Chereads / K3BIH / Chapter 9 - Bab IX

Chapter 9 - Bab IX

Ruangan untuk latihan beladiri nampak begitu tegang, tidak ada sorak-sorai yang biasa terjadi saat ada adu satu lawan satu. Di pinggir lapangan terlihat beberapa junior menahan nafas, tatapan mereka tidak lepas dari dua orang yang sedang bertanding di tengah sana. Hampir semua telah menjadi lawan tidak imbang dari Byta, dan berakhir dengan kalah telak dari para juniornya. Beberapa senior tidak mau ambil peran dalam aksi kalap Byta, mereka memilih untuk tetap diam terlebih hingga saat ini memnag belum ada lawan yang seimbang untuk gadis itu.

Selain pandai bermain basket Byta juga sangat lihai dalam beladiri, mengingat gadis itu terlahir sebagai perempuan namun ayahnyalah yang memiliki peran penting dalam merubah kodrat Byta. Ia memiliki dua orang kakak perempuan yang sangat feminim, berbanding terbalik dengannya yang sejak awal sudah di paksa untuk bertindak sebagai lelaki. Ayah Byta seorang pemilik perusahaan membuat alat-alat gym dan kesehatan, dan sering kali melibatkan Byta dalam percobaan alat yang sudah usai. Jadi tidak heran bila gadis itu sangat berbakat dalam hal olahraga dan kekuatan.

Sejak awal latihan Byta terlihat sangat arogan, bahkan saat melawan juniornya Byta tidak sedikitpun berusaha mengalah atau mengimbangi. Ia justru menggunakan kekuatan penuhnya dengan terus membabi buta pada serangan-serangan yang ia layangkan pada lawan. Kali ini yang menjadi sasaranya adalah junior laki-laki yang pernah menang lomba daerah saat masih di SMP, sehingga Byta sangat berharap mendapatkan lawan yang seimbang. Namun juniornya memiliki batas dalam adu tanding dengannya, pada akhirnya juniornya terjatuh saat Byta tak juga mengurangi gaya penyerangnya.

"Berdiri, lo masih bisakan" Ucap Byta dingin, gadis itu sedang dalam keadaan tidak mood sekarang, terlebih tanpa sengaja mendengar bualan sang junior yang membuatnya kalap.

"Maaf kak, aku udah sampai batasnya" lelaki dengan potongan cepak itu undur diri, ia tidak menyangka kakak kelasnya itu akan menyerangnya secara brutal

"Bukannya jentikan jari Lo bisa menerbangkan rok para wanita, harusnya dengan tangan Lo itu mampu melemparnyakan" Tegas Byta dengan tatapannya yang menakutkan, gadis itu mendadak sangat agresif

"Udah By, Lo apa-apaan sih lihat mereka udah pada kelelahan tuh" Bryan menghentikan Byta sambil menyapu wajah-wajah tegang adik kelasnya dengan pandangan iba.

"Kalau gitu kenapa gak Lo aja, bukannya cowok sama aja menjadikan kekuatan mereka untuk menyiksa wanita" Gelegar Byta tepat di depan wajah Bryan, lelaki itu tersentak kaget, nafas hangat dari Byta membuat bulu kuduk Bryan menegang. Lelaki itu reflek menjauh saat dirasa detak jantungnya terpompa hebat, sekalipun saat itu Byta dalam emosi yang sangat tinggi namun tubuh Bryan justru bereaksi lain.

"Oke oke, kalian sekarang bubar latihan hari ini sudah usai" Ucap Bryan sambil menghalau yang ada di ruangan itu untuk segera pergi menjauh, dengan ekor matanya Bryan melihat Byta menepi dan duduk di pinggir lapangan.

"Kak tolong kak Byta ya kak" Ucap seorang junior cewek saat ia hendak menutup pintu, ketiga junior itu menetap harap pada Bryan.

"Memang apa yang terjadi" Tanya Bryan akhirnya

"Tadi Zeni dan teman-teman tadi mengejek kita dan kak Byta, dia bilang sekuat apapun cewek tetap akan kalah sama kekuatan cowok"

"Dia juga sedikit pelecehan seksual" Ucap salah satu dari mereka yang sepertinya dialah korbannya.

"Tolong ya kak, buat kak Byta kembali tenang" Lanjutnya sambil memasang wajah berharap pada lelaki itu, mereka sangat mengagumi Byta gadis tangguh itu selalu menjadi panutan bagi ketiga gadis yang mengenal Byta saat mereka dalam masalah.

