Semburat jingga memancar indah dari balik awan, perpaduan warna yang kontras dari lembaran langit biru senja. Hanya sesaat Radin menatap nanar dan dengar kasar menutup kembali gorden jendela kamar, lelaki itu kehilangan minat untuk menikmati keindahannya. Bayangan wajah seseorang yang mengajarinya bagaimana cara menyukai senja, melintas bergantian dengan peristiwa penghancur seluruh hidupnya. Tidak, dialah yang memaksakan menyukai apapun tentangnya, sejujurnya ia hanya meniru apa yang disukai oleh gadis itu, dan kini ia membenci senja hanya karena menjadi saksi bisu akan ketidakberdayaannya kala itu.
Radin telah bertengger diatas kuda besi, meliuk-liuk diantara hiruk-pikuknya para penjajah jalanan. Ia tidak tau mengapa kemacetan selalu menjadi hal lumrah bagi khayalak umum, seolah menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Lelaki itu mencari celah agar dapat segera lepas dari kemacetan, entah mengapa hari ini terasa lebih parah dari hari kemarin. Bahkan ia harus menunggu lama untuk sampai pada sebuah gang, ia berfikir mungkin akan ada pengendara sepeda motor lain yang melewati gang itu. Namun sesampainya di ujung gang, lelaki itu keheranan menyadari tak satupun kendaraan terlihat. Radin berusaha untuk mengabaikan, mungkin jajaran kendaraan didepannya tadi segera tancap gas hingga mereka tak terlihat lagi.
Dengan kecepatan rata-rata Radin memacu sepeda motornya, ia tidak menyangka di balik gang di antara bangunan kota terdapat pemandangan menawan. Ia sampai di pinggiran sawah, sungai kecil mengalir juga semak-semak yang menjadi pembatas jalan. Radin berhenti pada sebuah hamparan sawah, ia tidak mampu menyembunyikan kekagumannya pada keindahan langit sore itu. Ia sempat beberapa kali memotretnya, mengagumi keindahan yang di suguhkan. Lelaki itu di kejutkan oleh suara teriakan seseorang, setelah melihat jam ia segera memutuskan berlalu. Ia yakin suara minta tolong itu sejalan dengan arah yang ia tuju, herannya ia tak berusaha untuk memacu lebih cepat bahkan ketika tahu siapa. Radin terdiam diatas kuda besinya tanpa berniat untuk menolong, Zhuka, teman sekelasnya.
Berawal dari sebuah mobil yang berhenti tepat didepannya, ia mengenal gadis itu, gadis dengan dandanan modis yang juga teman sekelasnya. Sebenarnya ia ingin mengabaikan saja ia yakin itu hanya sandiwara yang dimainkan oleh Zhuka, namun ketika salah seorang dari mereka mulai berani berbuat tak senonoh pada Zukha spontan Radin ambil tindakan. Ia berfikir tidak mungkin seburuk itu bila Zukha hanya berniat mencari perhatiannya, karena perasaan itu pulalah yang membuatnya terjebak dalam permainan licik Zhuka. Sayangnya gadis yang telah menyimpang jauh itu dapat melakukan berbagai cara, sekalipun mengorbankan dirinya sendiri.
Kewaspadaan Radin telah di perhitungkan pula oleh Zhuka, sepertinya gadis itu sudah mempersiapkan kemungkinan yang bakal terjadi hingga ia mengantisipasi serinci mungkin. Radin juga tidak terlalu ingat bagaimana ia dapat berakhir di sebuah ranjang bersamanya, hanya saja sebelum ia tidak sadarkan diri tercium bau yang sangat menyengat.
Hatinya tercabik-cabik sakit, perasaan benci yang dulu memang telah singgah, kini semakin dalam menyelubungi hatinya. Terlebih gadis itu tidak merasa bersalah, seolah-olah hal yang mereka lakukan adalah kewajaran. Wajah sok tak berdosa Zhuka adalah tamparan paling dasyat baginya, bagaimana mungkin gadis itu dapat dengan tenangnya bertindak kelewatan batas dari kodratnya, terlebih ucapan manja yang di buatnya semakin menyiram lahar ketubuh Radin. Ia kalap.
Dengan tegang, Radin secepatnya memakai baju yang berserakahan di lantai. Dengan perasaan campur aduk ia segera melenggang pergi membanting pintu melewati beberapa ruang sebelum berakhir pada sebuah tangga yang menghubungkan ruang utama. Radin tidak peduli lagi dengan seisi rumah yang nampak megah, dengan hiasan dan pajangan yang pasti sangat mahal, ia membuka pintu dan mendesah sebal ketika bukan pintu keluar, namun ia berhenti sejenak mengamati sebentar mobil putih yang terpakir di sana yang tidak terkunci. Radin mengambil sesuatu sebelum akhirnya ia bergegas pergi, untung saja hanya ada dua pintu di ruang itu, sehingga pintu kedua yang ia buka adalah pintu keluar.
