata Kiai Wungu.

"Oh begitu?, tapi kipas itu hanya terdapat di Rajanya, berarti kita fokus untuk menyerang Rajanya, lalu bagaimana dengan dua anak buahnya? Kita perlu atur strategi," kata Nyai Wungu.

"Begini saja bunda, kalian terbang membawa pasir untuk menaburkan ke mata dua anak buahnya, kemudian ikat badannya lalu bantinglah mereka ketanah. Kemudian akan aku panah dua siluman itu. Setelah mereka kesakitan kalian fokus menyerang Rajanya, kalau perlu pukul kepala Raja itu dengan gadamu Romo, setelah itu Bunda bisa menarik kipas dari lehernya," kata Pangeran Arya.

"Ide yang bagus Raden saya setuju," kata Kiai Wungu.

"Saya juga setuju Raden," kata Nyai Wungu.

"Sekarang kita cari pasirnya kita bungkus daun saja," kata Nyai Wungu.

"Tadi saya melihat pasirnya di tepi batu-batu ini bunda, sebentar akan aku carikan, kalian tunggu di sini," kata Pangeran Arya.

Pangeran berenang ke tepi berbatuan yang ada pasirnya kemudian membungkus dengan daun menjadi empat bagian, dua bungkus untuk Romonya dan dua bungkus untuk bundanya.

"Ssssst...! Romo, Bunda! Berenanglah kemari senjata pasir sudah siap," kata Pangeran Arya.

"Iya Raden," kata Kiai Wungu dan Nyai Wungu sambil menganggukkan kepala.

Pendekar sutra ungu mendekati anak angkatnya itu.

"Bagus Raden, kami lakukan penyerangan dulu setelah itu Raden menyusul ya. Sekarang ayo kita lakukan Kanda," Kata Nyai Wungu.

"Baik Bunda," kata Pangeran Arya.

"Ayo Dinda," kata Kyai Wungu.

Pendekar sutra ungu itu terbang membawa pasir di sakunya. Dan menantang kembali siluman angin itu.

Wer!

Wer!

"Kami siap menantang kalian kembali, majulah!" kata Nyai Wungu.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa salah satu siluman angin.

"Ha...ha...ha...!" tawa Raja siluman angin.

"Baginda, mereka ingin cari mati di tangan kita, Ha...ha...ha....!" kata salah satu siluman angin.

"Kita lawan saja mereka," kata Raja siluman angin.

"Tapi kenapa pendekar yang datang hanya berdua, apa yang satunya sudah sekarat?, Ha...ha...ha...!" kata salah satu siluman angin.

"Jangan banyak bicara kalian, majulah! Hadapi kami," kata Kyai Wungu.

Wush!

Wush!

Wush!

Tiga siluman itu terbang ke atas dengan posisi sang Raja berada di tengah. Ini adalah posisi yang pas untuk penyerangan mereka. Tanpa basa-basi dan dengan cepat Kyai wungu dan Nyai Wungu terbang mendekati anak buahnya. Kemudian bungkusan pasir itu di lemparkan tepat mengenai mata anak buah siluman itu.

Wer!

Sring!

"Ah!" erang dua siluman angin yang terkena pasir matanya.

"Perih...perih...perih! Oh mataku," kata dua siluman angin sambil mengucek matanya.

Melihat kesempatan itu Kiai wungu dan Nyai Wungu menjerat badan kedua siluman itu dengan selendang dan membantingnya ke tanah.

"Ah!" erang dua siluman angin yang terpental ke tanah.

Sementara Raja yang kebingungan, segera menolong anak buahnya. Ketika Raja mau menyemburkan anginnya untuk menyerang pendekar sutra ungu, Pangeran Arya datang membantu. Pangeran berlari mendekati Raja itu dan mengeluarkan anak panahnya ke perut sang Raja.

Sreeet!

Jleep!

"Ah!" erang dua siluman angin yang terkena anak panah di perutnya.

"Ah! Kurang ajar! Sriiit! Cruut!" kata Raja Siluman angin sambil mencabut anak panah milik Pangeran Arya.

Sementara, melihat dua anak buahnya yang sedang sekarat dan matanya perih pendekar sutra ungu tak menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Kanda, ayo serang Rajanya dia kesakitan juga terkena anak panah dari Raden," kata Nyai Wungu dengan bisik-bisik.

"Ayo dinda, serang!," kata Kiai Wungu sambil menganggukkan kepala.