"Aku usahain ya" Jawab Bryan kurang yakin, melihat kondisi Byta lelaki itu yakin ada masalah lain yang mengganggu cewek itu.

Bryan sengaja mengunci pintu ruangan, memang untuk beladiri pihak sekolah sudah menyerahkan padanya. Sambil menunggu pelatih yang mengundurkan diri beberapa bulan lalu, tidak salah bila sekolah mempercayakan pada Bryan. Lelaki itu sudah beberapa kali memenangkan turnamen dan juga sudah berhak menjadi pengajar. Sedang basket sebenarnya hanya hobinya saja, ia juga sedang menunggu seorang yang mampu memimpin untuk melepas jabatannya sebagai kapten di group basket.

Melihat kedatangan Bryan yang sudah lengkap dengan seragamnya, Byta berdiri pada posisi dan segera memasang kuda-kuda untuk menyerang. Byta sangat serius melayangkan pukulannya pada Bryan, untung Bryan dapat terus mengimbangi gadis itu. Sampai sejam lebih mereka masih bertahan, Bryan sempat melihat wajah gadis dengan rambut pendeknya nampak suram dan sembab. Benar saja, Byta sast ini dalam kondisi kurang baik entah apa yang membuat gadis itu sangat frustasi. Kini serangan-serangan Byta terlihat asal dan tidak fokus. Terbukti saat tanpa sengaja Bryan berhasil melayangkan pukulannya pada Byra, lelaki itu tidak menyangka bila Byta akan lengah sehingga Bryan melayangkan pukulan yang sangat kuat. Byta tertunduk sambil menenggelamkan wajah pada kedua kaki, cukup lama gadis tidak juga beranjak, perlahan kedua pundak gadis itu bergerak naik turun beringin suara sesenggukan darinya. Dalam posisi seperti ini Bryan benar-benar bingung, lelaki itu mendekat perlahan berjongkok dan mengelus kepala Byta.

Bryan tidak mengerti harus berbuat apa, ia merasa kagok sekaligus bersimpati pada gadis didepannya. Ia tak bersuara tak juga bertanya tentang masalah apa yang membuat gadis itu menangis, ia sempat merasa bahwa pukulannya menyakiti Byta. Namun bila demikian, Byra bukanlah cewek cengeng yang akan menangis hanya karena pukulan. Bryan mendekat mencoba mendongakkan wajah Byta, lelaki itu syok melihat butiran bening terus berjatuhan dari mata bening Byta. Detik selanjutnya Bryan lebih syok bahkan ia sempat lupa bernafas saat Byta mendadak memeluknya. Dalam kondisi yang sangat tidak baik Bryan berusaha menenangkan Byta, kedua tangan lelaki itu telah ia gunakan untuk menyangga tubuhnya yang terjerembab kebelakang. Ia merasa tumit kakinya mulai kram, dengan perlahan Bryan mencoba bangkit sambil terus memeluk Byta.

"Maaf" Ucap Byta yang spontan melepas pelukannya dan terduduk, Bryan merilekskan tubuhnya dan ikut duduk bersila didepan Byta

"ya, ya" Bryan gugup, keheningan menjadi penengah di antara keduanya

"Thanks ya" Tiba-tiba Byta beranjak, tanpa mengganti pakaian gadis itu segera mengambil barang-barangnya dan segera beranjak pergi.

Namun karena entah terlalu malu atau memang pikirkan masih kacau gadis itu tak juga dapat membuka pintu. Bryan segera beranjak membantu Byta yang justru karena tinggkahnya semakin membuat jarak keduanya sangat dekat. Byta tidak terlalu tinggi, namun wajah gadis itu kini tepat di depan wajah Bryan. Entah dorongan dari mana hingga Bryan secara perlahan melumat bibir bawah Byta, bersamaan keduanya tersadar menciptakan semburat merah pada dua wajah. Byta segera berlari menjauh saat pintu berhasil dibuka, meninggalkan Bryan dengan kehangatan yang tidak dapat ia hilangkan.

Byta memandang langit-langit kamarnya saat kakak pertamanya menyapa dengan berbisik. Byta terlonjak kaget menyadari wanita dengan dress anggunya sudah berada di atas ranjangnya juga.

