"Bukk "
"Aduhh" Icya mengaduh kesakitan ketika seseorang memukul punggungnya
"Eh Kak maaf, terlalu keras ya" Lelaki yang memukulnya itu terlihat bingung dan menyesal karena telah menyakiti kakak kelasnya.
"Eh Dilas, hah kenapa kamu telanjang" Icya kaget mendapati lelaki yang lebih muda darinya itu bertelanjang dada
"Gak papa kak, oh iya ngapain kakak disini dan kakak terluka ya" Icya celingukan, tidak menyadari bahwa sudah sampai di koordinat kelas satu, lelaki jangkung didepannya itu meneliti tubuh Icya
"Ulah Karin ya" Icya tidak mengubris pertanyaan adik kelasnya itu, terlebih ia melihat celana bagian bawah Naoto basah
"He he he, tadi gak sengaja kak" Kilah lelaki itu cengengesan
Memang ia tadi sempat mengejar Karin, namun ketika melewati ruang OSIS mendadak seember air menyiram mereka. Hujan pagi tadi membuat ruangan "panas" tergenang air, sebutan yang cocok untuk ruangan yang tidak lebih besar dari ruang kelas lainnya. Karin menolak keras memasuki ruang yang penuh dengan kontroversi, terlebih pemilihan ketua OSIS memang sudah dekat sehingga masing-masing kubu saat ini sangat menegangkan.
"Lalu, kemana baju Karin" Tanya Icya setelah mendengar penuturan Naoto
"Itu," Tunjuk Naoto pada salah satu tiang bendera yang ada di depan setiap kelas, baju putih Karin melambai-lambai oleh hembusan angin, walau hanya di tengah tiang namun berhasil membuat Icya syok atas tingkah adik kelasnya itu.
"Ambil" Teriak Icya tegas, wajah gadis itu memerah Naoto sendiri akhirnya mengerti kesalahannya, ia merasa konyol untung saja Icya yang memergokinya bila petugas paskibra lain mungkin dirinya bakal berhadapan dengan Pak Rusmi, lelaki tegas yang memiliki wewenang tentang kedisiplinan sekolah.
Setelah berhasil mendapatkan baju Karin, Icya segera menyeret Naoto menuju ruang paskib, ia tahu disana ada beberapa seragam cadangan yang di simpan. Tanpa menunggu lelaki itu selesai memakai baju, Icya sudah menyeretnya melewati lapangan.
"Nih seragam loe, rajin amat sih ngerjain orang" Icya melempar seragam Karin pada saat melihatnya
"Yee salah dia lagi, bikin sial mulu" Sungut Karin sambil melipat bajunya
"Lagian loekan penjahit, masa gak punya cadangan baju seragam lain" Icya masih ngedumel
"Atau loe sengaja mau pake baju Dilas" Potong Byta setelah mendengar penjelasan dari Naoto
"Ih apaan sih, ogah ya, hari ini gak ada praktek jahit jadi ruang busana di kunci" Jelas Karin " Lagian siapa juga yang mau pake baju basah-basahan, kan cowok enak tinggal telanjang aja sambil nunggu kering" Lanjutnya membela diri
"Gak papa kok kak, lagian emang aku yang salah" Naoto membela Karin
"Ya gak bisa gitu dong Las, emang baju Karin muat di badan lu" Kinta memandangi tubuh kuduanya bergantian, lelaki itu hanya menggaruk kepala yang tidak gatal.
Sebagai permintaan maaf, Kinta mentraktir Naoto untuk makan camilan bersama. Tentu saja lelaki itu mengiyakan, terlebih ia juga merasa tidak terlalu masalah berada di antara mereka. Naoto sendiri memang sudah cukup akrab dengan kakak kelasnya, setelah beberapa bulan bergaul dengan mereka tidak hanya rasa nyaman yang ia rasakan namun ia juga kagum melihat kekompakan mereka. Naoto tidak keberatan mendapat sebutan "Dilas" berarti adik kelas yang disematkan padanya, mungkin lebih tidak peduli dengan sebutan itu.