Dari arah belakang Kiai Wungu melesat kan selendang menutupi mata dan mencekik leher Raja angin itu. Kiai Wungu mencekik siluman itu dengan menarik selendangnya. Setelah di tarik selendang Kiai Wungu memukul kepalanya dengan gadanya.

"Ah..!" erang Raja siluman angin ketika tercekik.

Hiyat!

Brught!

"Ah..!" erang Raja siluman angin ketika dipukul kepalanya dengan gada.

Posisi Raja siluman angin masih di atas dan kesakitan, kesempatan Nyai Wungu untuk mengambil pusaka kipas milik Raja itu.

Wush!

Hiyat!

Tlek!

Nyai Wungu terbang ke badan Raja siluman angin itu dan mengambil pusaka kipasnya. Setelah di ambil Kiai Wungu melemparkan badan Raja siluman itu ke tanah.

Hiyat!

Bught!

"Ah!" erang Raja siluman angin yang terpental ke tanah.

"Mana pusaka kipasku!, hai pendekar wanita, kembalikan kipasku," kata Raja siluman angin.

"Tidak, ini adalah kelemahanmu bukan?" kata Nyai Wungu.

Tiba-tiba anak buah siluman angin itu terbangun dan mengejar Nyai Wungu. Tapi Nyai Wungu menghindar dan menendang mata siluman angin itu.

Wush!

Hiyat!

Brught!

"Ah" erang siluman itu kesakitan.

Tendangan Nyai Wungu mengenai kepala siluman angin itu.

Sreeet!

Selendang ungu di lesat kan ke badan siluman itu, kemudian terpental ke tanah.

Brught!

"Ah" erang siluman itu kesakitan.

"Bangkit, bangkit, bangkit!, satukan kekuatan kita untuk melindungi Raja Buto ijo dari mereka," kata Kiai Wungu.

"Siap baginda," kata anak buah siluman angin.

Wuuur!

Wuuur!

Wuuur!

Siluman itu terbang ke atas sambil mengeluarkan semburan angin untuk menyerang tiga pendekar itu. Tahu kipas yang di pegang bisa di gunakan senjata, Nyai Wungu melibaskan kipasnya ke arah tiga siluman itu.

Hiyat!

Wush!

Wush!

Wush!

Ke tiga siluman itu terpental ketanah lagi, sepertinya kekuatan mereka berkurang.

Hiyat!

Brught!

Brught!

Brught!

Kiai Mendekati tiga siluman itu dan memukulnya dengan gada.

"Ah" erang tiga siluman angin kesakitan.

"Raden, saatnya membunuh mereka dengan pedang yang sudah di isi mestika sebelumnya," kata Kiai Wungu.

Hiyat!

Sreet!

Sreet!

Sreet!

Pangeran Arya berlari dan memenggal kepala tiga siluman itu. Akhirnya tiga siluman itu mati di tangan tiga pendekar. Angin yang tadinya kencang, jadi hilang setelah kematian siluman itu. Sementara dari kepala Raja siluman angin yang terpenggal muncul cahaya mestika berwarna biru muda yang siap untuk di ambil.

"Ambil mestikanya Raden," kata Kiai Wungu.

"Wah, mestika yang indah sekali," kata Pangeran Arya.

Pangeran Arya mengambil mestika itu dan membungkusnya dengan daun.

"Bungkus dulu dengan daun raden, agar aura negatifnya bisa di netral kan dengan daun, setelah netral baru kau masuk kan ke dalam pedangmu, agar semakin sakti," kata Kiai Wungu.

"Iya Romo," kata Pangeran Arya.

"Huh, pertarungan yang sangat menantang sekali dan begitu sengitnya pertempuran kita melawan siluman angin itu," kata Nyai Wungu.

"Badan seperti remuk," kata Pangeran Arya.

"Tapi syukurlah kita memenangkan pertempuran ini dan syukurlah Dinda mendapatkan senjata kipas itu" kata Kiai Wungu.

"Iya Kanda...tapi baju kita basah kuyup ini habis tercebur di sungai," kata Nyai Wungu.

"Kita kan bawa beberapa baju perlengkapan dinda," kata Kiai Wungu.

"Aku juga bawa Romo," kata Pangeran Arya.

"Sebaiknya kita ganti baju Kanda, kita ganti baju dulu ya Raden," kata Nyai Wungu.

"Iya Bunda," kata Pangeran Arya.

Bersambung.