Icya celingukan, ia yakin melihat kakak kelasnya itu didekat sini namun sekalipun sudah ia cari tak juga ia temukan gadis itu. Icya meneliti bangungan yang sudah tidak berpenghuni dengan tumbuhan ilalang yang menghalangi.
"Kemana Kak Zukha" Tanya Keyta yang susah payah mengejar Icya, lelaki itu harus pandai membawa sepeda motornya melewati kemacetan
"Kayaknya didalam deh, aku masuk dulu ya" Tanpa menunggu persetujuan Keyta Icya sudah menghilang dibalik ilalang.
Keyta memilih menunggu diluar sambil melihat sekeliling, tatapan cowok itu tertuju pada lantai atas bangunan tersebut. Ia melihat Zukha disana, beberapa saat kemudian ekspresi gadis itu berubah mungkin Icya sudah sampai disana.
"Ngapain Lo kesini" Ucap Zukha dingin
"Gak papa hanya main" Icya ikut duduk di samping kakak kelasnya itu, Keyta yang dibawah waspada mengingat lantai teratas bangungan itu sudah tidak ada pembatas apapun lagi.
"Sekarang Lo puas kan" Ucap Zukha lebih bersahabat
"Manusia itu selalu memiliki rasa tidak puas kak, kalau kita tidak berusaha untuk menerimanya" Jawab Icya
"Gue dicaci seluruh sekolah, dihina, di bully bahkan di usir dari rumah apa yang harus di syukuri" Gadis itu muali menangis, Icya cukup syok mendengar penuturan kakak kelasnya itu.
Zukha sempat masuk sekolah beberapa kali, namun akhirnya ia memilih untuk tidak datang lagi saat semua orang menyalahkannya. Ia tidak memiliki teman lagi, bahkan teman yang ia anggap lebih dari saudaranya telah berkhianat. Walau mereka dinyatakan memiliki gangguan jiwa namun penolakan serta cacian yang terus ia terima tak mampu ia tahan lagi. Keluarganya sangat murka, mereka tidak menyangka bahwa anak mereka bertindak kelewatan. Terlebih melibatkan para pembantu yang tidak tahu menahu, puncak kemarahan keluarga besarnya saat Zukha tidak merasa bersalah dan tetap merasa telah memilih jalan yang benar. Namun berita tentangnya menyebar cepat pada relasi keluarga sehingga membuat mereka murka dan menghukum Zukha.
Ketika Zukha ingin meminta maaf keluarganya justru mengusirnya dari rumah, terlebih karena tingkahnya membuat reputasi keluarga besarnya hancur. Hal itu terlihat jelas dari sikap ayahnya yang terus uring-uringan dan menyalahkan Zukha, ujungnya adalah siang tadi. Ketika perusahaannya mendapat pembatalan kerjasama sepihak, walau itu bukan salah Zukha tapi ayah yang sudah terlanjur kecewa itu menyalakan semua padanya. Ibunya menangis, terlebih Zukha adalah anak satu-satunya keluarga mereka. Mendengar ancaman ayahnya Zukha kalap dan saat itu juga dia bergegas pergi tanpa membawa apapun.
Zukha teringat gedung kosong yang sempat ia temui beberapa waktu lalu, walau tempatnya cukup jauh namun Zukha merasa bila dia mati disana tidak akan ada orang yang mengetahuinya. Tidak akan menimbulkan malu bagi keluarga terutama bagi Radin, lelaki yang telah ia kejar sejak pertama bertemu. Namun pertemuan dengan Icya di luar rencananya.
"Tapi bunuh diri tidak menyelesaikan apapun"
"Masa bodoh dengan itu, Lo dengan kehidupan yang sempurna mana tau rasanya sih" Bentak Zukha "Mau apa lo" Ucap Zukha sinis saat Icya berdiri Disampingnya
"Melihat bawah" Jawab Icya yang kemudian bergidik ngeri "Kakak yakin mau jatuh kesana" Tunjuk Icya pada dasar gedung
"Bukan urusanmu" Zukha masih sinis, gadis itu membentangkan tangannya siap jatuh ke bawah, Icya melakukan hal yang sama
"Ah gak jadi deh, ternyata aku takut mati" Icya mundur beberapa langkah, Zukha tersenyum sinis
"Kakak tau gak kenapa kak Radin begitu frustrasi" Icya bertanya, Zukha terdiam namun pertanyaan Icya mampu membuat gadis itu mematung "Ia bermimpi kak, di rajam ribuan pedang dan walau hanya mimpi namun itu terasa sangat nyata" Icya menghembuskan nafasnya
"Lo mau menggurui sekarang" Bantah Zukha
"Dan kak Radin juga takut bila kakak mengalami hal yang sama" Zukha terperanjat, ia tidak menyangka lelaki itu mengkhawatirkannya
"Dan dosa bunuh diri lebih besar dari pembunuhan"
"Apa hukumannya" Akhirnya Zukha tertarik dengan ucapan Icya
"Di neraka pelaku bunuh diri akan mengulanginya terus-menerus dan aku gak mau deh kayaknya, dibawah sana banyak binatang melata kakak tau sendirikan kalau aku benci ulat, gak kebayangin deh kalau tubuh aku dikerubungi ulat dan aku merasakannya tanpa mampu mengusir maupun membersihkannya" Icya bergidik ngeri, Zukha tentunya ingat karena dia suka sekali membuat Icya menjerit dengan binatang itu, namun Zukha sendiri juga jijik biasanya ulah Prisca.
