Chereads / K3BIH / Chapter 7 - Bab VII

Chapter 7 - Bab VII

Sudah sejak berakhirnya shalat asar Icya telah berkutat di depan cermin yang lebih tinggi dari tubuhnya itu. Sudah berkali-kali ia mencoba baju yang menurutnya pantas untuk di kenakan malam nanti, namun ia terus mendesah ketika mendapati seisi lemarinya hanya terdiri dari celana dan baju tunic saja. Ia memang tidak memiliki koleksi gamis maupun dress, melihat tingkahnya yang sering grusa grusu dan rok-rok seragam sekolahnya yang sudah di tembel berkali-kali, wajar jika Icya tidak pernah memilikinya.

Siang tadi tiba-tiba Kak Radin memberi undangan untuk datang ke pengajian masjid agung, ia sudah menunggu sejak lama terlebih pengajian tersebut memang dilakukan hanya sekali dalam sebulan. Sehingga cukup sulit menjadi pesertanya, tidak heran memang di kota besar seperti ini sebuah pengajian besar cukup jarang.

Icya mendelik syok ketika jam kamarnya sudah menunjukan jam 5 lebih, akhirnya pada sebuah kulot dan tunic putih pilihan ia jatuhkan. Setidaknya baju itu cukup pantas ia pakai untuk pengajian, di lengkapi dengan tas sedang berisi mukena dan Al-Qur'an Icya cukup tampak puas melihat pantulannya di cermin. Ia sempat merogoh tas sekolahnya dan menemukan dompet Kemudian memasukkan juga.

Senja di ujung barat semburatkan warna jingga berpadu dengan birunya langit, sedang di ufuk berlawanan terlihat awan hitam mulai merayap perlahan. Icya tergopoh-gopoh menyusuri jalan setapak yang menurutnya akan cukup dekat dengan masjid agung, sebenarnya ia berniat untuk shalat magrib berjamaah di sana. Namun karena suatu hal ia terpaksa mengurungkan niat tersebut, baginya yang terpenting sampai di bangunan megah itu. Ia sempat berjamaah magrib di mushola kecil yang ia temui di pinggir jalan. Rencananya tidak berjalan cukup baik ternyata, kak Yuji yang di nantinya pulang terlambat sepertinya lelaki itu masih ada urusan lain di kampusnya. Terpaksa Icya memilih naik angkot yang ternyata tidak melewati masjid agung, terlebih ia terpaksa berhenti cukup jauh saat terjebak dalam macet. Namun begitu ia berhasil sampai di sana saat adzan Isya berkumandang, hingga ia dapat beristirahat sejenak di saff kosong.

Pengajian itu memang di laksanakan setelah shalat Isya, selain menjadi waktu yang cukup panjang. Biasanya para jamaah memang di saat itulah memiliki waktu senggang, terlebih di kota besar seperti itu.

Jam 9 malam lebih pengajian usai, Icya masih bertahan di sana. Ketika suasana masjid sudah cukup lenggang gadis itu memberanikan diri bertanya pada panitia yang ada di sana. Entah mengapa ia sedikit khawatir.

"Afwan Aa, boleh taukah kak Radin ada dimana ya" Tanya Icya malu

"Radin," Lelaki yang ia panggil itu mengenyitkan kening " Oh Radin Saputra ya, Afwan ukh kita juga sedang mencarinya sejak tadi, ukhti saudaranya ya, kira-kira tahu dimanakah, soalnya tadi kita klabakan karena dia tidak datang jadi beberapa acara terpaksa di batalkan" Ucap lelaki itu

"Afwan Aa, saya sendiri juga kurang tau" Ucap Icya merasa kagok " Kalau gitu permisi ya Aa" Pamit Icya

"Ukthi baru kesini ya, sebab baru kali ini saya melihatnya" Lelaki itu menghentikan Icya

" Oh bukan Aa, saya datang kesini atas undangan Kak Radin"