"Apaan sih kak, kenapa gak ketuk pintu dulu" Ucap Byta sebal

"Eh gue udah ratusan kali ya ngetuk tuh pintu, tapi lo-nya aja yang budeg" Kakak pertamanya itu memang suka ceplas-ceplos

"Oh" Hanya itu yang keluar dari mulut Byta

"Ah oh aja, tuh ada teman Lo datang" Kak Vista melempar bantal pada wajah Byra yang masih bengong

"Ih nyebelin" Rengek Byta sambil keluar kamar

Byta menebak-nebak dari keenam temannya yang datang, biasanya Icya, namun Byta yakin bukan Icya. Tapi Byta yakin dari kelima temannyalah yang datang, hingga saat mengetahui tebakannya meleset Byta bengong. Kejadian sore tadi mendadak terlintas di benaknya menimbulkan semburat merah di kedua pipi Buta.

"Mau ngamar sama pacar Lo By" Ucap Kak Vista dengan suara keras, tentu saja Byta semakin malu dengan ucapan kakaknya itu

"Apaan sih kak" Byta mendorong menjauh kak Vista sebelum semakin kacau apa yang akan keluar dari mulut kakaknya itu.

"Ada apa Bry" Byta berusaha bersikap tenang, sekalipun ia sudah sering berhubungan dengan laki-laki namun baru kali ini Byta merasa di anggap sebagai wanita.

"Kamu udah baikan" Sebutan 'kamu' dari mulut Bryan telah membuat Byta semakin salah tingkah

"Ya, ya gini deh"Jawab Byta gelagapan

"Aku udah tau masalah kalian, maaf ya tadi sempat gak percaya sama kamu" Ucap Bryan tulus "Mau keluar" Byta menatap Bryan, ada ketulusan didalam mata lelaki itu, apakah hanya dirinya yang canggung.

"Boleh" Akhirnya Byta mulai dapat mengatur sikapnya, ia tidak mau Bryan berfikir macam-macam tentang apa yang terjadi sore tadi. Terlebih ia juga risih menyadari ibu dan kedua kakaknya mengintip dari balik pintu ruang tamu.

"Aku mau pergi" Ucap Byta sambil membuka lebar-lebar pintu penghubung ruang tamu, ketiga wanita itu terjerembab dengan salah tingkah mereka tersenyum aneh pada Byta.

Secara naluri Byta segera mengganti pakaiannya dengan celana jeans, kaos oblong jaket kulit dan tas selempang hitam. Hingga siapapun yang bertemu dengannya akan menganggap Byta cowok manis, kedua kakaknya hendak berkomentar saat melihat penampilan adiknya itu. Namun lelaki bertubuh tegap yang kemudian menghalangi Mereke menepuk Byta dan tersenyum tipis, membuat keduanya mundur perlahan.

"Jangan kemalaman" Ucap lelaki itu, Byta menoleh dan menjabat tangan ayahnya

"Siap yah" Ucap Byta lelaki itu tersenyum lagi, dengan ekor matanya ia meneliti dengan serius Bryan.

Tidak ada reaksi berlebih dari cowok itu, bahkan terlihat sangat biasa saja seolah ia tidak peduli dengan penampilan Byta. Bahkan saat Byta masih di kamar dan bertemu dengan kedua kakaknya lelaki itu tidak mengindahkan penampilan sexi mereka.

"Mari om, Tante" Pamit Bryan tanpa rasa canggung, ia sempat mengobrol dengan ayah Byta dan entah mengapa mereka merasa nyambung.

Pemandangan malam sangat indah, kerlip lampu kota menambah cantik gelapnya malam. Bryan mengajak Byta naik kepengunungan, mereka bertemu dengan sekelompok pembalap liar. Bryan dengan percaya diri mengikuti perlombaan itu tanpa menurunkan Byta, Byta mengangkat kedua alisnya. Ia memang mendengar bahwa ada balap liar di area pegunungan ini, namun Byta tidak tau bila Bryan mengenal mereka bahkan ikut menjadi bagian dari mereka. Mungkin pikirannya salah, karena sekalipun telah berhasil menyalip pembalap lain dan berada paling depan Bryan justru memacu motornya melewati batas perlombaan.

"Kok kita kabur" Ucap Byta tidak dapat menahan keheranannya, mendengar itu Bryan tertawa walau cukup samar namun suara Byta yang keras masih terdengar olehnya.