Dulu sempat kejadian lebih gila saat Naoto mengejar Karin, entah bagaimana mulanya mereka bertabrakan dengan Reynaldi. Karin terjatuh di tanah yang berbatako, ia sempat mengaduh namun kemudian berteriak jijik ketika melihat Naoto dan Reynaldi saling berpelukan. Teriakan Karin memancing beberapa siswa datang dan kemudia menertawakan keduanya yang masih di posisi sama. Karin segera menarik Dilas yang sempoyongan, karena itulah muncul gosib keduanya Gay. Namun gosip itu tidak bertahan lama, terlebih Dilas makin gencar mengejar Karin. Hingga berita "Gay"nya tidak terbukti dan lenyap begitu saja.
"Hai semua" Beberapa menit kemudian datang dua orang menghampiri mereka
"Loe kenapa Key" Tanya Kinta saat mendapati lelaki itu penuh perban
"Ah gak papa biasa lelaki" Jawab Keyta enteng, Juno yang menemaninyapun tidak bersuara, ia melirik Icya yang nampak biasa aja
"Beneran gak papa tuh, loe habis berantem apa" Tebak Byta yang sudah hafal melihat luka-luka seperti itu.
"Biasalah cowok" Jawab Keyta enteng "Oh iya Cy, ada yang mau aku omongin" Icya mendongkak sebentar dan segera beranjak pergi mendahului Keyta dan Juno, melihat tingkah Icya spontan teman-temannya saling pandang. Mereka merasa ada yang aneh pada Icya terlebih gadis itu tidak protes maupun menolak.
"Kita duluan ya" Pamit Keyta dan Juno segera undur diri, mereka paham maksud Icya hingga memilih segera pergi sebelum ditanyai. Keyta sendiri tidak ingin menyembunyikan kejadian semalam, namun ia tidak mau membuat Icya marah pasti gadis itu memiliki rencana lain.
"Kira-kira luka di tubuh Keyta ada hubungannya dengan kak Icya gak ya" Celetuk Naoto membuyarkan lamunan mereka
"Maksudnya" Tanya Byta
"Tadi waktu aku menepuk punggung kak Icya mendadak ia menjerit kesakitan, dan lagi saat di ruang paskibra aku kak Icya merintih bahkan sempat berjongkok cukup lama" Sahabat itu saling berpandangan, bukan rahasia umum lagi bila Icya suka menyembunyikan sesuatu
"Bukankah kemarin Icya habis pengajian" Tebak Kinan
"Iya, aku baru ingat tidak menemukan Radin pagi ini" Sahut Kinta
Mereka bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, namun belum sempat mereka menebak-nebak lebih jauh. Sebuah keramain menarik perhatian mereka yang tanpa di komando segera menuju asal keramaian tersebut. Mereka syok membaca lembaran yang terpajang di dinding.
"Radin baru subuh tadi kembali dan sampai pagi tadi masih mengunci diri dikamar" Jelas Keyta, mereka memilih berteduh di taman belakang Musholla
"Ada apa ya" Icya terlihat khawatir "Perasaanku tidak enak banget" Lanjutnya
"Mungkin luka di tubuh kamu Cy" Tebak Juno Icya mendesah, ia juga tidak paham dengan perasaan itu.
Ketiganya terdiam dalam pikiran masing-masing, Juno memilih pergi ke kantin mungkin ada sesuatu yang ia inginkan. Walau kenyataannya Juno bukanlah tipe cowok yang suka dengan kondisi canggung.
"Kamu gak papa kan Cy"Tanya Keyta sambil memperhatikan luka Icya di kening, lelaki itu juga menatapi pergelangan tangan dan tumit gadis itu
"Gak papa, bentar lagi paling juga sembuh kok, kamu sendiri gimana" Icya menutup memar di lengannya yang tidak sengaja terbuka, walau mereka duduk berjarak 2 meteran namun Keyta dapat melihat dengan jelas memar tersebut.
"Ini sih udah biasa, aku pernah dapat luka lebih parah dari ini" Keyta mencoba malawak tapi sia-sia saja gadis itu masih tampak murung.
"Semoga tidak terjadi apa-apa" Desis Icya
Kegelisahan Icya segera terjawab, ketika Juno kembali dengan raut wajah yang tidak baik.
"Gawat, ada berita buruk" Keduanya segera mengikuti Juno, lelaki itu menuju pada papan pengumuman yang masih ramai dikerumuni para siswa.
"Innalillahi apa-apaan ini" Icya syok membaca huruf demi huruf isi pengumuman tersebut, entah siapa yang memasang disana. Namun ia yakin beberapa saat yang lalu tidak ada.