"Kalau boleh tau di daerah mana Ukthi tinggalnya"

" Daerah Kiasih Aa" Jawab Icya, kemudian lelaki itu terlihat sedang berbicara pada seorang wanita

"Neng baru kesini ya" Tanya wanita itu ketika sudah dekat

"Iya Bu" Jawab Icya

" Haduh Neng jauh amat, tadi kesininya sama siapa, lalu pulangnya nanti gimana" Wanita itu terlihat khawatir saat Icya menyebutkan asalnya

"Oh kakak saya nanti menjemput saya Bu" Ucap Icya yang seketika mengubah wajah tegang di antara mereka

"Alhamdulillah kalau gitu neng, soalnya jam segini sudah susah lo nyari taxi, kamu harus jalan ke perempatan pertama dulu baru banyak taxi disana, sudah sejak jam 5 sore kendaraan yang melewati kawasan ini sudah berubah haluan" Jelas wanita itu menjawab tanda tanya Icya saat awal datang tadi

"Oh baik Bu terimakasih infonya ya, saya permisi dulu wassalamu'alaikum" Pamit Icya

Seisi ruang kompak menjawab sekalipun mereka terlihat sedang sibuk membereskan beberapa sisa pengajian tadi. Icya segera keluar dari masjid, memperhatikan sekeliling sebentar sebelum akhirnya memilih berjalan perlahan meninggalkan masjid. Ia menikmati suasana malam di sekitar masjid, masih ada beberapa warga yang terlihat disana mereka bercengkrama menikmati indahnya malam. Tanpa terasa jalan ia selusuri semakin sunyi, hingga ia benar-benar merasa sepi di sekeliling. Ia tidak menyangka, kawasan elit yang saling berbatasan dengan tembok besar itu terasa sangat menyeramkan bila malam hari. Gapura-gapura yang menjadi gerbang, tampak berdiri kokoh disana, Icya segera mempercepat langkahnya. Hal fatal yang ia lupa adalah tidak membawa hp saat keluar tadi, ia baru tersadar saat keluar dari masjid namun tidak berani meminta tolong ataupun meminjam pada beberapa orang yang ia temui. Mungkin ia teramat sangat bodoh bila berfikir masih ada telepon umum di jaman modern ini, namun kebodohannya benar-benar membuatnya menyesal sekarang.

Icya mempertajam penglihatan, berusaha mencari sosok di pos penjaga, ia berharap ada seorang satpam atau penjaga pos di sana. Namun ketika ia dekati ternyata memang tidak ada orang samasekali, selanjutnya jalan di depan sana sangatlah sunyi terlebih memang hanya tembok-tembok besar dan semak-semak saja.

Benar saja apa yang di takutkan, di depan yang tidak jauh darinya sosok-sosok yang teramat sangat ingin ia hindari malah terlihat menyeramkan. Icya berusaha untuk tetap tenang dan mengabaikan mereka, ia sengaja berjalan tertunduk dengan perlahan melewati sekumpulan mahkluk yang teramat ia benci itu. Namun sepertinya takdir berkata lain, ketika ia berfikir akan mampu terhindar dari mereka, sekelompok itu justru mulai mengganggunya.

"Hai neng mau kemana" Salah seorang dari mereka sudah menghadang jalannya

"Ke perempatan jalan" Jawab Icya singkat

"Mau kita temani" Seorang lagi menghadang sisi kiri Icya dan berusaha menggapai lengannya

Dengan kasar Icya menepis setiap kali mereka hendak menyentuh, karena tindakannya itu membuat mereka semakin bersemangat menggoda. Gadis itu terus saja melawan, setidaknya ia dapat menggunakan beladiri yang sempat ia pelajari, hingga akhirnya Icya terpojok merapatkan tubuhnya kedinding. Ia sangat sadar bila tidak akan menang melawan segerombolan sampah masyarakat itu, namun ia tidak mau menyerah begitu saja. Sekuat tenaga ia berusaha bertahan jangan sampai tangan-tangan busuk itu menyentuh dirinya dengan menepis apapun yang di layangkan.

