" Mana sih tuh unyil " Tanya Byta sambil menyamber botol mineral yang di bawa Hesty, gadis tomboy itu telah basah oleh keringat yang tak henti membanjiri tubuhnya
" Noh di ruang paskib, kena hukuman tuh anak telat tugas " Karin gadis yang sejak tadi meneriaki nama Bryan rivalnya dalam tanding basket menjawab, Byta memandang sinis pada gadis berambut sebahu itu, memang benar mau gimanapun Bryan adalah kapten tim basket sekolah jadi tidak heran bila banyak yang menyukai lelaki kekar itu.
"Huhhhh, ada-ada aja saat gini juga" Byta mendengus kesal ia mengelap wajahnya dengan handuk basah kemudian di lempar begitu saja, namun dengan gesit Hesty menangkapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca. Terkadang ia takjub dengan tingkah reflek gadis jenius itu, seakan-akan memiliki Indra keenam yang dapat membuatnya membaca gerakan apapun dengan cermat.
"Gimana gimana" Tiba-tiba Icya nongol di antara riuhnya penonton di pinggir lapangan
"Gawat, udah masuk" Byta mendorong Icya masuk lapangan, gadis mungil dengan tinggi tidak lebih dari 150cm itu glagapan mengingat ia masih memakai seragam sekolah.
"Gila kamu By, mana bisa main kalau kayak gini" Bantah Icya terbayang sudah beberapa jahitan yang di sematkan ke roknya
"Tapi untuk passing, catching dan rebound bisa kan" Tegas Byta "Karin buruan" Teriak Byta pada Karin yang masih asik berlonjak-lonjak meneriaki Bryan
Kinta yang duduk tidak jauh dari Hesty membantu Icya melepas sepatu dan mengikat hijabnya agar tidak membuat gadis itu kesusahan saat bermain basket nanti. Cukup cepat mereka melakukan, hingga Icya berhasil menghadang Rezi, lelaki dari kubu Bryan saat akan merebut si orange dari tangan Byta.
Bel pelajaran tinggal beberapa menit lagi, namun begitu posisi kedua tim semakin memanas dengan skor yang saling susul menyusul membuat kedua tim nampak seimbang. Kali ini di depan ring berdiri dua sosok yang telah menjadi rival sejak SMP dulu, hingga membuat keduanya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk saling menjatuhkan.
Byta dan Bryan, dengan raut wajah menegang dan saling mengejek lewat senyum saling berhadapan satu sama lain. Bryan masih terlihat mendribble bola dengan lihai, sedang Byta tak henti mengawasi dengan ketat segala gerakan dari cowok songong di depannya itu. Walau beberapa menit yang lalu Icya berhasil shooting, namun ternyata belum cukup untuk mengejar poin mereka saat Karin melakukan kesalahan kecil tadi. Tidak heran bila Byta semakin uring-uringan, namun berbeda dengan Karin yang tidak peduli dengan pertandingan itu, sekalipun bersahabat keduanya memang tidak pernah akur. Icya dan Karin sekarang sedang menghadang Hare dan Rezi, itu juga atas inisiatif Byta terlebih kedua cowok itu memang sengaja ingin mengacau pertandingan, dua cowok dari kubu Bryan itu memang tidak bisa di remehkan. Tapi sepertinya tenaga keduanya sudah habis terkuras saat mencoba menyerang tapi selalu berhasil di gagalkan Icya dan Karin.
Byta bersyukur ada Icya yang cukup dapat di andalkan saat apapun, sekalipun bertubuh mungil gadis itu sangat lincah dan inisiatif. Dia tidak mudah terbawa emosi, selalu bersikap rileks dan tanggap saat di butuhkan.
Mata Byta tak henti mengawasi ia tak mau kebobolan untuk kedua kali, tatapan gadis itu sangat waspada gerakan kecil dari Bryan tak ia lewatkan sedikitpun. Sepertinya Byta wajib tersenyum puas ketika menyadari jari-jari Bryan yang mendribel bola mulai melemah, walau nafas lelaki itu masih normal namun sesekali ia mendesak panjang dengan sengaja. Byta yakin cowok itu mulai pegal, namun bukan berarti Byta bisa mengacuhkannya begitu saja, bagaimanapun Bryan adalah ketua tim basket andalan sekolah. Kelengahan tidak akan dapat di maafkan dalam kondisi seperti ini.
Tiba-tiba angin berhembus cukup kencang, membuat Icya memegang kuat jilbabnya dengan tetap waspada, terbukti ketika Rezi berhasil menerobosnya dengan lihai gadis itu menghadangnya kembali ke titik yang lebih sulit. Byta berhasil merebound si jingga dari tangan Bryan, cowok itu segera bermaksud merebound kembali namun tindakan Byta yang sengaja pivot membuat Bryan terkejut, bahkan gadis itu berhasil lay-up dengan sempurna.
Kemenangan tim Byta beriringan dengan bel masuk kelas, membuat penonton bersorak sambil perlahan meninggalkan lapangan sehingga tidak ada seorangpun yang memperhatikan mimik merah pada wajah Bryan. Lelaki itu mematung tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi, suara kedua temannya ia hiraukan hingga keduanya menepuk bahunya. Di luar dugaan keduanya, Bryan terkejut, bahkan melebihi apa yang mereka pikirkan.
"Ahhh, aku gak melihat apapun, gak apapun pokoknya" Ucap cowok itu, kedua temannya saling berpandangan
"Loe gak papa kan Bry, udahlah biarin aja toh cuma pertandingan gini aja kok jadi gak usah terlalu lo pikirin gitu"
" Enggak enggak " Jawab Bryan asal, cowok itu segera pergi meninggalkan kedua temanya yang bingung akan tingkah Bryan
"Ada apa sih" Ucap Rezi yang di jawab gelenagn kepala oleh Hare "Gak dianggap seriuskan pertandingan ini" Lanjutnya "Maksudnya gak Lo anggap benar-benar pertandingan yang perlu ditimbangkan" Ralat Rezi namun Bryan tetap acuh membuat keduanya segera mengejarnya.
Bryan bukan tidak mendengar percakapan kedua temannya itu, namun ia berusaha untuk tidak peduli. Apalagi ia baru saja merasakan hal yang baginya sudah mati, yang paling mengejutkan, rasa itu datang dari rivalnya, Byta. Bryan bertekat untuk menyelidikinya, selama ini Bryan memang cukup tertutup dan sulit untuk masalah itu. Bayangan apa yang ada di balik rok abu-abu Byta yang tidak sengaja terlihat membayanginya dengan liar. Ia tidak mengerti mengapa pikiran kotor itu tiba-tiba datang dan tidak mau lepas dari ingatannya. Namun dari kejadian barusan ia sadar bahwa Byta tidak cukup jelek sebagai seorang wanita, terlebih desiran halus itulah yang menjawabnya.