"Ada cacing juga, kaki seribu ular dan binatang kecil disana" Keyta menyambung ucapan Icya "Eh Cy di ujung sana aku lihat ada sebuah warung deh, katanya bakso dan pecelnya enak" Entah mengapa Keyta berbicara hal lain, nafas lelaki itu tampak ngos-ngosan karena terpaksa berlari menaiki tangga saat melihat Icya berdiri di ujung bangunan
"Beneran serius, Ugh lapar nih" Icya menjauh
"Ada bakso gak" Keduanya kini berputar 180 derajat menatap Zukha
"Ada dong, disana lengkap kok" Jawab Keyta dengan senyum lebar, ia melempar pandangan pada Icya. Ternyata memancingnya dengan makanan berhasil.
Karena tempatnya masih cukup jauh, ketiga remaja itu memilih berjalan kaki melewati beberapa rumah yang cukup ramai.
"Sepertinya kalau gue mati disana tadi bakal jadi tontonan mereka ya" Ucap Zukha sambil menunjuk lapangan dimana disana banyak orang yang sedang bermain bola. Mereka tertawa.
Warung yang dibicarakan terletak di pinggir jalan, saat mereka tiba disana pemilik yang sudah lanjut usia ditemani seorang perempuan terlihat sedang merapikan.
"Eh sudah habis" Tanya Keyta
"Masih kok nak, kita akan ada acara jadi tutup lebih awal" Ucap perempuan yang lebih muda itu
"Silakan duduk, kita tidak mau mengecewakan pelanggan yang datang dari jauh" Wanita lanjut usia tersenyum
"Terimakasih Bu" Kompak ketiganya
"Mau apa" Tanya wanita itu lembut
"Yang udah siap aja Bu biar ibunya tidak kesulitan" Ucap Keyta
"Kalian anak muda yang santun, semoga sukses ya nak" Doa wanita
"Aamiin" Serempak mereka mengaminkan
Beberapa saat kemudian pesanan mereka telah siap, tiga piring nasi pecel dan teh hangat. Keyta cukup takjub pada kedua gadis itu, sekalipun mereka orang yang berada namun mereka tidak malu makan-makanan di tempat seperti ini. Tidak mengeluh atau mencibir seperti beberapa orang yang ia temui.
Tidak perlu menunggu waktu lama untuk membuat piring mereka ludes, mungkin karena memang efek lapar sehingga tidak heran bila dengan cepat mereka habiskan. Tatapan Icya dan Zukha tertuju pada Keyta yang baru habis dua porsi, menyadarinya Keyta hanya mampu menelan ludah.
"Yah uang jajan seminggu terkuras habis nih" Batin Keyta, sedang keduanya sudah keluar duluan dengan riang
"Masnya hebat ya dapat dua" Ucap wanita yang lebih muda sambil mengerlingkan matanya
"Gak lah kak, satunya temannya dia" Keyta tersenyum
"Oh yang berhijab ya" Tebak wanita itu
"Doain ya kak" Wajah Keyta memanas
"Kak Zukha" Terdengar teriakan dari Icya, setelah membayar Jeuta segera keluar di ikuti oleh pemilik warung
"Ada apa" Tanya mereka
"Kak Zukha pingsan" Ucap Icya yang kebingungan
"Tolong-tolong pak" Penjaga warung itu berteriak pada beberapa orang yang kebetulan lewat
"Ada apa ini" Tanya mereka
"Tidak tau pak tiba-tiba dia pingsan" Ucap Icya
"Tolong bawa masuk kesini pak, rebahkan di kursi" Ucap pemilik warung
Dua orang membopong Zukha ketempat yang di tunjuk
"Key panggil taxi" Perintah Icya pada Keyta
"Oh ya" Keyta tersadar
"jangan lewat gang nak, terus aja nanti ketemu jalan besar disana ada pangkalan taxi" Ucap seseorang pada Keyta, cowok itu mengangguk dan segera memacu sepeda motornya
"Kenapa kok bisa sampai pingsan" Tanya pemilik warung
"Mungkin kelelahan Bu, soalnya memang lagi banyak masalah" Ucap Icya
"Oh yang mau bunuh diri tadi ya" Mendengar itu Icya menunduk malu
"Haduh, masih muda kok pingin bunuh diri apa masalahnya tidak bisa diselesaikan" Komentar beberapa orang
"Anak muda jaman sekarang memang kurang menghargai hidup" celoteh yang lain, dan masih banyak komentar lainnya. Icya berharap agar Keyta segera datang
Taxi yang dipanggil Keyta lebih dulu sampai sedang lelaki itu tidak juga nampak batang hidungnya. Icya mulai tidak sabar saat menunggu Keyta yang tak kunjung datang, sehingga saat cowok itu sampai Icya mendengus kesal.