Seperti yang ia duga, kekuatannya benar-benar tidak sebanding, pada detik berikutnya ia sudah tidak mampu melawan.

"Harusnya kau ikut saja bocah jadi wajah cantikmu ini tak terluka" Seorang lelaki tinggi besar mencengkeram wajahnya kasar, dari pelipisnya mengalir darah segar.

"Cih orang-orang seperti kalian itu yang seharusnya sadar" Ucap Icya sambil terengah-engah, tentu saja ia akan bertahan ia tidak akan menyerah dengan mudah.

Wajah-wajah itu tampak lebih garang dengan berulang kali mengucapkan kata-kata kotor, usaha terakhir Icya memilih memeluk lutut sambil berusaha melindungi apa yang berharga baginya, ia menyadari ketika untuk kesekian kalinya ia tersungkur mungkin ia tidak akan mampu bangkit lagi. Dalam hati ia hanya terus berdoa, agar ada yang menolongnya sebelum ia benar-benar kehilangan segalanya.

Dalam keputusanasaan,ia melihat sebuah bayangan yang kemudian melindunginya. Keyta.

Entah bagaimana dan darimana lelaki itu mendadak muncul di depannya, tatapan iba nampak jelas dimata Keyta. Awalnya ia tidak ingin ikut campur dengan apa yang terjadi didepannya, namun ketika ia mengenali sosok Icya, tanpa sadar Keyta segera menerobos kerumunan preman itu.

Walau kekuatannya masih tidak sebanding dengan para preman, namun melihat Icya yang sangat menderita lelaki itu secara naluri menerjang para preman. Namun serangannya hanya bertahan beberapa menit saja, walau ia berhasil melukai beberapa preman dengan tenaganya Keyta terhuyung mundur saat sebuah pukulan telak mengenai wajahnya. Keyta terjatuh tepat di samping Icya.

Gelak tawa menggelegar beserta cacian tak henti keluar dari mulut mereka, beberapa kali mereka masih menendang-nendang Keyta, membuat darah segar keluar dari luka yang di dapatnya.

Langit masih tampak begitu gelap ketika keduanya mengemis belas kasian, perih yang menjalar di seluruh tubuh membuat Icya tak mampu berdiri. Ia menangis, tak menyangka akan berakhir seperti ini terlebih mendapati Keyta yang berusaha melindunginya.

Namun sekali lagi takdir berkata lain, para preman tersebut segera tumbang di hajar beberapa warga yang datang berbondong-bondong. Mereka tidak dapat melarikan diri dari amukan warga yang emosi, dari para warga pulalah mereka tahu bila ternyata korbannya bukan hanya mereka saja. Sebelum ini ada beberapa warga dan orang yang melewati jalan tersebut selalu berakhir sama, kebanyakan mereka kedapatan pingsan dengan kehilangan barang mereka. Bisa di bilang keduanya cukup parah mengingat para preman itu belum pernah membunuh atau bertindak membabi buta dengan kekerasan, mungkin karena keduanya terus melawan membuat para preman kesal dan terus saja memukul.

Adalah Condro Cs yang memanggil para warga, setelah perpisahannya dengan Keyta, ternyata mereka juga segera berniat untuk pulang. Namun pemandangan yang mereka lihat sungguh di luar dugaan, untungnya mereka berinisiatif memanggil para warga.

Condro segera membantu Keyta dan Icya, mereka membawanya ke klinik terdekat dari saran. Untunglah luka keduanya tidak cukup fatal, luka luar milik Keyta di balut dengan perban, sedang Icya tidak ada luka luar yang serius hanya memar dan luka di dahinya. Dokter muda itu mengingatkan Icya, mungkin perlahan memar di tubuhnya akan nampak dan mulai terasa sakit. Terlebih ketika mendengar cerita dari Keyta, dokter menduga Icya berusaha melindung tubuhnya, gadis itu hanya meringis ketika para pemuda yang mendengarnya tersipu.