Beranda yang cukup luas, di samping kiri kanan terdapat beberapa tanaman hias sebelum jalan menuju gerbang, mata Radin tertuju pada onggokan sepeda motor yang sepertinya tidak di perlakukan dengan baik. Untung saja masih berfungsi dengan baik, ia sempat berpapasan dengan beberapa wanita yang ia yakini sebagai pembantu pemilik rumah. Terlebih mereka menyebut Zhuka dengan sebutan nona muda, mereka sempat menahannya namun dengan kasar Radin menepis tangan mereka. Rasa jijik itu masih menjalar di seluruh tubuhnya, seakan-akan mereka ikut menjebak dirinya saat itu.
"Jangan sentuh" Teriak Radin saat mereka tak juga berhenti berusaha menahannya.
Bila dalam keadaan normal ia tidak akan mungkin membentak orang yang lebih tua darinya, terlebih para wanita yang mungkin tidak tau apa-apa. Teriakan Radin menyita perhatian beberapa warga yang lewat di depan rumah Zukha.
"Tenang tuan, mungkin ada yang bisa kita bantu" Seorang yang lebih muda memberanikan diri
"Bantu emang apa yang kalian bisa, ikut membusuk di penjara" Seolah setan telah menguasainya
Mendengar ucapan Radin mereka segera bungkam, mungkin tanpa langsung mereka memang menjadi salah satu tersangka yang membuat lelaki itu murka. Radin berusaha menarik motornya agar berdiri tegak, cukup sulit juga terlebih lelaki itu dalam keadaan penuh amarah. Beberapa kali ia gagal hingga melukai tangannya, namun baik para asiten rumah tangga Zhuka dan warga yang melihat tidak ada yang berani menolongnya. Di percobaan ketiga akhirnya ia dapat membuat motor itu berdiri, tanpa pikir panjang Radin segera menstater motornya.
"Sudah biarkan saja" Wanita dengan wajah lebih teduh menahan temannya ketika akan menahan Radin lagi, wanita itu paham betul dengan anak majikannya.
"Baiklah, kita biarkan kamu pergi tapi bila terjadi sesuatu pada nona muda kami tidak akan tinggal diam" Wanita tadi masih bersikeras
"Silahkan," Tatapan dingin Radin menghujam, membuat mereka tersentak mundur, lelaki itu sangat murka ia bahkan sempat membanting pintu gerbang sebelum berlalu dengan sepeda motornya. Beberapa warag kasak-kusuk tentang apa yang terjadi, namun mereka segera bubar ketika tidak mendapat jawaban.
"Sudah sudah, aku ingat nomer platnya kita segera temui nona muda" Tanpa di komando dua kali, para asisten rumah tangga itu segera bergegas
Sepertinya mereka mulai paham apa yang terjadi, terlebih kemarin sore majikannya itu menyuruh mereka segera bergegas. Dengan alasan akhir pekan akan ada acara besar di villa, sehingga semua asisten rumah tangga termasuk seorang supir, tukang kebun dan satpam disuruhnya segera beberes villa yang memakan waktu 4 jam perjalanan tersebut. Apalagi Villa yang dimaksud memang berada di pinggiran kota yang harus melewati hutan dan lereng untuk sampai kesana. Walaupun merasa janggal namun mereka tidak dapat menolak perintah anak majikannya, terlebih gadis itu memang keras kepala dan egois.
Untungnya mereka segera menghubungi tuannya tentang acara di villa, sehingga mereka dapat segera kembali saat tahu bila itu hanya akal-akalan Nona mudanya. Zhuka tertidur dengan tanpa menggenakan selembar kain pun ditubuhnya, gadis itu sempat ingin mengejar Radin. Namun saat melihat Radin memakai baju dan melihat dirinya yang telanjang ia segera urungkan, senyum puas terpancar jelas di wajahnya. Ia sempat mengingat kembali apa yang terjadi semalam, semburat merah menghiasi wajahnya yang terawat dengan baik. Kini ia merasa telah menundukkan lelaki itu, sehingga lelaki yang telah membuatnya mabuk kepayang tidak ada alasan lagi untuk menolaknya. Membayangkan hal itu ia merebahkan dirinya di ranjang, saat salah satu pembantunya datang ia sudah terlelap.
Sepanjang perjalanan pertahanan Radin runtuh seketika, air mata mengalir deras tanpa mampu ia bendung lagi. Mentari sebentar lagi akan terbit membuat semakin menggila memacu sepeda motornya, ia hanya ingin segera sampai di rumah dan merutuki nasibnya. Ia tidak habis pikir bagaimana mungkin dengan mudah dapat terjebak seperti itu, di bawah shower yang menyiram tubuhnya ia terus mengingat dosa apa yang telah diperbuat. Namun kemudian ia segera sadar betapa banyak dosa yang ia buat, betapa sombong dirinya hingga melupakan kewajibannya. Radin frustasi merasa sangat kotor dan menjijikkan, ia memilih mengurung diri dikamar sambil mengutuki keteledorannya.