"Dari awal memang aku gak ikut kok, kan mereka yang memaksa" Ucap Bryan "Aku juga tidak mengenal mereka, hanya tau aja bila mereka sering melakukan bali (balapan liar) di area pegunungan" Lanjut Bryan yang membuat

"Jadi Lo gak sengaja ngajak gue kesini" Sebenarnya Byta masih gagu buat nyebut aku kamu

"Emm mungkin" Jawab Bryan gantung, Byta tidak ingin bertanya lagi terlebih ia merasa tenggorokannya kering karena harus berteriak saat berbicara dengan Bryan. Angin pengunungan yang berhembus kencang membuat suara keduanya tidak terlalu jelas. Bryan harus menoleh bila ingin berbicara karena itulah Byta memilih menahan pertanyaan-pertanyaannya.

Byta melihat sesuatu yang terang di depan sana, ia yakin Bryan akan membawanya kesana. Terlebih sepertinya tempat itu memang tempat terakhir dari perjalanannya mereka.

Byta terpesona, melihat ada sebuah kafe di atas pegunungan. Ia merasa kurang update dengan lokasi kece ini, dalam hati ia akan mengajak teman-temannya datang kesini nanti. Byta celingukan gadis itu terlihat sedang mencari sesuatu.

"Nyari apa" Tanya Bryan yang menyadari tingkah Byta

"Teman-teman Lo" Jawab Byta

"Hah, ngapain mereka disini" Tanya Bryan bingung, mendengar itu Byta jadi salah tingkah ia berfikir mungkin akan bertemu dengan teman-teman Bryan disini.

"Lah kita disini ngapain" Setelah mengucapkan kata itu Byta menyesal, dalam hati dia mengutuk sendiri

"Mau makan apa" Tanya Bryan seolah tidak peduli dengan pertanyaan konyol Byta

"Yang bisa ngilangin bed mood ada gak, gue kan baru kesini jadi gak tau menu apa aja yang ada" Ucap Byta, Bryan tersenyum sambil menyerahkan daftar menu pada weiters yang ada didekatnya. Kini Byta bingung, namun ia tidak mau banyak tanya sekarang.

Byta tau banget dengan menu yang disajikan untuknya, apalagi saat melihat daftar di dinding menu yang memang banyak tersedia dibanyak kafe. Mungkin karena pengaruh lapar membuat Byta melumat habis seluruh menu yang disajikan, Bryan sendiri juga sudah hampir habis di menu kedua. Byta cukup lega, karena tidak harus bersikap jaim saat bersama Bryan. Lelaki itu seolah membuatnya untuk merasa tenang dan nyaman, seakan mereka sudah sering melakukan bersama.

Sebelum kembali mengantar Byta pulang, mereka sempat mampir kepuncak gunung. Ternyata disana banyak sekali muda-mudi bersama teropong mereka, saat itu Byta baru sadar bila langit malam ini sangat terang dan indah. Tidak heran bila para penikmat bintang tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut, Byta sempat ikut mengintip salah satu bintang lewat teropong salah satunya. karena ia tidak tau apapun gadis manis itu hanya mengangguk saat pamilik teropong memberi penjelasan.

"Masnya baru datang kesini ya" Tanya seorang gadis berhijab yang sejak tadi menjaga jarak padanya.

"Iya" Jawab Byta singkat, ia mengerti mengapa gadis itu menjauh membuatnya teringat Icya.

"Mau apa Lo, dia cewek gue" Bryan menangkis tangan seorang cowok yang hendak merangkul Byta, mendengar ucapan Bryan beberapa yang ada di sana terlihat kaget, terlebih gadis berhijab tadi.

"Lo cewek, pantes cantik banget maaf tadi mau gue ajak foto bareng" Cowok itu cengengesan, namun Bryan terlihat masih jengkel

"Ha ha ha" Byta tertawa lepas, entah mengapa sesuatu yang sesak disana telah menghilang untuk saat ini.

Bryan terbius dengan tawa Byta, walau gadis itu tertawa mengikuti yang lain namun Bryan merasa lega. Ia memegang dadanya yang berdebar hebat, Bryan juga menyadari rasa panas di wajahnya.

"Bry sini" Byta melambaikan tangannya pada Bryan untuk mendekat

Ternyata malam sudah semakin larut, para pecinta bintang itu hendak pergi terlebih awan hitam mulai menghalangi. Acara yang tidak dipahami keduanya itu berakhir dengan foto bareng, mereka berpencar dengan pasangan masing-masing menyusuri gelapnya malam.

"Thanks" Ucap Byta pelan, Bryan tersenyum mendengarnya

Sepanjang perjalanan keduanya dalam pikiran masing-masing, terlebih angin malam yang semakin dingin menampar membuat suara-suara disekitarnya tertelan. Hingga terdengar bagai dengungan lebah dan desiran mesin motor yang saling menyalip.