Setelah mengucapkan terimakasih pada dokter itu, mereka segera pamit pulang. Walau sempat penasaran dengan nasib para preman itu, namun mereka tidak mendapat jawaban yang memuaskan.

"Kita kemana nih" Ucap Welly sambil membantu Icya duduk di boncengan Condro

"Jangan pulang dulu deh" Pinta Icya

"Udah tengah malam Cy" Gino mengingatkan

"Gak papa, aku bisa berasalan nginep di rumah teman" Ucap Icya, mereka saling pandang namun segera paham bila gadis itu butuh menenangkan diri.

"Kita ke tempat tadi aja" Saran Keyta

"Ya udah" Senor yang membonceng Keyta berangkat duluan

Mereka berenam akhirnya menembus malam lagi, kali ini bulan sabit di atas sana menjadi penerang dalam gelap. Selama perjalanan Icya masih diam saja, selain masih trauma dengan kejadian barusan ia juga memikirkan Radin, tidak biasanya lelaki itu ingkar janji. Panitia yang menangi pengajian juga sependapat, mereka juga berfikir baru kali ini Radin tidak ada kabar.

Tempat yang di maksud mereka adalah sebuah hutan lindung di area kota, di balik rimbunan pohon itu terdapat danau. Icya segera berlari ketika mendapati banyak cahaya kecil berterbangan disana, sekalipun ia sudah sering pergi kebanyak tempat. Namun pemandangan dengan latar belakang puluhan kunang-kunang ini baru kali ini ia lihat.

"Jadi ini yang kalian lakuin" Tanya Icya pada kelompok PA itu

"Ya sebenarnya kita hanya menangkap beberapa saja sih, tapi dalam beberapa bulan sudah berkembang biak sebanyak ini" Sombong Condro sambil membentangkan tangannya.

"Yee perasaan tempat ini kita temukan tidak sengaja deh saat nyari kodok kembang kesayanganmu itu" Bantah Keyta

"Diam loe Key, ngerusak aja lu" Ucap Condro yang di sambut tawa oleh yang lain

"Emang kodoknya ngilang lagi" Pertanyaan Icya ini segera membuka kedok Condro Cs yang sengaja membuat Keyta dan Juni ikut berkelana

"Jadi maksud loe tuh kodok emang sering ngilang ya" Keyta mendelik sebal, namun hanya sebatas itu saja, karena faktanya ia mengiyakan ajakan Condro karena melewati masjid agung, tempat pengajian dilaksanakan.

Saat itu Keyta memang sedang kebingungan mencari cara untuk datang ketempat pengajian, ia juga tidak meminta tolong pada Radin. Setelah pindah kerunah barunya, mereka sudah jarang ngobrol jadi Keyta cukup canggung bila meminta akses darinya. Saat itulah Condro meminta pertanggungjawaban atas hilangnya kodok di ruang PA, Keyta tidak sengaja membuka kotak berisi kodok itu saat mengelilingi sekolah.

"Oh iya Cy, Kok kamu sendirian sih bukannya sama Radin ya" Seno melontarkan pertanyaan membuat Icya sedikit terkejut.

"Ah gak kok, lagian Kak Radin gak datang" Ucap Icya

"Tumben, diakan pengisi acara cukup berpengaruh disitu" Keyta terheran-heran, selama ini ia belum pernah mendengar sodaranya itu ada masalah, terlebih tadi ia sempat mampir dan mendapati Radin sudah pergi.

Pertanyaan Keyta menggantung, karena memang tidak ada yang dapat menjawabnya. Terutama melihat ekspresi Icya, mereka memilih topik lain agar obrolan mereka tetap berjalan dengan baik.