"Yang benar saja, gosib darimana ini" Keyta tidak menyangka hal seburuk ini bakal terjadi, Icya membuka papan pengumuman dan segera merobek info tak masuk akal.
Tidak cukup waktu lama, untuk mengetahui siapa yang memasang poster info tersebut. Terlebih memang tidak sembarang siswa dapat akses bebas untuk mengutak-atik majalah dinding yang menjadi satu-satunya pemberitahuan berita terbaru.
Selanjutnya disinilah akhirnya mereka berkumpul, Kinan sengaja mengambil ruang BP guna menghindari pembicaraan yang tidak boleh didengar orang tidak bertanggung jawab. Di dampingi Bu Esi dan Pak Mahrat wakil kepala sekolah akhirnya Icya dan Keyta menceritakan kebenarannya. Namun tentang berita di poster itu, mereka benar-benar tidak tahu, terlebih mereka memang tidak bertemu dengan Radin hingga saat ini.
"Bagaimana mungkin ini terjadi" Byta frustasi mendengar penuturan Icya, ia tidak menyangka gadis itu terluka cukup fatal, ia geram namun gadis tomboy itu tidak tau harus melampiaskan pada siapa.
"Mungkin itu hukuman yang pantas bagi lelaki itu" Ucap Karin yang tak mampu menahan tangis saat melihat memar di sekujur tubuh Icya mulai membiru.
"Karin" Kinan yang lebih tenang menghentikan Karin yang masih ingin bicara
"Orangtuamu tahu hal ini Cy" Hesty angkat bicara, semua mata tertuju pada Icya dan dugaan mereka benar
"Biar Ibu yang memberi tahu keluarga Icya dan Keyta nanti, selain itu ibu ingin meminta keterangan lebih lanjut pada keluarga kalian" Ucap Bu Esi yang tidak dapat di bantah
"Gimana" Tanya Condro, anak-anak PA yang terlibat juga di panggil namun mereka hanya di tanyai seperlunya saja
"Gak papa" Jawab Keyta
Kelompok Icya terlihat berjalan beriringan, Karin dan Kinta masih terlihat sembab Byta menampakkan wajah geram sekalipun tidak dapat di pungkiri, gadis tomboy itu sangat iba pada Icya.
Sedang penyebar berita saat ini juga dimintai keterangan di ruang lain yang di pimpin langsung oleh Pak Kunsoro sang kepala sekolah. Mereka para guru terus menekan tentang berita yang mereka sebarkan, sekalipun itu berita benar seharusnya mereka tidak harus menyebarluaskan. Yang memiliki peran sebagai sahabat dan pemegang kunci Mading, Chika dan Prisca adalah Teman Zukha yang saat ini sedang menjadi gosib tersebut. Sedang Andra lelaki itu di paksa oleh keduanya, walau ia dapat menolak namun Andra memilih membantu kedua gadis itu. Dari hal itulah akhirnya di ketahui bahwa berita yang mereka sebarkan juga berasal dari keduanya, sehingga ketika Zukha menelepon mereka tahu bila rencanya berhasil. Namun Zukha sendiri tidak tahu bila ia dimanfaatkan oleh teman-temannya itu, bahkan tanpa rasa berdosa keduanya masih berkilah.
"Hal itu yang di inginkan Zukha sejak dulu pak, seharusnya dia berterimakasih pada kita dong karena udah bantuin buat dapatin Radin" Ucap Chika terlihat angkuh, melihat ekspresi keduanya Pak Kunsoro mengelus dada, ia tidak menyangka akan mendapati sikap seperti itu diantara murid didiknya
"Jadi kalian merasa melakukan hal yang benar" Hardik Bu Sandra yang hadir di ruangan tersebut
"Tentu saja" Jawaban mereka membuat beberapa guru yang ada disana tidak habis pikir,mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi di sini hanya Andra yang terlihat sangat menyesal, lelaki kutu buku itu pastilah sudah diancam oleh keduanya.
Setelah cukup lama mengintrogasi namun sikap keduanya tetap tidak mau mengaku salah, akhirnya para guru sepakat untuk memanggil kedua orangtua mereka beserta seorang psikiater. Mereka yakin anak-anak ini memiliki masalah yang cukup serius, sebelum berubah menjadi psikopat mereka harus segera mengambil tindakan yang benar agar kejadian serupa tidak terulang kembali.