"Mana kak Zukha" Tanya Keyta
"Udah didalam kemana aja sih, yuk ah cepetan cabut" Pinta Icya, setelah berterimakasih pada orang-orang yang membantunya mereka segera melaju.
"Kerumah sakit mbak" Tanya pak supir
"Enggak pak, hanya kelelahan langsung pulang saja" Ucap Icya
Icya menatap luar jendela syok, ia tidak menyangka ternyata diluar sana sedang hujan deras. Icya celingukan mencari sosok Keyta yang naik motor, Icya berharap lelaki itu berhenti untuk berteduh atau memakai mantel mungkin. Namun dugaan Icya salah, saat disisi kiri ia melihat lelaki itu dengan santai melambai kearahnya. Icya tidak habis pikir bagaimana lelaki itu memilih untuk hujan-hujanan disaat hari sudah gelap, terlebih hujan sangat deras dan sesekali terdengar suara petir. Icya tidak dapat melepas pandangannya dari sosok Keyta, ia khawatir terjadi sesuatu padanya. Seakan tahu isi hati Icya, Keyta segera mempercepat laju sepeda motornya hingga Icya tidak dapat melihat sosok lelaki itu lagi.
Keyta bersedekap sambil berteduh diteras rumah Icya, saat Icya datang lelaki itu segera membantu pak supir taksi membopong Zukha kedalam rumah. Icya menyalan lampu rumah dan menunjukan kamar yang akan dipakai oleh Zukha, sedang Keyta Icya menunjukkan kamar lain menyuruh lelaki itu segera mandi dan ganti baju. Melihat Icya yang sangat tegas Keyta tidak mampu membantah, ia sempat melihat Icya sedang berbicara dengan supir taksi sebelum lelaki itu undur diri.
Icya memberi pertolongan pertama pada Zukha, untuk kotak obatnya dia bawa sehingga gadis itu dapat segera mengobati kakak kelasnya. Icya menyeka keringat di tubuh Zukha, beberapa kali gadis itu merintih dan mengigau. Sepertinya kakak kelasnya sedang bermimpi, saat membuka kotak obat Icya terpaku pada satu alat. Entah mengapa ia berpikir untuk menggunakannya, Icya terkejut saat kak Zukha tiba-tiba bangun dan terpusat pada barang yang ia pegang.
"Mau coba itu" Tanya kak Zukha
"Kalau kakak tidak keberatan" Ucap Icya
"Ya gak papa untuk lebih tenang aja" Jawab Zukha segera mengambilnya dari tangan Icya, gadis itu bergegas keluar dari kamar menuju toilet.
Dua garis merah yang tertera disatu alat tes pack membuat keduanya membisu, Zukha meletakkan benda sebesar kelingking tangan diatas meja begitu saja. Keduanya duduk di ruang makan, suara gagang pintu terbuka tidak membuat keduanya berkutik. Keyta yang merasakan ketegangan di ruangan yang tak cukup besar berusaha untuk mencairkan, namun ketika tatapan cowok itu tertuju pada benda yang tergeletak di antara keduanya mendadak ia menelan ludah pahit.
"Ahh aku kekamar dulu deh, capek besok masih sekolah" Ucap Icya sambil beranjak
"Gue juga" Ucap Zukha
Secara bersamaan keduanya menutup pintu kamar masing-masing, kini tinggal Keyta yang bingung harus bagaimana. Ia memperhatikan seisi ruangan yang nampak sederhana, tidak ada hiasan dinding maupun foto yang terpajang. Begitu pula dengan kamar yang ia tempati, cowok itu yakin kamar yang juga terlihat polos dan sederhana adalah kamar kak Yuji. Namun yang membuat cowok itu keheranan, sekalipun baju di lemari terlihat bersih namun tercium bau yang seolah sudah lama tidak dipakai oleh pemiliknya. Keyta berinisiatif untuk menyembunyikan barang sepanjang stik kentang kedalam laci lemari yang ada di ruangan tersebut. Lelaki itu beralih ke kamar mandi dan tidak mendapati bajunya disana, namun setelah menyelusuri rumah yang tidak terlalu besar tersebut cowok itu mendapatkannya dijemuran. Keyta tersenyum saat merasa Icyalah yang membantu mencuci bajunya, ia tadi memang sempat ketiduran saat selesai mandi dan ganti baju. Mungkin efek lelah sehingga Keyta tidak mendengar apapun, baru saat dia terjaga cowok itu justru berada di situasi yang mencengangkan.
Keyta masih asik menyusuri rumah dengan empat kamar tidur, satu dapur yang berdampingan dengan kamar mandi. Jemuran dengan kamar mandi pagi di sampingnya. Ruang tamu, ruang makan yang berhadapan dengan dapur, desamping pintu masuk ada satu ruang yang ia tebak sebagai ruang shalat dengan tempat wudhu dari kendi. Keyta ingat belum sempat isya jadi lelaki itu menuju ruang depan, setelah usai Keyta memastikan pintu dan jendela tertutup rapat mematikan lampu dan terakhir ia menuju kamar yang tadi ditempatinya.